TRIBUNNEWS.COM - Selama 13 tahun terakhir, PT Kereta Api Indonesia (KAI) konsisten menjaga kenyamanan dan kesehatan penumpang dengan menerapkan larangan merokok di seluruh rangkaian kereta, termasuk rokok elektrik.
Kebijakan ini didukung oleh regulasi nasional tentang kawasan tanpa rokok dan telah menjadi standar perjalanan yang bersih dan aman.
Namun, usulan mengejutkan datang dari anggota DPR RI Nasim Khan yang meminta adanya gerbong khusus bagi perokok di kereta jarak jauh.
Usulan ini memicu pro-kontra, termasuk penolakan dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming yang menilai fasilitas untuk kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita jauh lebih mendesak.
Di tengah komitmen KAI menciptakan transportasi sehat, wacana gerbong merokok justru membuka kembali perdebatan soal hak, kenyamanan, dan prioritas kebijakan publik.
PT KAI mulai menyosialisasikan larangan merokok selama sebulan penuh, dan mulai menjatuhkan sanksi tegas pada penumpang yang melanggar sejak 29 Februari 2012.
Larangan ini bukan sekadar kebijakan internal KAI, tetapi memiliki landasan hukum yang kuat, yaitu:
Regulasi
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Isi Pokok
Menetapkan angkutan umum sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Regulasi
Peraturan Bersama Menkes dan Mendagri Tahun 2011
Isi Pokok
Pedoman pelaksanaan KTR di ruang publik dan transportasi
Regulasi
PP No. 109 Tahun 2012
Isi Pokok
Pengamanan produk tembakau bagi kesehatan
Regulasi
Surat Edaran Menhub No. SE 29 Tahun 2014
Isi Pokok
Larangan merokok di dalam sarana angkutan umum, termasuk kereta api
Area yang Dilarang untuk Merokok di Kereta
Gerbong penumpang
Kereta makan
Bordes (sambungan antar gerbong)
Toilet
Semua ruang tertutup di dalam rangkaian kereta
Sanksi bagi Pelanggar
Penumpang yang ketahuan merokok akan diturunkan di stasiun terdekat tanpa kompromi.
KAI juga mencatat ratusan pelanggaran setiap tahun, dan terus melakukan sosialisasi melalui stiker, pengumuman, dan edukasi publik.
Rasionalisasi Larangan
Asap rokok mengganggu kenyamanan dan kesehatan penumpang lain
Puntung rokok merusak interior kereta dan berisiko menyebabkan kebakaran
KAI ingin menciptakan lingkungan transportasi yang sehat dan aman bagi semua pelanggan.
Dalam keterangan yang diterima Tribunnews pada Minggu (24/8/2025) ini, KAI Daerah Operasi 6 terus berkomitmen menghadirkan pelayanan perjalanan kereta api yang sehat, aman, dan nyaman bagi seluruh pelanggan.
Salah satu bentuk nyata komitmen tersebut adalah penerapan kebijakan larangan merokok di seluruh rangkaian kereta, termasuk di dalam toilet, bordes dan area tertutup lainnya.
Sejak tahun 2012 silam KAI telah konsisten menjadikan setiap perjalanan kereta api sebagai pengalaman yang bebas asap rokok, termasuk rokok elektrik.
Kebijakan ini bukanlah keputusan instan, melainkan hasil dari pertimbangan matang serta kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Feni Novida Saragih, Manager Humas Daop 6 mengatakan, aturan larangan merokok di atas kereta api yang diterapkan oleh KAI merupakan turunan dari peraturan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan diperkuat dengan Edaran Menteri Perhubungan SE 29 Tahun 2014.
“KAI Daop 6 Yogyakarta ingin memastikan bahwa setiap penumpang dapat menikmati udara bersih, sehat dan suasana perjalanan yang nyaman tanpa terganggu asap rokok. Dengan begitu, perjalanan kereta api bukan hanya aman, tetapi juga sehat dan menyenangkan,” ujar Feni.
Feni menambahkan, meskipun terdapat larangan merokok di atas kereta api, KAI masih menyediakan tempat khusus untuk merokok di dalam area stasiun, di titik-titik yang tidak berdekatan dengan penumpang umum yang bukan perokok.
KAI juga terus melakukan sosialisasi melalui pemasangan rambu larangan merokok di dalam kereta, agar pelanggan selalu mengingat pentingnya menciptakan lingkungan perjalanan yang bebas asap untuk kenyamanan dan keamanan bersama.
“Melalui komitmen ini, KAI yakin dapat mewujudkan perjalanan yang ideal dimana setiap pelanggan bisa merasa tenang, sehat, dan selamat sepanjang perjalanan, tanpa asap rokok,” pungkas Feni.
Sebelumnya Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Nasim Khan menjadi perbincangan publik usai mengusulkan adanya gerbong kereta khusus untuk tempat merokok pada rangkaian kereta jarak jauh.
Usai pernyataan dalam rapat dengar pendapat di DPR bersama PT Kereta Api Indonesia (Persero) ini berujung viral, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan bahwa fakta di lapangan, banyak mereka yang mau merokok terpaksa sembunyi-sembunyi, seperti di dalam toilet, sambungan gerbong atau ke peron ketika kereta berhenti.
"Faktanya, di lapangan, masih ada yang merokok sembunyi-sembunyi di toilet atau sambungan gerbong, keluar stasiun, area publik dan itu lebih berbahaya. Dengan adanya ruang khusus, justru bisa lebih aman dan tertib," kata Nasim kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).
Ia menyatakan, usulannya tersebut adalah suara aspirasi masyarakat dan penumpang perokok yang tidak terakomodasi.
Nasim cuma mau para pemangku kebijakan mendengar aspirasi ini dan mencari titik temu agar hak dan kenyamanan penumpang sama-sama terjaga.
“Usulan terkait adanya ruang atau gerbong khusus merokok di kereta muncul dari keluhan penumpang perokok yang merasa tidak terakomodasi."
"Saya bukan sedang membela rokok, tetapi ingin mencari titik temu agar hak dan kenyamanan semua penumpang tetap terjaga," katanya.
Legislator PKB ini berharap usulannya bisa ditinjau sebagai wacana jangka panjang atau uji coba terbatas pada beberapa rute kereta jarak jauh.
"Usulan ini bisa saja ditinjau sebagai wacana jangka panjang atau bahkan diuji coba secara terbatas di beberapa rute jarak jauh."
"Intinya, saya ingin menegaskan bahwa DPR terbuka terhadap aspirasi masyarakat dan selalu mencari solusi terbaik bagi kepentingan publik," pungkas dia.
Sementara itu, Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming merespon soal usulan kontroversi anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan agar PT KAI menyediakan gerbong khusus perokok pada kereta jarak jauh.
Gibran mengatakan dalam merumuskan sebuah kebijakan, termasuk di dalam kereta, perlu ada skala prioritas yang jelas sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
"Dalam perumusan perumusan sebuah kebijakan ya, itu ada yang namanya skala prioritas," kata Gibran di stasiun Solo Balapan, Solo, Jawa Tengah, Minggu, (24/8/2025).
Gibran mengatakan apabila PT Kereta Api memiliki anggaran yang cukup maka sebaiknya digunakan untuk meningkatkan fasilitas bagi kelompok rentan.
Menurutnya penyediaan fasilitas kelompok rentan lebih mendesak ketimbang, menyediakan fasilitas untuk merokok.
"Jika ada ruang fiskal, ya kalau pendapat saya pribadi, lebih baik diprioritaskan untuk misalnya ibu hamil, ibu menyusui, balita, lansia, kaum difabel," katanya.
Gibran mengatakan prioritas sekarang ini adalah ruang laktasi di gerbong, serta toilet yang memadai. Sehingga kata Wapres ibu-ibu bisa mengganti popok bayi di kereta dengan lebih nyaman.
"Saya kira itu lebih prioritas. Sekali lagi, dalam perumusan sebuah kebijakan ada skala prioritasnya," pungkasnya.