untuk informasi lengkapnya bisa ditanyakan langsung ke Kejaksaan Agung, karena saat ini Kejaksaan Agung yang tangani kasus Chromebook

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Agung Republik Indonesia memeriksa mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Aidy Furqon di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) Kota Mataram terkait kasus Chromebook.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Selasa, membenarkan adanya pemeriksaan Aidy Furqon bersama sejumlah pejabat Dikbud NTB oleh pihak Pidana Khusus Kejagung RI tersebut.

"Iya, benar, hari ini, ada beberapa orang yang memberikan keterangan, tetapi bukan penyelidikan atau penyidikan oleh Kejati NTB, melainkan oleh Pidsus Kejagung yang tangani," katanya.

Dia menyebutkan Kejati NTB hanya memfasilitasi ruangan dan tempat untuk kegiatan pemeriksaan yang dilaksanakan pihak Kejagung RI.

"Jadi, untuk informasi lengkapnya bisa ditanyakan langsung ke Kejaksaan Agung, karena saat ini Kejaksaan Agung yang tangani kasus Chromebook," ujar dia.

Aidy Furqon yang ditemui setibanya di Gedung Kejati NTB membenarkan dirinya hadir menemui pihak kejaksaan atas adanya panggilan resmi.

"Iya, saya penuhi panggilan dulu ya," katanya setelah mengambil kartu pengenal berwarna merah muda sebagai penanda tamu bidang pidsus di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati NTB.

Dia turut membenarkan bahwa kejaksaan memanggil dirinya perihal kasus dugaan korupsi yang muncul dalam pengadaan Chromebook tahun 2019-2022 pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI di bawah penanganan Kejaksaan Agung RI.

Selain Aidy Furqon, Sekretaris Dinas Dikbud NTB Jaka Wahyana juga hadir di Kejati NTB. Ia mengaku datang bukan untuk memberikan keterangan, melainkan menyerahkan dokumen pengadaan Chromebook tahun 2022 sesuai permintaan jaksa.

"Saya mengantarkan dokumen DPA (dokumen pelaksanaan anggaran) tahun 2022 untuk Pak Aidy," kata Jaka.

Ada juga terlihat mantan pejabat pembuat komitmen bidang SMK pada Dinas Dikbud NTB yang mengaku memberikan keterangan. Dia menyatakan hal tersebut tanpa ingin diketahui nama.

Kejagung dalam penyidikan kasus ini telah menetapkan empat tersangka, yakni Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024, Jurist Tan (JT); konsultan teknologi di Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).

Tersangka berikutnya; Direktur Sekolah Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar, Sri Wahyuningsih (SW); dan Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Mulyatsyah (MUL).

Dalam penyidikan, Kejagung menyatakan telah menemukan indikasi pemufakatan jahat dalam pengadaan yang masuk program digitalisasi pendidikan Se-Indonesia dengan mengarahkan pengadaan berbasis sistem operasi Chrome, bukan menggunakan sistem operasi Windows sesuai rekomendasi awal dari tim teknis.

Akibat adanya perubahan tersebut, pelaksanaan program diduga berjalan tidak sesuai tujuan hingga muncul kerugian total loss sesuai nilai pengadaan Rp1,9 triliun.