MAKI Duga Kerugian Negara Kasus Kuota Haji Capai Rp500-750 Miliar, Minta KPK Usut Pakai Pasal TPPU
Eko Sutriyanto August 10, 2025 11:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menduga bahwa kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi kuota haji yang saat ini tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencapai Rp 500 hingga Rp750 miliar

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, hal itu berdasarkan hasil kalkulasinya jika merujuk dari biaya haji khusus yang mesti dikeluarkan setiap jamaah yakni senilai Rp 75 juta per orang atau 5 ribu dollar AS.

Adapun dalam perkara ini, diketahui bahwa kuota haji terbagi menjadi dua yakni 10 ribu kuota haji reguler dan 10 sisanya merupakan kuota haji khusus.

"Diduga per orang 5 ribu dollar, nah kali 10 ribu itu sudah berapa, karena kan ini 20 ribu. Yang 10 ribu itu dikasihkan (haji) khusus kalau itu dijual 5 ribu semua, 5 ribu kali 10 ribu (jamaah) sudah berapa, artinya 7,5 ya Rp 750 miliar," kata Boyamin melalui keteranganya, Minggu (10/8/2025).

Menurut Boyamin, pembagian alokasi kuota haji itu melanggar Undang-Undang yang berlaku.

Pasalnya kata dia, kuota haji reguler dan khusus semestinya tidak dibagi rata seperti yang saat ini terjadi.

Ia pun meminta agar KPK terus mengusut dugaan korupsi tersebut termasuk mencari tahu siapa aktor yang mengatur kuota haji sehingga bisa jadi sedemikian rupa.

"Spillnya KPK kan gitu, yang memerintahkan kuota itu diberikan khusus dan kemudian uang-uang itu yang kemudian jadi 5 ribu dikali jadi 750 miliar sekitar itu mungkin bisa kurang, bisa jadi 500 miliar paling tidak, nah itu uang kemana saja," kata dia.

Alhasil ia pun meminta KPK juga menerapkan Pasal pencucian uang dalam pengusutan perkara ini.

Sebab menurut Boyamin, penerapan pasal itu juga untuk mencari tahu kemana saja aliran uang bersumber dari tarif haji yang dibayarkan oleh setiap jamaah.

"Maka harus dikenakan pencucian uang kepada pihak-pihak yang terlibat untuk melacak aliran uang itu kemana saja dan bisa diambil dan bisa diserahkan ke negara," pungkasnya.

Diketahui (KPK) menaikkan status penanganan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji ke tahap penyidikan. 

"Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan penyelidikan dugaan korupsi haji ke tahap penyidikan," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Pusat penyidikan kasus ini adalah dugaan penyelewengan dalam distribusi tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah untuk tahun 2024. 

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya dialokasikan 92 persen untuk haji reguler (18.400 jemaah) dan 8% untuk haji khusus (1.600 jemaah).

"Ada proses-proses yang akan didalami. Ada di Undang-undang diatur 92 persen dan 8 persen. Kenapa bisa 50-50 dan (pendalaman) lainnya," jelas Asep pada kesempatan sebelumnya.

Meskipun status kasus telah naik ke penyidikan, KPK belum menetapkan satu pun tersangka. 

Lembaga antirasuah ini menggunakan mekanisme sprindik umum untuk memberikan waktu bagi tim penyidik mengumpulkan bukti lebih lanjut guna menemukan pihak yang paling bertanggung jawab secara hukum.

Sebelumnya, KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief, serta pimpinan asosiasi travel haji dan umrah.

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.