Wartawan dan LSM di Kota Batu Lakukan Pemerasan Terhadap Pengelola Ponpes, Eksepsi Ditolak Hakim
Eko Darmoko August 12, 2025 04:32 AM

SURYAMALANG.COM, BATU - Sidang kasus penipuan dan pemerasan yang dilakukan wartawan bernama Yohanes Lukman Adiwinoto (40) dan mantan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu, Fuad Dwiyono (51), kepada pengelola Pondok Pesantren di Kota Batu kini memasuki tahap pembacaan putusan sela oleh majelis hakim di Ruang Sidang Garuda Pengadilan Negeri Kelas IA Malang, Senin (11/8/2025).

Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Muhammad Hambali itu, telah memeriksa dan mengadili perkara itu dan memutuskan sebanyak tiga poin inti.

“Menolak eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya, kemudian poin kedua menyatakan surat dakwaan penuntut umum tertanggal 23 Juli 2025 sah menurut hukum dan dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini."

"Poin terakhir memerintahkan agar pemeriksaan perkara dilanjutkan ke tahap pembuktian,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Batu, Januar Ferdian, Senin (11/8/2025).

Sebelumnya pada Senin (4/8/2025) lalu telah dilakukan sidang Pendapat atau Tanggapan penuntut umum atas keberatan (Eksepsi) penasihat hukum terdakwa terhadap surat dakwaan penuntut umum perdana dalam perkara pemerasan dan penipuan yang dilakukan oleh tersangka.

Adapun dalam eksepsinya, tim penasihat hukum yang dibacakan pada tanggal 28 Juli 2025 menyampaikan keberatan terhadap Surat Dakwaan JPU yang dinilai kabur (obscuur libel).

“Bahwa apa yang dipermasalahkan penasihat hukum dalam keberatan (eksepsi,red) telah melampaui batas-batas atau syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 156 Ayat (1) KUHAP dan merupakan wacana-wacana yang masih harus dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara,” ujarnya kepada SURYAMALANG.COM.

Persidangan akan kembali digelar pada Senin (20/8/2025) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi.

Kasus ini bermula, saat kedua tersangka memanfaatkan adanya kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh kerabat pengurus pondok pesantren yang berada di Kota Batu terhadap santriwati pondok tersebut.

Kemudian keluarga korban datang ke kantor Pusat Pelayanan Keluarga Kota Batu untuk membuat laporan namun oleh petugas di sana dirujuk ke P2TP2A. Kebetulan tersangka Fuad merupakan ketua di lembaga tersebut.

Selanjutnya keluarga korban dan pihak pengurus pondok diundang oleh tersangka Fuad dan dilaksanakan mediasi namun tidak ada titik temu.

Selanjutnya setelah tidak ada titik temu, beberapa hari kemudian keluarga korban dengan didampingi tersangka Fuad selaku petugas dari P2TP2A membuat laporan ke Polres Batu.

Setelah dilaporkan ke Polres Batu salah satu keluarga korban menghubungi tersangka Lukman yang diketahui oleh keluarga korban adalah sebagai seorang wartawan. Selanjutnya kedua tersangka saling komunikasi dengan maksud mengawal perkara pencabulan itu.

Selang beberapa hari setelah perkara tersebut dilaporkan terjadilah pertemuan antara tersangka dua tersangka dan pihak pondok. Dimana dalam pertemuan tersebut pihak pondok meminta agar perkara tersebut dapat diselesaikan secara baik karena berita sudah tersebar dan pihak pondok merasa malu.

Tersangka meminta uang sebesar Rp 150.000.000 kepada pengelola pondok untuk menyelesaikan perkara pencabulan terhadap anak yang terjadi di pondok tersebut.

Dalam pertemuan itu tersangka Lukman menyampaikan, untuk menutup berita pengelola Ponpes harus menyiapkan uang sebesar Rp 40 juta yang akan digunakan untuk menutup semua media yang telah memberitakan serta untuk biaya pengacara berinisial F.

Rincian uang Rp 40 itu dibagi tiga orang, yakni Fuad mendapat Rp 3 juta, membayar pengacara F sebesar Rp 15 juta rupiah dan Lukman mendapat Rp 22 juta.

Lantaran uang sebesar Rp 40 juta sudah diserahkan kepada tersangka dan ternyata perkara tidak kunjung selesai, serta di media masih terdapat berita maka pihak pengurus pondok menanyakan kepada dua tersangka.

Untuk menjawab itu tersangka Lukman membuat skenario dengan mengirimkan pesan melalui WA yang berisi bahwa perkara sudah P18, satu kali pemeriksaan lagi sudah P19 dan pelaku akan ditahan, sehingga berusaha agar tidak sampai P19.

Tersangka juga membuat skenario melalui WA dengan cara tersangka Lukman menyuruh tersangka Fuad untuk menyimpan nomor telepon Lukman dan menamainya dengan nomor keluarga korban, di mana isi WhatsApp itu adalah keluarga korban minta uang sebesar Rp 120 juta sebagai kompensasi dan jika tidak segera di penuhi maka perkara akan di laporkan ke Polda dan melarang pihak pondok berhubungan langsung dengan keluarga korban namun harus melalui tersangka Fuad.

Kedua tersangka melakukan skenario tersebut untuk membuat korban atau pihak pengurus pondok ketakutan perkaranya akan dimediakan lebih banyak lagi dan keluarga pengurus pondok yang telah dilaporkan di unit PPA Polres Batu benar-benar akan ditahan sehingga korban mau menuruti permintaan tersangka.

Lantaran panik maka pihak pengurus pondok meminta agar bertemu dan mencari solusi jalan terbaik, selanjutnya tersangka Lukman bertemu dengan pengurus pondok dan dalam pertemuan tersebut tersangka Lukman mengajukan permintaan uang sebesar Rp 340 juta dengan rincian Rp 180 juta untuk korban, Rp 150 juta untuk penyelesaian perkara di Polres, Rp 10 juta untuk pemulihan nama baik untuk media.

Atas permintaan Lukman pihak pondok menyanggupi dengan terlebih dahulu menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta dan sisanya akan dibayar lima hari kemudian.

Kini Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 368 ayat (2) KUHP atau Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP atau Pasal 45B Jo. Pasal 29 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana terakhir diubah dengan UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Sementara terkait kasus pencabulan yang dialami dua santriwati pondok, polisi telah menetapkan tersangka berinisial AMH (69) yang  tinggal di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang tak lain merupakan keluarga pemilik ponpes sebagai tersangka dalam kasus yang terjadi pada bulan September 2024 lalu di lingkungan ponpes itu.

Dalam melakukan aksi bejatnya, modus pelaku ingin mengajarkan tata cara Istinja atau membersihkan kotoran yang keluar dari kemaluan dan dubur setelah buang air kecil atau air besar.

Anehnya, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka polisi tak melakukan penahanan pada pelaku yang sudah melancarkan aksinya berkali-kali itu karena aladan pertimbangan usia dan polisi meyakini pelaku tidak akan melarikan diri karena keluarganya merupakan salah satu tokoh agama terkenal yang ada di Kota Batu.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.