Royalti dan Pengakuan Lewat HAKI Beri Harapan bagi Musisi Jalanan
Acos Abdul Qodir August 20, 2025 04:32 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Musisi jalanan Indonesia kini memiliki peluang untuk mendapatkan pengakuan hukum dan royalti atas karya cipta mereka. Kementerian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham) memperluas akses terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), memungkinkan para seniman yang berkarya di ruang publik untuk mendaftarkan lagu ciptaan mereka secara resmi.

Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum sekaligus nilai ekonomi bagi karya musik yang selama ini lahir dari komunitas akar rumput. Musisi jalanan yang sebelumnya tidak terjangkau sistem royalti kini dapat mengklaim hak cipta dan menerima kompensasi atas penggunaan karya mereka.

Salah satu tokoh yang aktif mendorong gerakan ini adalah Willy Prakarsa, pencipta lagu dan Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI 98). Ia menyatakan bahwa langkah ini merupakan awal dari proses panjang menuju pengakuan yang lebih adil bagi musik rakyat.

“Ini bukan akhir, tapi awal dari kebangkitan musik rakyat. Saatnya kita rawat, kita dukung, dan kita banggakan,” ujar Willy Prakarsa dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025).

Gerakan ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), komunitas musisi, serta media lokal dan internasional. Proses dokumentasi dan rekaman karya musisi jalanan juga turut melibatkan sejumlah pemain band yang mendukung inisiatif ini.

Selain aspek hukum, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendorong pelestarian musik sebagai bagian dari identitas budaya nasional. Dengan keterlibatan lintas sektor, musik jalanan kini memiliki ruang untuk tumbuh dan dihargai secara lebih luas.

Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa royalti musik bukanlah pungutan negara, melainkan hak eksklusif milik pencipta lagu. 

“Dana yang dipungut itu nggak ada yang masuk ke pemerintah sama sekali, ini bukan pajak. Jadi 100 persen semua dana yang dikumpulkan yang namanya royalti, itu wajib disalurkan kepada yang berhak,” ujar Supratman  pada Jumat (8/8/2025).

Ia juga menekankan bahwa sistem ini merupakan bentuk penghormatan terhadap hak kreativitas individu. “Kalau teman-teman menciptakan sesuatu, pastinya ingin dihargai,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa pemutaran musik di ruang publik, termasuk oleh musisi jalanan, masuk dalam kategori penggunaan komersial. Oleh karena itu, karya mereka berhak mendapatkan perlindungan dan royalti melalui mekanisme yang sah.

“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial,” jelas Agung.

LKMN sebagai koordinator pengumpulan dan distribusi royalti, juga menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa pencipta lagu dari berbagai latar belakang, termasuk musisi jalanan, mendapatkan hak mereka. LMKN berwenang menarik royalti bahkan untuk pencipta yang belum tergabung dalam lembaga manajemen kolektif manapun.

Willy Prakarsa adalah tokoh publik Indonesia yang dikenal sebagai Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 1998 (JARI 98). Ia aktif mendorong perlindungan hukum bagi musisi jalanan melalui karya musik bertema sosial. Ia menggandeng pengamen dalam produksi album Gebrak Musik Nusantara 2024, sekaligus membuka ruang tampil dan advokasi hak cipta di berbagai forum publik.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.