Jakarta (ANTARA) - Direktur Komersial PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN periode 2016-2019 Danny Praditya didakwa melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan keuangan negara sebesar 15 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp246 miliar (kurs Rp16.400 per dolar AS) terkait kasus dugaan korupsi dalam jual beli gas antara PGN dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE) pada kurun waktu 2017–2021.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ni Nengah Gina Saraswati menjelaskan korupsi diduga dilakukan melalui kegiatan untuk memperoleh dana dari PT PGN dalam rangka menyelesaikan utang Isargas Group, padahal PT PGN bukan merupakan perusahaan pembiayaan.
"Kegiatan dilakukan dengan cara memberikan advance payment (pembayaran di muka) dalam kegiatan jual beli gas dan mendukung rencana akuisisi PT PGN dengan Isargas Group, padahal terdapat larangan jual beli gas secara berjenjang dan tidak ada due diligence (uji tuntas) atas rencana akuisisi tersebut," kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Akibat perbuatan korupsi Danny bersama-sama dengan Komisaris PT IAE periode 2006-2024 Iswan Ibrahim, terdapat beberapa pihak yang diperkaya sehingga merugikan negara, yakni Iswan sebagai pemilik manfaat PT IAE sebesar 3,58 juta dolar AS atau Rp58,71 miliar serta Komisaris Utama PT IAE Arso Sadewo sebesar 11,04 juta dolar AS atau Rp181,06 miliar.
Kemudian, diduga pula memperkaya mantan Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso sebesar 500 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp6,4 miliar (kurs Rp12.800 per dolar Singapura) serta Wakil Ketua Umum Bidang Kelautan dan Perikanan Kadin Indonesia Yugi Prayanto sebesar 20 ribu dolar AS atau Rp328 juta.
Adapun sidang dakwaan Iswan digelar setelah pembacaan surat dakwaan Danny. Atas perbuatannya, JPU mendakwa keduanya terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
JPU membeberkan kasus bermula pada sekitar tanggal 11 Agustus 2017 saat Danny mengadakan pertemuan dengan beberapa perusahaan distribusi dan niaga gas yang tergabung dalam Indonesia Natural Gas Trader Association (INGTA).
Pertemuan tersebut membahas rencana kerja sama pengelolaan wilayah jaringan distribusi atau wilayah niaga pengelolaan infrastruktur antara PGN dan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam INGTA.
Danny pun menawarkan konsep kerja sama skema Perusahaan Distribusi Lokal alias Local Distribution Company (LDC), termasuk akuisisi kepada Isargas Group, yang akan disampaikan terlebih dahulu penawaran tersebut kepada Iswan sebagai pemilik atau penerima manfaat Isargas Group.
Setelah penawaran kerja sama dan akuisisi PGN disampaikan dan dibahas, Iswan dan Arso menyetujui tawaran PGN, dalam pertimbangan pada saat itu Isargas Group dan perusahaan terafilisiasi, sedang memerlukan dana untuk membayar utang kepada pihak lain.
"Selain itu, Iswan dan Arso juga sepakat meminta bantuan Hendi untuk kelancaran mendapatkan dana dari PT PGN," tutur JPU menambahkan.
Selanjutnya pada 10 Oktober 2017, JPU mengungkapkan diadakan rapat membahas tindak lanjut kerja sama antara PGN dan Isargas Group.
Dalam pertemuan itu, Isargas Group menyatakan setuju untuk melakukan kerja sama dan menawarkan peluang akuisisi Isargas Group kepada PGN.
Disampaikan pula rencana kerja sama PGN dan Isargas Group melalui anak perusahaan, yaitu PT IAE, berupa kerja sama jual beli gas guna menambah pasokan PGN.
Namun demikian, disampaikan bahwa Isargas Group membutuhkan konfirmasi dari PT PGN terkait pemberian pembayaran uang di muka sebesar 15 juta dolar AS sebagai syarat untuk melakukan kerja sama dengan Isargas Group.
"Apabila bersedia, maka langkah selanjutnya adalah menawarkan kerja sama dengan skema Perjanjian Jual Beli Gas atau PJBG dan akuisisi Isargas Group," tutur JPU.
Atas pertemuan itu, disampaikan bahwa PGN bukan merupakan bank yang bisa memberikan kebijakan pembayaran di muka.
Tetapi menanggapi hal tersebut, Danny kembali menyampaikan kondisi Isargas Group yang sedang kesulitan membayar utang, sehingga membutuhkan pembayaran di muka, di mana nilai uang pembayaran di muka tersebut nanti akan dijadikan sebagai bagian dari pembelian akuisisi jika telah selesai proses uji tuntas dan akuisisi layak dilakukan.
"Atas penyampaian Danny tersebut, Direksi PGN menyetujui untuk dilakukan kerja sama jual beli gas dengan skema advance payment dan akuisisi antara PT PGN dengan Isargas Group," ucap JPU.