TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPC Peradi Jakarta Barat (Jakbar), Suhendra Asido Hutabarat, mengatakan, pihaknya masih terus mempertahankan dan memperjuangkan single bar, yang dalam konteks organisasi advokat merujuk pada wadah tunggal menaungi seluruh profesi advokat.
Peradi yaitu organisasi profesi resmi bagi para advokat di Indonesia. Peradi dibentuk untuk memenuhi ketentuan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, dan secara resmi didirikan pada 7 April 2005 di Jakarta Selatan.
“Kami di sini terus menyuarakan mengenai single bar itu dan berjuang,” ujar Asido dalam pembukaan PKPA Angkatan XIV DPC Peradi Jakbar bekerja sama dengana Binus University, Jakarta, Sabtu (9/8/2025).
Single Bar dalam konteks profesi advokat di Indonesia merujuk pada model organisasi tunggal yang menaungi seluruh advokat dalam satu yurisdiksi.
Ini adalah konsep yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, khususnya Pasal 28 ayat (1), yang menyatakan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri.
Asido menyampaikan, perjuangan ini masih terus dilakukan meski notabene Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tegas menyatakan Indonesia menganut sistem single bar.
UU Advokat adalah singkatan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yang menjadi dasar hukum bagi profesi advokat di Indonesia.
Undang-undang ini mengatur secara menyeluruh tentang peran, kewajiban, hak, dan organisasi advokat dalam sistem hukum nasional.
“Ketua Umum kami Prof Otto Hasibuan memperjuangkan single bar ini karena undang-undangnya masih bicara single bar, kecuali undang-undangnya sudah bicara multi bar,” katanya.
Dia menjelaskan, Peradi masih terus memperjuangkan single bar karena secara defakto, Indonesia seperti menganut multi bar. Ini dipicu Surat Keputusan Mahkamah Agung (SK MA) 73 Tahun 2015.
“Disebutkan di situ (SK MA) bahwa Pengadilan Tinggi tidak dapat menolak pengajuan sumpah dari organisasi advokat manapun,” ucapnya.
Menurut Asido, surat biasa ini memicu berbagai organisasi advokat (OA) berbondong-bondong menyelenggarakan Pendidikan Khusu PKPA yang notabene hanya kewenangan Peradi selaku wadah tunggal (single bar) yang diberikan negara melalui UU Advokat.
“Peradi yang saat ini di bawah kepemimpinan Prof Otto Hasibuan itulah satu-satunya organisasi advokat, wadah tunggal yang dimaksud UU Advokat,” katanya.
Advokat adalah seorang profesional hukum yang memberikan jasa hukum kepada klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Ini mencakup konsultasi, pendampingan, pembelaan, dan perwakilan hukum dalam berbagai proses hukum.
“DPC Peradi Jakarta Barat sangat giat melaksanakan PKPA, semata-mata itu adalah tanggung jawab moral kami,” tambahnya.
Menurut Asido, penyelenggaraan PKPA ini harus sesuai UU Advokat demi melahirkan calon-calon advokat profesional, berkualitas, berintegritas, dan menaati Kode Etik Advokat Indonesia demi masyarakat pencari keadilan.
Asido menyampaikan, profesi advokat merupakan profesi yang mulia (officium nobile) sehingga advokat harus benar-benar berkualitas, profesional, berintegritas, dan menaati kode etiknya agar tidak merugikan masyarakat yang sedang mencari keadilan.
“Bagaimana mungkin bisa lahir advokat berkualitas, profesional, dan berintegritas, kalau dimulai dari pendidikan yang melawan hukum,” ucapnya.
Dia menjelaskan, hanya Peradi yang bewenang menyelenggarakan PKPA sebagaimana perintah UU Advokat. Negara melalui UU Advokat memberikan 8 kewenangan kepada Peradi, di antaranya menyelenggarakan PKPA.
Kemudian, menyelenggarakan ujian profesi advokat (UPA), mengangkat advokat, kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, Komisi Pengawas, melakukan pengawasan, dan memberhentikan advokat.
“Makanya Peradi dibilang sebagai organ negara. Jadi negara sudah memberikan kewenangan itu hanya kepada Peradi,” ucapnya.
Untuk melahirkan calon advokat dengan kriteria di atas, DPC Peradi Jakbar menghadirkan para narasumber berkualitas dan mumpuni di bidangnya hingga menerapkan zero Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam UPA.
“Di Peradi ini zero KKN, tidak ada itu yang bisa nitip-nitip untuk lulus,” tuturnya.
Dia menyampaikan, dalam 4 tahun era kepengurusan pihaknya, DPC Peradi Jakbar telah mempunyai sekitar 7 ribu orang alumni PKPA yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.
Senada dengan Asido, Wakil Ketua Umum (Waketum) Peradi, Sutrisno, mewakili Ketum Prof Otto Hasibuan, mengatakan, negara telah memberikan kewengannya mengenai advokat hanya kepada Peradi melalui UU Advokat.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 66/PPU-VIII/2010 mempertegas bahwa OA di luar Peradi tidak sama dengan Peradi.
"Mereka tidak berwenang menyelenggarakan fungsi negara, salah satunya menyelenggarakan PKPA," kata dia.
Ketua Panitia PKPA Angkatan XIV DPC Peradi Jakbar, Genesius Anugrah, menyampaikan, PKPA ini diikuti 181 orang peserta secara hybrid alias luring (offline) dan daring (online).
“Ada 104 peserta offline dan sisanya adalah peserta online,” ujarnya.
Mewakili Ketua Jurusan Business Law Binus Univesity Dr Ahmad Sofian, ia menyampaikan, jumlah peserta ini menunjukkan bahwa calon-calon advokat bisa menilai mana PKPA yang berkualitas dan sesuai UU.
“Kami bersama Peradi dan DPC-nya menyelenggarakan PKPA secara baik dan benar,” katanya.