SURYAMALANG.COM, - Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) prajurit TNI di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (6/8/2025) lalu, menurut Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin bukan pendidikan.
TB Hasanuddin yang juga Anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P itu menilai tewasnya Prada Lucky Namo layak disebut pembunuhan dan pelakunya harus dipidana.
Tidak cuma pidana, terduga pelaku yakni empat senior Prada Lucky yang telah diamankan seharusnya dipecat.
Prada Lucky bertugas di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP 834/WM), Kabupaten Nagekeo, NTT.
Yonif TP 834/Wakanga Mere merupakan satuan infanteri baru milik TNI AD yang bermarkas di Kabupaten Nagekeo, NTT.
Prada Lucky Namo menghembuskan napas terakhir di Ruang IGD RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo NTT pada Rabu sekira pukul 11.23 WITA.
Sebelum meninggal, Prada Lucky sempat mengaku kepada seorang dokter di ruang radiologi mengalami kekerasan dari sesama prajurit TNI.
Luka-luka di tubuh jenazah juga tidak wajar ada sejumlah sayatan dan lebam termasuk seperti sulutan api rokok di beberapa bagian seperti punggung dan dada.
Menurut TB Hasanuddin, apa yang terjadi kepada Prada Lucky bukan lagi wujud dari pengarahan atau pendidikan tapi sudah termasuk pembunuhan.
"Itu sudah bukan lagi sebuah memberikan pengarahan, pendidikan. Tetapi itu sudah termasuk pembunuhan lah dan harus dipidanakan," ujar TB Hasanuddin, saat dihubungi Jumat (8/8/2025).
TB Hasanuddin mengatakan, empat senior yang menganiaya Prada Lucky harus dihukum seberat-beratnya.
Pihaknya juga menyebut, para pelaku harus diberi tambahan hukuman berupa pemecatan.
"Bawa ke pengadilan militer, kemudian buka secara terbuka agar menjadi pelajaran bagi anggota yang lain," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam isi laporan intelijen yang ditujukan kepada Asintel Kasdam IX/Udayana, benar telah terjadi tindak kekerasan.
"Bahwa memang benar telah terjadi pemukulan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang dilakukan oleh beberapa orang seniornya," demikian isi laporan intelijen diperoleh POS-KUPANG.COM (grup suryamalang), Jumat (8/8).
Laporan dimaksud merujuk pada hasil pemeriksaan Staf-1/Intel Yonif 834/WM terhadap personil yang terlibat dalam pemukulan Prada Lucky Namo.
Pelaku pemukulan dikelompokan menjadi dua, yakni pemukulan menggunakan selang dan pemukulan menggunakan tangan. Total pelaku sebanyak 20 orang.
Kemudian Komandan Kompi (Danki) C Yon TP 834/WM, Lettu Inf Rahmat mengatakan, timnya berhasil mengungkap keterlibatan empat anggota Yonif TP 834/WM Nagekeo yang melakukan pemukulan terhadap Prada Lucky Namo.
"Setelah melakukan olah tempat kejadian perkara, tim menemukan empat orang terduga pelaku pemukulan terhadap almarhum Prada Lucky. Keempat terduga pelaku tersebut berpangkat Pratu, " ungkap Lettu Inf Rahmat, Kamis (7/8).
Lettu Rahmat juga menyebut, keempat terduga pelaku kini sudah diamankan di Sub Denpom Ende guna menjalani proses pemeriksaan.
Lusi Namo kakak almarhum menyampaikan sejumlah informasi terkait dugaan kekerasan yang dialami adiknya.
Kesaksian itu diperoleh dari seseorang yang mengaku sebagai pacar salah satu prajurit yang mengirim pesan melalui DM Instagram.
“Pacar prajurit itu bilang bahwa pacarnya pernah mengirim foto yang hanya bisa dilihat sekali" ujarnya Sabtu (8/8).
"Ia melihat wajah Lucky dan kawannya waktu itu dipukul dan sudah berdarah. Namun, saat daftar nama pacarnya tidak ada dalam beberapa catatan 20 pelaku tersebut," lanjut Lusi Namo.
Dokter juga mengatakan, ginjal dan paru-paru adiknya telah hancur sehingga membutuhkan tiga kantong darah.
Lusi Namo menyebut, dugaan kekerasan itu terjadi saat pergantian piket dari Senin hingga Jumat.
Di dalam sel, korban dan rekannya tidur di lantai tanpa tempat tidur.
“Richard juga kena, tapi yang saya tahu lebih parah Lucky. Saya lihat perutnya ada bekas sepatu dan dugaan saya itu diinjak,” ujar Lusi Namo.
Lusi menuturkan, beberapa hari sebelum koma, Prada Lucky masih berkomunikasi lewat panggilan video dan terlihat dalam kondisi baik.
Korban juga sempat bercerita pernah dipukul senior meski sedang sakit.
“Senior pikir dia pura-pura tidak mau kerja di dapur,” kata Lusi.
Kabar masuknya Lucky ke rumah sakit diterima keluarga dari pihak rumah sakit yang diminta tolong oleh almarhum untuk menghubungi orang tuanya di Kupang.
Lusi mengaku terkejut karena selama hidup bersama keluarga, adiknya tidak pernah mengalami sakit parah.
“Waktu masuk rumah sakit, butuh tiga kantong darah. Selama ini hanya sakit biasa,saat dengar itu saya langsung perasaan tidak enak," ujarnya.
Lusi juga menyayangkan sikap atasannya yang disebut tidak memberikan informasi jelas kepada keluarga.
"Dansi itu orang yang paling saya benci, karena tidak kasih tahu kondisi adik saya,” tegas Lusi.
Bagi Lusi, kepergian Lucky meninggalkan duka mendalam. Sebagai kakak, ia menyesal tidak bisa selalu berada di dekat adiknya.
“Dia anaknya pergaulan luas, dekat sekali dengan mama. Kami akrab sejak kecil, bahkan dia sempat meminta saya untuk pindah di Nagekeo," kenang Lusi.
Saat ini keluarga berharap pihak berwenang mengusut tuntas dugaan kekerasan yang dialami Prada Lucky hingga menyebabkan kematian.
Tidak berbeda jauh, ayah Prada Lucky yang juga seorang prajuri TNI Sersan Mayor (Serma) Christian Namo mengutuk para pelaku.
Berdiri tegap dengan mata melotot, Serma Christian Namo menengadahkan tangan kanannya sambil berteriak di belakang mobil ambulans yang memuat jenazah putra tercintanya.
Dengan suara bergetar, Christian yang mengenakan seragam pakaian dinas lapangan khas matra darat mempertanyakan kehadiran negara saat anaknya meninggal dengan cara tak wajar.
Berjalan mondar-mandir di halaman depan kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Kupang, Kamis (7/8/2025), Christian yang bertugas di Komando Distrik Militer (Kodim) 1627 Rote Ndao berulang kali meminta keadilan untuk anak lelaki sulungnya itu.
Beberapa kali rekan kerja berusaha menenangkan Christian, tetapi tidak mempan. Dia terus saja mengumpat.
"Kamu saksikan semua, yang bunuh anak saya sifat PKI, keji. Ingat baik-baik itu," kata Christian dengan lantang.
Kekecewaan Christian semakin memuncak sebab keinginan untuk mengautopsi jenazah anaknya di Rumah Sakit Wira Sakti Kupang dan Rumah Sakit Bhayangkara Kupang tidak bisa terwujud.