TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Tersangka kasus korupsi bantuan sosial (bansos) beras tahun 2020, Edi Suharto, menyebut mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas proyek yang kini menyeretnya ke meja penyidikan.
Pernyataan itu disampaikan Edi usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8/2025) malam.
“Saya diperintahkan langsung oleh Menteri Sosial Juliari Batubara untuk melaksanakan program bansos beras. Saya difitnah dan dikorbankan,” ujar Edi, yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Pemberdayaan Sosial (Dayasos) Kemensos.
Penasihat hukum Edi, Faizal Hafid, turut memperkuat klaim tersebut.
Ia menegaskan bahwa kliennya hanya menjalankan perintah struktural dari pimpinan kementerian dan kini merasa dijadikan kambing hitam.
“Beliau hanya menjalankan tugas sebagai bawahan. Sekarang justru difitnah dan dikambinghitamkan,” kata Faizal.
Faizal menyebut pihaknya telah menyerahkan sejumlah data dan informasi tambahan kepada penyidik KPK untuk memperjelas posisi hukum Edi dalam kasus ini.
Sementara itu, KPK menyatakan pemeriksaan terhadap Edi Suharto dilakukan untuk mendalami dugaan penggelembungan harga dalam proyek bansos beras.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan penyidik tengah menelusuri selisih harga barang dan biaya transportasi yang dianggap tidak wajar.
“Kami ingin mengetahui berapa patokan harga dari pihak Kemensos, karena ada indikasi perbedaan harga yang signifikan,” ujar Asep.
Ia menyayangkan adanya pihak-pihak yang justru mencari keuntungan pribadi di tengah krisis pandemi, saat masyarakat sangat membutuhkan bantuan.
Kasus korupsi bansos beras untuk Program Keluarga Harapan (PKH) tahun anggaran 2020 ini merupakan pengembangan baru dari penyidikan KPK.
Selain Edi Suharto, dua nama lain juga telah ditetapkan sebagai tersangka: Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (Presdir PT Dosni Roha Indonesia/DNR) dan Kanisius Jerry Tengker (Dirut PT Dosni Roha Logistik).
Tak hanya individu, dua korporasi yakni PT Dosni Roha Indonesia dan PT Dosni Roha Logistik juga ditetapkan sebagai tersangka.
Kerugian negara akibat kasus ini ditaksir mencapai Rp200 miliar dari total nilai proyek sekitar Rp336 miliar.
Untuk mendukung kelancaran penyidikan, KPK telah menetapkan status cegah ke luar negeri terhadap para tersangka.