Darsono, Pria Pati yang Kelak Menjadi Wakil Ketua PKI Pertama
Moh. Habib Asyhad August 14, 2025 11:34 AM

Darsono lahir dari keluarga ningrat Jawa. Karena ketertarikannya pada ide-ide sosialisme, dia kemudian gabung dan menjadi wakil ketua PKI yang pertama.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Kabupaten Pati telah melahirkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah pergerakan nasional. Salah satu di antaranya adalah Darsono, yang kelak dikenal sebagai Wakil Ketua PKI pertama.

Nama lengkapnya, Raden Darsono Notosudirdjo. Lahir di Pati pada 1897. Dia adalah salah satu orang pintar dalam sejarah Partai Komunis Indonesia pertama. Dia juga salah satu pendiri partai yang kemudian memberontak pada 1926 itu.

Darsono adalah keuturnan bangsawan Jawa yang terpihat dengan ide-ide sosialisme. Ide itu dianggapnya bisa membantu pribumi terlepas dari kesengsaraan yang ditimbulkan pemerintah kolonial Belanda.

Karier politiknya dimulai sejak dia bertemu dengan Semaun. Orang terkakhir inilah yang kemudian membawanya masuk Sarekat Islam Semarang yang kemudian menjadi cikal-bakal Partai Komunis Indonesia.

Karena dinilai terlalu agresif dalam mengorganisir pemogokan dan menyebarkan pesan komunis, dia diusir oleh Belanda dari Indonesia. Darsono baru kembali ke Tanah Air setelah Indonesia merdeka. Tapi setelah itu dia tidak lagi terafiliasi dengan PKI dan berkarier di kementerian.

Raden Darsono Notosudirdjo lahir pada 15 November 1897, di Pati, Jawa Tengah. Dia adalah putra anggota kepolisian di Kota Pati. Setelah menamatkan sekolah dasar untuk anak-anak Eropa, Darsono melanjutkan pendidikannya ke sekolah pertanian di Sukabumi, Jawa Barat.

Dia semoat mengajar pertanian di Bojonegoro, Jawa Timur, dan bekerja di perkebunan tebu. Pengalaman itulah yang membuatnya sadar betul kondisi para petani yang terjerat kemiskinan sekaligus sistem sosial yang buruk akibat penjajahan Belanda.

Setelah gagal melanjutkan pendidikan di sekolah dokter hewan, Darsono meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke Semarang. Di Semarang, Darsono mulai tertarik dengan ide-ide sosialisme, terutama setelah menghadiri persidangan Henk Sneevliet pada 1917.

Sneevliet adalah seorang tokoh komunis Belanda yang membawa ide komunisme ke Indonesia. Pada 1914, Sneevliet dan rekannya serta serikat buruh kereta api dan trem, Vereeniging Voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), mendirikan Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV), oraganisasi cikal bakal PKI.

Tindakan agresif Sneevliet dalam mengkritik pemerintah kolonial serta menyebarkan propaganda agar para buruh dan kalangan pekerja melakukan aksi mogok kerja, membuatnya ditangkap bersama sejumlah tokoh ISDV. Darsono begitu mengagumi ide-ide Sneevliet, yang dianggapnya mau berkorban demi memihak pribumi.

Di persidangan Sneevliet, Darsono juga bertemu dengan Semaun, Ketua Sarekat Islam cabang Semarang dan tokoh ISDV. Tak hanya mengajak gabung ISDV dan SI Semarang, Semaun juga mengajak Darsono gabung dalam Sinar Djawa, surat kabar SI Semarang.

Lewat surat kabar inilah Darsono dan rekan-rekannya aktif melancarkan kritik kepada pemerintah kolonial untuk membela hak-hak buruh pribumi. Darsono yang terkenal kritis dan progresif itu pun dipenjara oleh pemerintah kolonial.

Keluar dari penjara, bukannya tobat, Darsono menjadi menjadi-jadi. Bersama tokoh PKI lainnya seperti Alimin dan Semanun, dia terus memperluas dan memperkuat jejaring sosialismenya. Aktivitasnya di ISDV yang kerap bertentangan dengan para tokoh Sarekat Islam, memicu perselisihan hingga akhirnya perpecahan organisasi.

Darsono bahkan menulis serangkaian artikel yang mengkritik pemimpin terkemuka SI, termasuk Abdul Muis dan H.O.S. Tjokroaminoto. Di ISDV, Darsono dan Semaun menjadi penggerak utama organisasi ini setelah Sneevliet dan tokoh-tokoh Belanda lainnya diusir dari Indonesia yang dinilai membahayakan pemerintah kolonial, karena ide-ide Marxis dan komunisme dianggap sebagai antitesis dari kolonialisme dan kapitalisme.

Seiring waktu, para tokoh ISDV di Eropa kemudian mengusulkan supaya ISDV mengikuti jejak organisasi komunis di Belanda yang mulai menggunakan nama Partai Komunis Belanda. Pada Kongres VII ISDV pada 23 Mei 1920, ISDV kemudian secara nyata menjadi Perserikatan Komunis Hindia Belanda (PKH), meski masih menggunakan statuta organisasi ISDV.

Walau masih menggunakan nama Perserikatan Komunis Hindia Belanda, pada 23 Mei 1920 dianggap sebagai momen berdirinya PKI dan penetapan Semaun menjadi pemimpin PKI pertama sementara Darsono sebagai wakilnya.

Pada tahun berikutnya, Darsono melakukan perjalanan ke Eropa Barat untuk mewakili kepentingan PKH. Darsono tercatat pernah mewakili PKH pada Kongres Komintern ketiga di Moskwa, bekerja untuk Komintern di Berlin, dan menjadi pembicara pada kongres Partai Komunis Belanda di Groningen.

Pada 1922, Darsono kembali ke Moskwa. Di Indonesia, nasibnya terus didiskusikan oleh para pejabat kolonial. Banyak yang mengusulkan bahwa dia harus diperlakukan sama seperti Semaun, tidak diizinkan masuk kembali ke Indonesia. Tapi dia berhasil masuk kembali ke Indonesia pada tahun 1923.

Darsono terus diawasi dan menjadi incaran para pejabat Belanda serta Gubernur Jenderal, sebagaimana Sneevliet dulu. Ketika itu SI sudah resmi pecah jadi dua: SI Putih yang dimotori H.O.S. Tjokroaminoto bersama Agus Salim dan SI Merah yang berideologi komunis di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.

Selama 1923-1924, mereka aktif berkampanye untuk memperkuat ideologi organisasi, baik di cabang-cabang PKH ataupun Sarekat Rakyat (SR). Kursus teori Marxis, indoktrinasi, dan propaganda dilakukan oleh sekolah-sekolah SI Merah, yang berubah nama menjadi Sekolah Rakyat pada April 1924.

Pada tahun itulah nama PKH diubah menjadi PKI. Meski tergolong sebagai tokoh komunis yang relatif moderat, karena tidak mau menggunakan teror atau metode kekerasan lainnya, Darsono akhirnya dideportasi oleh pemerintah kolonial pada tahun 1926. Setelah kepergian Darsono, yang menuju Uni Soviet, PKI menjadi jauh lebih radikal.

Di Uni Soviet, Darsono bekerja untuk Komintern selama beberapa tahun, bahkan terpilih sebagai anggota alternatif Komite Eksekutif Komunis Internasional pada tahun 1928. Saat pemberontakan PKI 1926 berujung pada kegagalan itu Darsono sebenarnya masih mengupayakan bantuan.

Tapi upayanya tidak menemui titik terang dan hubungannya dengan PKI perlahan terputus. Pada tahun 1929, Darsono mencalonkan diri untuk sebuah jabatan dalam Partai Komunis Belanda. Setelah dikeluarkan dari Komintern pada tahun 1931, dia sempat berada di Berlin, Jerman. Pada akhir 1930-an, Darsono menetap di Amsterdam, belanda.

Setelah dua dekade lebih melanglang buana di Eropa, Darsono baru kembali ke Tanah Air pada tahun 1950. Saat itu, dia sama sekali sudah tidak dekat lagi dengan PKI. Darsono menjadi penasihat di Kementerian Luar Negeri Indonesia sampai tahun 1960. Pada tahun 1976, Darsono meninggal dunia di Semarang, dalam usia 79 tahun.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.