TRIBUNMANADO.CO.ID - Aksi demonstrasi yang dilakukan gabungan organisasi mahasiswa dan masyarakat di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara pada Senin 1 September 2025 diwarnai penangkapan terhadap beberapa peserta aksi.
Demo yang digelar sekitar pukul 10.00 Wita tersebut berakhir setelah dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian pada sektiar pukul 18.00 Wita.
Diduga sempat terjadi aksi represif dan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap beberapa peserta aksi.
Tindakan aparat ini memicu kecaman dari BEM Nusantara.
Naldya Gosal, Koordinator Daerah BEM Nusantara menyebut, pihaknya mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat mengamankan aksi.
Polisi dituding telah melakukan penangkapan dan pemukulan terhadap mahasiswa yang menyampaikan aspirasi.
"Kami (mahasiswa) diframing melakukan tindakan anarkis. Memang sempat terjadi bentrok dengan aparat dan ormas. Tapi kami saat itu, yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Rakyat Sulawesi Utara (Amara Sulut), kami datang dengan damai, bahkan kami memakai pita pengenal, untuk mengantisipasi, karena sebelumnya kami dapat info yang beredar luas di media sosial ada oknum yang akan melakukan tindakan anarkis," terang Naldya kepada Tribun Manado, saat dihubungi lewat Whasapp pada Selasa (2/9/2025).
Adapun peserta aksi yang tergabung dalam Amara Sulut yakni
"Kami mengecam keras penangkapan dan tindakan pemukulan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Tindakan ini mencederai citra kepolisian terhadap kami mahasiswa dan masyarakat," lanjut Naldya Gosal.
Kedatangan massa aksi hanya untuk menyampaikan aspirasi.
Seharusnya, kata dia, aparat kepolisian bertugas untuk mengamankan proses penyampaian aspirasi tersebut, sesuai dengan Pasal 9 Perkapolri 7/2012.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa dalam hal terjadi penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, pejabat Polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
- Memberikan pelayanan secara profesional.
- Menjunjung tinggi hak asasi manusia.
- Menghargai asas legalitas.
- Menghargai prinsip praduga tidak bersalah.
- Menyelenggarakan pengamanan.
Namun, kata dia, yang terjadi pada proses penyampaian aspirasi kemarin justru sebaliknya.
"Ada saudara kami yang dipukul dan dianiaya. Tidak ada bukti bahwa kawan kami melanggar aturan pada saat penyampaian aspirasi," tegasnya.
Mereka juga menuntut dilakukannya reformasi Polri.
Polresta Manado didesak untuk segera membebaskan rekan mereka yang ditangkap.
"Kami mendesak Polresta Manado untuk segera membebaskan kawan kami tanpa syarat," pungkasnya.
Aparat Bubarkan Massa dengan Water Cannon dan Gas Air Mata
Diketahui, unjuk rasa berujung bentrok dengan aparat kepolisian.
Aparat melepaskan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa.
Amatan Tribunmanado.com, awalnya demonstran ingin masuk ke kantor DPRD Sulut.
Aparat meminta agar demonstran mengirim perwakilan, namun demonstran bersikeras masuk ke halaman kantor DPRD Sulut.
Alhasil aksi saling dorong terjadi dan berujung bentrok.
Sempat ada pelemparan.
Aparat mengerahkan water cannon untuk memukul mundur demonstran.
Tak lama kemudian, aparat meminta demonstran membubarkan diri.
Mereka mengerahkan barikade pasukan dan water cannon.
Gas air mata juga ditembakkan.
Aparat lantas membuat barikade di Ring Road.
Dalam bentrok ini, polisi menangkap beberapa massa aksi.
"Benar, ada beberapa orang yang diamankan oleh anggota karena diduga akan membuat kericuhan. Tentunya dilakukan secara profesional dan ini sesuai dengan aturan yang berlaku," tutur Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke H Langie.
Dari pantauan Tribunmanado.com, ada 4 orang yang ditangkap Polresta Manado.
Keempatnya telah dimintai keterangan oleh penyidik dan dari informasi telah dilepaskan kembali. (Tim Tribun Manado)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.