Nasib Yayat Tukang Las di Cirebon Penghasilan Rp120 Ribu Bayar PBB Rp2,3 Juta Naik 1000 Persen
Sarah Elnyora Rumaropen August 20, 2025 04:32 AM

SURYAMALANG.COM, - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 1.000 persen di Kota Cirebon, Jawa Barat membuat Yayat seorang tukang las merasa tertekan. 

Pria 45 tahun itu menjelaskan kenaikan PBB melesat lima kali lipat dari ratusan ribu jadi jutaan rupiah membuatnya tidak sanggup membayar. 

Sebagai tukang las, penghasilan Yayat sehari hanya Rp120 ribu, namun PBB yang harus dibayarkan mencapai Rp2,3 juta. 

Yayat tinggal di Jalan Raya Ahmad Yani nomor 45, Kelurahan Pegambiran, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

"Saya tinggal di Pegambiran, pinggir bawah jalan layang" ucapnya, Selasa (19/8/2025).

Yayat menjelaskan, tingginya PBB yang harus dibayarkan tidak luput dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan kepada rumahnya. 

"Pinggir jalan (red-rumah Yayat), cuma ini bisa muncul Rp 2 juta sekian itu karena NJOP-nya rumah saya dihargain Rp 1,2 miliar,” ucapnya.

Secara sederhana, NJOP adalah nilai rata-rata yang ditetapkan oleh negara sebagai dasar untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayar oleh pemilik properti setiap tahun.

NJOP ini bukan harga jual pasar dari properti tersebut, tetapi merupakan nilai yang digunakan untuk tujuan perpajakan.

Yayat menilai, penetapan NJOP tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

Pada kasus lain, Yayat mencontohkan, rumah tetangganya yang dijual Rp700 juta saja hingga kini tidak laku.

“Rumah saya dihargain Rp1,2 miliar, saya bilang ke pegawai BPKBD, silakan bapak yang beli" ucapnya. 

"Enggak usah ditambahin embel-embel jual beli lah, sesuai dengan NJOP. Tapi mereka enggak bisa jawab, diam saja,” jelasnya.

Yayat menambahkan, kenaikan NJOP di sepanjang Jalan Ahmad Yani terlalu dipukul rata, tanpa mempertimbangkan kondisi produktivitas lahan.

“Orang kan kalau rumah pinggir jalan katanya produktif, tapi saya enggak produktif. Ada mobil berhenti, mobil lewat malah macet" paparnya. 

"Sedangkan ini dipukul rata dari 3 Berlian sampai ke Terminal, mahal semua,” jelas Yayat.

Penghasilan Rp120 Ribu

Dengan penghasilan harian rata-rata Rp120.000, Yayat mengaku keberatan setelah tagihan PBB rumahnya melonjak drastis hingga lebih dari lima kali lipat.

“Ya soal kenaikan PBB, saya merasa berat sekali ya dengan penghasilan saya sebagai tukang las yang sehari cuman Rp120.000 belum potong uang makan,” ujar Yayat.

Menurut Yayat, tagihan PBB yang ia terima melalui SPPT naik dari Rp380 ribu menjadi Rp2,3 juta.

Setelah ada kebijakan stimulus, tagihan itu memang turun menjadi Rp1,7 juta, namun tetap dinilai memberatkan.

 “Itu bagi saya yang pekerja buruh lepas harian kan merasa terbebani" kata Yayat.

Sampai saat ini, Yayat mengaku belum bisa membayar PBB tersebut.

Selain karena sistem kerjanya harian, Yayat juga harus memprioritaskan kebutuhan keluarga.

“Kerja kita kan bukan terima duit bulanan, diterima uang mingguan" ungkapnya. 

"Jadi ya kalau mau bayar yang segitu harus ngumpulin dulu, sedangkan anak ada yang sekolah,” ujarnya.

PBB Naik 1000 Persen

Kenaikan PBB di Kota Cirebon sebelumnya menuai protes dari warga karena mencapai 1.000 persen di beberapa titik.

Pemerintah Kota Cirebon menyebut hal itu akibat penyesuaian NJOP yang sudah belasan tahun tidak diperbarui.

Meski demikian, DPRD Kota Cirebon memastikan revisi Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang PBB akan dimasukkan dalam Prolegda 2025, dengan target pengesahan September mendatang.

Revisi itu salah satunya menurunkan tarif dasar dari 0,5 persen menjadi maksimal 0,3 persen.

Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, juga berjanji akan menurunkan tarif PBB mulai 2026, meski tahun ini pemerintah hanya bisa memberikan diskon pembayaran sebesar 50 persen.

“Kami sedang mengupayakan penurunan tarif yang dikeluhkan masyarakat Kota Cirebon pada tahun 2026 nanti" ucap Edo.

"Kalau dipaksakan harus sekarang, nanti merubah semua rancangan APBD,” jelasnya. 

Sementara itu, Paguyuban Pelangi Cirebon meminta pemerintah melibatkan masyarakat sebelum keputusan final disahkan.

“Kami menyambut baik rencana perubahan faktor pengali PBB tapi jangan tiba-tiba diketok palu tanpa melibatkan masyarakat" urai Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati.

"Kami ingin diajak bicara soal substansi PBB yang logis,” imbuhnya.

Penghapusan Tunggakan PBB dari Dedi Mulyadi

Terkait isu kenaikan PBB di Jawa Barat, Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jabar turut memberikan respons.

Dedi Mulyadi memberikan imbauan atau perintah kepada Wali Kota dan Bupati agar mengeluarkan kebijakan penghapusan tunggakan PBB untuk semua golongan.
 
Menurut Dedi Mulyadi, penghapusan tunggakan PBB itu dapat dikeluarkan Bupati atau Wali Kota melalui peraturan Bupati (Perbup) maupun peraturan Wali Kota (Perwal).
 
Dedi menjelaskan penghapusan PPB dari 2024 ke belakang bisa menjadi stimulus bagi masyarakat untuk lebih taat membayar pajak.

Implikasi penghapusan tunggakan PBB itu, kata Dedi, dapat meningkatkan pendapatan daerah di masa mendatang, bagi Kabupaten/Kota.

"Saya meyakini betul, bahwa imbauan itu akan diikuti oleh para Bupati/Wali Kota, karena pada akhirnya ketika dilaksanakan, pendapatannya itu bukan berkurang, tapi bertambah," ucapnya, dalam Rapat Paripurna Hari Jadi ke-75 Kabupaten Bekasi pada Jumat (15/8/2025).

Soal kelanjutan dari perintah penghapusan tunggakan PBB tersebut, Dedi Mulyadi mengklaim beberapa kepala daerah sudah mengikuti imbauannya.

"Secara umum sudah melaksanakan, Bogor sudah, Purwakarta sudah, Kuningan, Majalengka sudah melaksanakan," kata Dedi Mulyadi.

PBB ini adalah satu di antara jenis pajak daerah yang dikelola pemerintah kota atau kabupaten dan hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan di wilayah tersebut.

Dedi Mulyadi pun menyamakan program penghapusan tunggakan PBB tersebut dengan penghapusan denda dan tunggakan pajak kendaraan bermotor.

Sebab, mereka yang menunggak pajak apalagi bertahun-tahun cenderung tidak bayar.

"Mekanisme seperti penghapusan pajak kendaraan bermotor saja," katanya.

Kemudian, Dedi Mulyadi menegaskan konsekuensi jika ada Wali Kota atau Bupati yang tidak mengikuti perintah atau imbauannya soal PBB tersebut.

"Kita imbau untuk semua, kalau tidak mengikuti biar masyarakat yang menilai," ujarnya.

(TribunJabar.id/TribunJabar.id)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.