Presiden Prabowo menganugerahi sejumlah tokoh dengan Bintang Mahaputera Utama. Di antaranya adalah Mayor Teddy, Fadli Zon, dan Haji Isam.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Presiden Prabowo memberi gelar Bintang Mahaputera Utama kepada beberapa tokoh. Di antaranya adalah Fadli Zon, Haji Isam, dan Mayor Teddy.
Apa itu gelar Bintang Mahaputra Utama?
Gelar itu diberikan saat upacara penganugerahan tanda kehormatan Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/8). Teddy diberi karena dinilai memiliki kontribusi besar di bidang pemerintahan dan pelayanan publik. Lalu untuk Haji Isam karena kontribusinya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui bisnisnya yang menciptakan banyak lapangan kerja. Fadli Zon mendapatkan gelar itu karena karena dianggap berjasa dalam bidang kebudayaan dan politik lewat pelestarian sejarah serta literasi.
Mengutip laman Kementerian Sekretariat Negara, Bintang Mahaputera Utama adalah salah satu kelas dalam tanda kehormatan Bintang Mahaputera, sebagiamana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010. Tanda kehormatan merupakan penghargaan negara yang diberikan oleh presiden kepada individu, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara.
Bentuk tanda kehormatan ini bisa berupa Bintang, Satyalancana, dan Samkaryanugraha.
Untuk tanda kehormatan bintang, terdiri atas bintang sipil dan bintang militer. Bintang sipil terdiri atas 7 bintang, yaitu:
1. Bintang Republik Indonesia
2. Bintang Mahaputera
3. Bintang Jasa
4. Bintang Kemanusiaan
5. Bintang Penegak Demokrasi
6. Bintang Budaya Parama Dharma
7. Bintang Bhayangkara.
Bintang Mahaputera merupakan tanda kehormatan tertinggi setelah tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia. Bintang Mahaputera sendiri terdiri atas lima kelas, yaitu:
1. Bintang Mahaputera Adipurna
2. Bintang Mahaputera Adipradana
3. Bintang Mahaputera Utama
4. Bintang Mahaputera Pratama
5. Bintang Mahaputera Nararya
Sebagai informasi, Bintang Mahaputera berpita selempang untuk semua Adipurna dan Adipradana. Sementara, untuk Utama, Pratama, dan Nararya, berpita kalung. Selain itu, tanda kehormatan tersebut dilengkapi dengan Patra, yang dipakai di dada sebelah kiri pada saku baju di bawah kancing.
Bintang Mahaputera juga dilengkapi dengan miniatur yang dipakai pada lidah baju atau pakaian resmi dan disusun satu deretan berjajar atau berhimpit dari kanan ke kiri.
Meski begitu, tanda jasa itu tidak bisa diwariskan. Artinya ahli waris tidak berhak memakai tanda kehormatan tersebut. Jika sekadar menyimpannya sih boleh-boleh saja.
Untuk memperoleh gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Hal ini tertuang dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, syarat umum untuk memperoleh tanda kehormatan ini adalah sebagai berikut:
1. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI
2. Memiliki integritas moral dan keteladanan
3. Berjasa terhadap bangsa dan negara
4. Berkelakuan baik
5. Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara
6. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Sementara itu, syarat khusus untuk memperoleh tanda kehormatan Bintang Mahaputera adalah:
1. Berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara
2. Memiliki pengabdian dan pengorbanan di bidang sosial politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara
3. Darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan internasional.
Menurut Pasal 33 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, setiap penerima gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara. Penghormatan dan penghargaan untuk penerima tanda jasa dan tanda kehormatan yang masih hidup dapat berupa:
1. Pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa
2. Pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala
3. Hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
Sementara, kewajiban dari penerima tanda jasa dan/atau tanda kehormatan yang masih hidup adalah:
1. Menjaga nama baik diri dan jasa yang telah diberikan kepada bangsa dan negara
2. Menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana tanda jasa dan/atau tanda kehormatan
3. Memberikan keteladanan dan menumbuhkan semangat masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan negara.
Penghormatan dan penghargaan untuk penerima tanda jasa dan tanda kehormatan yang telah meninggal dunia dapat berupa:
1. Pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta
2. Pemakaman dengan upacara kebesaran militer
3. Pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara
4. Pemakaman di taman makam pahlawan nasional Pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.
Ada mantan terpidana korupsi terima gelar Bintang Mahaputera
Salah satu sosok yang mendapat gelar Bintang Mahaputera adalah Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur Bank Indonesia. Dia mendapat gelar Bintang Mahaputera Adiprana.
Burhanuddin dinilai berjasa menjaga stabilitas moneter serta memperkuat sistem perbankan internasional. Dia juga dipandang sebagai ekonom yang ikut merumuskan kebijakan strategis di tengah dinamika ekonomi, baik global maupun domestik.
Yang bikin kontroversi, Burhanuddin Abdullah adalah mantan terpidana kasus korupsi. Pria 78 tahun itu pernahdivonis lima tahun penjara terkait perkara aliran dana Rp100 miliar Bank Indonesia kepada sejumlah mantan pejabat BI dan anggota DPR.
Burhanuddin adalah salah satu ekonom Indonesia yang perjalanan kariernya banyak dihabiskan di Bank Indonesia (BI). Pria kelahiran Garut, Jawa Barat, pada 10 Juli 1947 itu pernah menduduki posisi strategis di kabinet pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Dia juga pernah dipercaya menjabat Gubernur Bank Indonesia pada periode Mei 2003 hingga Mei 2008. Di luar negeri, Burhanuddin Abdullah pernah menjadi Gubernur untuk Indonesia di International Monetary Fund (IMF), Washington DC.
Di bank sentral, Burhanuddin memulai langkah sebagai staf di Bagian Kredit Produksi, Urusan Kredit Umum. Dari posisi tersebut, lulusan Universitas Padjadjaran dan Michigan State University ini terus menapaki berbagai jabatan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pada 1994–1995 dia dipercaya menjadi Kepala Bagian Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Internasional, Urusan Luar Negeri BI. Kariernya kemudian berlanjut sebagai Wakil Kepala Urusan Luar Negeri BI hingga Direktur Direktorat Luar Negeri BI.
Tentu itu karier yang cemerlang. Tapi nila setitik, rusak susu sebelanga. Burhanuddin terjerat kasus hukum. Tak main-main, itu kasus korupsi.Pada 2008, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonisnya lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan Burhanuddin bersama sejumlah deputi gubernur BI lain terbukti menyalahgunakan dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp100 miliar. Dana itu dialokasikan untuk bantuan hukum mantan pejabat BI, penyelesaian perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), hingga proses amendemen Undang-Undang BI.
Dalam putusan, hakim menyebut Burhanuddin tetap menyetujui penggunaan dana tersebut, meski dia mengaku sempat ragu dan lebih banyak bergantung pada pendapat sesama anggota dewan gubernur.
Setelah itu, Burhanuddin Abdullah masuk politik. Kariernya dimulai pada 2014, dia menduduki posisi Ketua Dewan Pakar Partai Gerindra. Perannya berlanjut pada Pemilu 2024. Burhanuddin dipercaya menjadi Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo–Gibran Rakabuming Raka.
Dia juga mendapat mandat sebagai Tim Inisiator Daya Anagata Nusantara (Danantara). Tidak berhenti di situ, kiprahnya kembali menempati posisi strategis. Pada 24 Juli 2024, Burhanuddin resmi ditunjuk sebagai Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT PLN (Persero), menggantikan Agus Martowardojo.