Fenomena 'Johatsu', saat Ribuan Warga Jepang Pil Menghilang Tanpa Jejak
GH News August 19, 2025 06:10 PM
Jakarta -

Setiap tahun, ada sekitar 70 ribu hingga 90 ribu warga Jepang yang dilaporkan hilang. Meski mayoritas di antaranya berhasil ditemukan, ada beberapa orang yang tetap menghilang tanpa jejak sedikitpun.

Mereka bahkan merekayasa jejak atau hari-hari terakhir sebelum menghilang dengan segala skenario. Kelompok ini yang kemudian dikenal sebagai johatsu, arti dari 'melenyap' di Jepang, atau orang-orang yang menghilang dan berharap tidak pernah ditemukan.

Istilah ini pertama kali digunakan pada 1960-an. Mulai populer di publik pada 1967 setelah dirilisnya film pseudo-dokumenter karya Shohei Imamura, A Man Vanishes, yang mengisahkan hilangnya seorang tenaga penjualan dari Niigata secara tiba-tiba. Pada 1970-an, kata ini umum digunakan di media untuk menggambarkan orang-orang yang ingin melarikan diri dari kesulitan hidup sehari-hari. Misalnya, stres di tempat kerja, atau pernikahan tidak bahagia.

Dikutip dari The Guardian, setelah gelembung ekonomi Jepang meletus pada 1990-an dan semakin banyak orang terjerat utang, fenomena ini juga terus meluas. Pada 1994, Masanori Kashimura menerbitkan buku berjudul 'The Complete Manual of Disappearance' untuk memberikan nasihat tentang cara memulai hidup baru dari nol.

Ada banyak alasan mengapa seseorang memutuskan untuk menghilang. Ada yang melarikan diri dari rentenir, sementara yang lain melarikan diri dari hubungan yang abusif, dari penguntit, atau atasan yang represif.

Adapula yang melarikan diri dari rasa malu akibat bisnis yang gagal atau reputasi hancur. Dalam film dokumenter mereka, Johatsu: Into Thin Air, yang dirilis November 2024, sineas Jerman Andreas Hartmann dan sutradara Jepang Arata Mori menggali gejolak yang dihadapi orang-orang yang menghilang, serta penderitaan mereka yang ditinggalkan.

Terungkap bahwa ada beberapa kasus, seperti yang dialami seorang pria di Jepang saat berkonflik dengan kekasih. Ia kerap gemetar ketakutan, karena tidak mampu menghadapi pasangan posesif, hingga akhirnya berhasil melarikan diri.

Ada juga sepasang suami istri, yang namanya tidak disebutkan, tinggal di kamar kosong di sebuah hotel cinta antah berantah. Mereka melarikan diri dari rumah setelah terus-menerus diancam oleh bosnya. Menurut pasangannya, setiap kesalahan yang mereka buat dihukum dengan denda, berarti mereka tidak pernah yakin berapa gaji yang akan mereka terima.

"Mendengarkan cerita mereka saja sudah traumatis," demikian kesaksian salah satu warga Jepang, dikutip dari Tokyoweekender.

"Kita sering mendengar tentang perusahaan-perusahaan gelap di Jepang, tetapi biasanya di perusahaan besar, di mana orang-orangnya bekerja terlalu keras. Saya belum pernah mendengar hal seperti ini sebelumnya, saat para pekerja dipaksa membayar. Hal itu jelas mengganggu psikologis mereka, dan bahkan sekarang, mereka tidak bisa meninggalkan hotel cinta itu, jadi mereka seperti berada di penjara."

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.