Di Malang, saat Agresi Militer Belanda I, ternyata ada 3 marinir yang menolak perintah atasan membakar kampung di dekat Pakisaji, Malang. Tentu saja ketiganya dihukum berat.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda ternyata masih berhasrat menguasai kemnali negara baru itu. Tapi tentu saja itu bukan perkara mudah, banyak penolakan dan perlawana di sana-sini dari pejuang-pejuang Indonesia.
Karena itulah Belanda kemudian melancarkan Agresmi Militer I. Mengutip Kompas.com, agresi militer dimulai pada 21 Juli 1947 dengan sasaran kota besar di Jawa, daerah perkebunan dan pertambangan. Tujuan Belanda melakukan serangan atas RI ialah penghancuran RI.
Untuk melakukan itu Belanda tidak dapat melakukan sekaligus, oleh karena itu pada fase pertama Belanda harus mencapai sasaran. Pada 30 Juli 1947, pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar agenda Dewan Keamanan PBB.
Itu diterima dan dimasukkan sebagai agenda dalam pembicaraan sidang Dewan Keamanan PBB. India membela RI karena solidaritas Asia terutama sesudah konferensi internasional di New Delhi pada Maret 1947 di mana Indonesia ikut serta.
Lagipula hubungan RI-India baik karena politik beras Syahrir (antara 1946-1947), yaitu Indonesia membantu India yang sedang dilanda kelaparan dengan mengirim beras sebanyak 700.000 ton. Dalam laporanya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa 30 Juli 1947 sampai 4 Agustus 1947 pasukan Belanda masih melakukan gerakan militer.
Setelah beberapa minggu tidak ada keputusan, akhirnya pada 25 Agustus 1947 usul AS diterima sebagai keputusan DK PBB. Usul AS adalah pembentukan Committee of Good Officer (Komisi Jasa-Jasa Baik) untuk membantu kedua belah pihak menyelesaikan pertikaian.
Atas dasar putusan DK PBB tersebut, pada 18 September 1947 Belanda memilih Belgia, RI memilih Australia, dan kedua negara memilih negara ketiga yaitu AS. Komisi jasa-jasa baik, selanjutnya disebut KTN (Komisi Tiga Negara), yang beranggotakan Dr. Frank Graham (AS), Paul Van Zeelan (Belgia), dan Richard Kirby (Australia).
Sebelum KTN terbentuk dan belum datang ke Indonesia, Belanda terus melakukan langkah-langkah yang merugikan RI. KTN mampu memaksa Belanda untuk mengadakan perundingan dengan Indonesia, yaitu Perundingan Linggarjati.
Selama ini, narasi yang beredar terkait agresi militer Belanda adalah pembantaian dan kekejian. Meski begitu, ternyata cerita-cerita humanis yang terselip di dalamnya. Seperti cerita tiga perwira marinir Belanda yang menolak membakar kampung Pakisaji di Malang pada 1947. Pembangkangan ketiganya tentu ada konsekuensinya.
Mengutip Historiek.net, tiga marinir menolak membakar sebuah kampung dekat Pakisaji di Jawa Timur pada tahun 1947, meskipun ada perintah dari atasan mereka. Menurut mereka, tindakan pembakaran itu semata-mata sebagai balas dendam terhadap warga sipil tak berdosa. Dan itu (pembakaran) tidak sesuai dengan prinsip moral mereka.
Sebagai akibatnya, ketiga marinir itu dijatuhi hukuman penjara yang berat, mereka ditahan hingga mendapat pengampunan dari Ratu Juliana pada 1949.
Malang Bumi Hangus
Salah satu peristiwa menarik seputar Agresi Militer Belanda I di Malang adalah peristiwa Malang Bumi Hangus yang terjadi pada 31 Juli 1947. Ketika Belanda hendak menyerang Malang, rakyat membakar kota tersebut sehingga bangunan-bangunannya tak bisa digunakan.
Sebelum Belanda menyerang Malang, Hamid Roesdi, pahlawan asal Pagak kelahiran 1911 berkeliling kota dan memerintahkan seluruh rakyat untuk membakar bangunan-bangunan Belanda di Malang. Pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan masyarakat Malang saling membantu menyelesaikan misi tersebut.
Setidaknya 1000 bangunan Belanda yang dimiliki pribumi pun tak lolos dari aksi pembakaran serempak tersebut. Balai Kota Malang juga termasuk ke dalam bangunan yang dibakar. Tindakan ini dilakukan guna mencegah kota diduduki kembali oleh penjajah.
Karena kantor pemerintahan dibakar, pemerintahan sementara dipindahkan ke Hotel Palace yang sekarang bernama Hotel Pelangi. Masyarakat Malang kemudian mengungsi ke daerah selatan seperti Tumpang, Wajak, Turen, Gondanglegi, Pakisaji, hingga Blitar dan daerah barat seperti Batu, Pujon, serta Ngantang.
Sementara itu, pemerintahan kota pindah ke Bantur. Pos pertahanan dibuat di Bululawang dengan rencana untuk merebut Malang kembali.
Dari aksi bumi hangus dan usaha mengungsikan tersebut, banyak masyarakat, pejuang dan tentara yang meninggal. Tidak hanya karena terkena peluru pasukan Belanda. Juga karena terbakar saat melakukan bumi hangus.
Pada 1949, Belanda kembali melancarkan Agresi Militer II. Malang memperoleh kemerdekaan pada 27 Desember 1949. Pemerintahan kota Malang juga dipindahkan ke gedung balai kota pada 2 Maret 1950.