Jakarta (ANTARA) - Di tengah semaraknya persiapan perayaan Kemerdekaan Indonesia, ada bangsa lain yang masih berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan mereka – Palestina, yang keberadaannya seperti saudara bagi negeri ini.
Sejarah mencatat, Palestina sudah menunjukkan solidaritas mereka terhadap Indonesia jauh sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Palestina mengakui kedaulatan Indonesia pada 1944.
Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dan seorang saudagar kaya Palestina Muhammad Ali Taher menyiarkan dukungan rakyat Palestina untuk kemerdekaan Indonesia melalui siaran radio dan media berbahasa Arab pada 6 September 1944.
Dukungan kedua tokoh tersebut tidak berhenti di sana, mereka juga aktif melobi negara-negara di kawasan Timur Tengah yang berdaulat untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Dukungan moral tersebut menjadi bagian dari jaringan solidaritas global yang membantu mengukuhkan posisi diplomasi Indonesia di mata dunia, dan sekarang saatnya giliran Indonesia untuk menjaga ingatan sejarah itu.
UUD 1945: Janji yang mengikat
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama berbunyi: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat tersebut berlaku tidak terbatas pada bangsa Indonesia saja, tetapi juga berlaku untuk segala bangsa, yang berarti UUD 1945 mengamanatkan sikap anti-penjajahan dalam konteks global, termasuk Palestina.
Pembukaan UUD 1945 tersebut merupakan sebuah janji moral yang harus ditepati tidak hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk bangsa-bangsa lain yang masih terbelenggu penjajahan, dan Palestina merupakan ujian nyata dari janji tersebut.
Mandat konstitusi itu memberikan arah dan landasan moral bagi Indonesia di dunia internasional, yang kemudian diterjemahkan sebagai politik luar negeri “bebas aktif”, yang merupakan perwujudan langsung amanat UUD 1945.
Dukungan Indonesia terhadap Palestina
Dukungan Indonesia terhadap Palestina merupakan bentuk nyata dari amanat UUD 1945, karena Palestina masih berada dalam situasi pendudukan dan belum meraih kedaulatan penuh atas negaranya sendiri.
Indonesia tidak pernah membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk konsistensi terhadap amanat UUD 1945, dan mengakui Negara Palestina secara resmi pada 1988 setelah Palestina memproklamasikan kemerdekaannya.
Indonesia pun turut menyuarakan perjuangan Palestina di berbagai forum internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan Gerakan Non-Blok.
Selain itu, Indonesia juga mendirikan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang dibangun dan dikelola oleh MER-C dengan dukungan dana dari rakyat Indonesia, dan memberikan bantuan logistik darurat saat konflik, termasuk obat-obatan, makanan, tenda, dan perlengkapan medis.
Indonesia juga memberikan dukungan pengembangan kapasitas sumber daya manusia untuk Palestina, seperti pemberian beasiswa untuk pelajar Palestina untuk belajar di universitas di Indonesia, serta kerja sama pembangunan di sektor kesehatan, pendidikan, dan pertanian melalui program South-South and Triangular Cooperation (SSTC).
Baru-baru ini, Pemerintah Indonesia sepakat untuk mengirimkan bantuan beras sebanyak 10 ribu ton untuk Gaza dan sepakat untuk menyediakan lahan di Indonesia seluas 10 ribu hingga 20 ribu hectare untuk dikelola bersama Palestina agar dapat menjamin suplai pangan bagi rakyat Palestina.
Kemerdekaan untuk Palestina
Indonesia menyerukan kepada komunitas internasional bahwa sudah tiba waktunya untuk mewujudkan Solusi Dua Negara yang berdasarkan hukum internasional dan perbatasan 1967 serta resolusi PBB yang relevan untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel.
Hal itu ditunjukkan dengan semakin banyaknya gerakan dari rakyat di negara-negara di dunia menuntut pemerintah negara mereka masing-masing untuk menekan Israel agar menghentikan serangan brutal mereka di Gaza, dan mengakui Negara Palestina.
Mengakui Palestina bukanlah sebuah bantuan, melainkan sebuah kewajiban berdasarkan hukum internasional, karena mengakui Palestina berarti memperjuangkan keadilan, mempercayai Piagam PBB, serta menyeimbangkan persaingan diplomatik.
Hanya dengan mewujudkan Negara Palestina yang kuat dan bersatu dengan kendali penuh atas wilayah dan institusinya, maka Israel dapat benar-benar diterima sebagai tetangga yang damai di Timur Tengah yang aman.
Karena tekanan dari rakyat dan semakin brutalnya serangan Israel ke Gaza, negara-negara Barat seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan Slovenia menyatakan bahwa mereka mengakui Negara Palestina.
Langkah yang sama juga dilakukan oleh Prancis, di mana mereka akan mengakui Negara Palestina dalam Sidang Umum PBB pada September 2025, juga Inggris meski mereka mengatakan akan melakukan hal tersebut dengan syarat.
Layaknya domino, negara-negara lainnya seperti Kanada, Jepang, Australia, Selandia Baru juga akan mengakui Negara Palestina pada September nanti, meski AS masih belum melakukan hal yang sama.
Negara-negara yang telah dan akan mengakui Negara Palestina itu mulai menekan asosiasi yang berkaitan dengan mereka, seperti Irlandia yang meminta Uni Eropa untuk menangguhkan perjanjian Uni Eropa dengan Israel dan menuntut Uni Eropa untuk segera melakukan tindakan nyata guna menghentikan tindakan Israel di Gaza.
Prancis, bekerja sama dengan Arab Saudi, pun menyelenggarakan konferensi internasional mengenai implementasi solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel Itu menegaskan bahwa solusi dua negara merupakan satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan.
Indonesia juga masih dapat membantu perjuangan Palestina di forum internasional dengan mengintensifkan lobi di PBB dan menggalang dukungan resolusi yang menekan Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum untuk mendorong pengakuan Negara Palestina secara penuh.
Salah satunya adalah dengan menginisiasi resolusi PBB yang mirip dengan Resolusi 377 A Majelis Umum PBB yang berjudul "Bersatu untuk Perdamaian", begitu menurut pengamat hubungan internasional Hikmahanto Juwana.
Resolusi itu diperuntukkan jika anggota tetap Dewan Keamanan PBB gagal bertindak untuk menjaga keamanan dan perdamaian internasional karena kurangnya suara bulat di antara anggota tetap tersebut.
Resolusi tersebut menyatakan bahwa jika hal itu terjadi, maka Majelis Umum akan segera mempertimbangkan masalah tersebut dan dapat mengeluarkan rekomendasi yang tepat kepada anggota PBB untuk langkah-langkah kolektif, termasuk penggunaan kekuatan bersenjata bila diperlukan, guna menjaga atau memulihkan keamanan dan perdamaian internasional.
Palestina pernah berdiri bersama Indonesia pada awal perjalanan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional atas kemerdekaan Indonesia. Sekarang adalah waktunya Indonesia berdiri di garda terdepan mendukung kemerdekaan Palestina, yang sesuai dengan amanat UUD 1945: kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.