TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR Uya Kuya bisa disebut sebagai korban hoaks hingga akhirnya jadi sasaran kebencian publik.
Rumahnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, dijarah. Puluhan kucing peliharannya hilang, meski kemudian beberapa di antaranya sudah ditemukan.
Tak berhenti di situ, statusnya sebagai anggoat DPR juga dinonaktifkan.
Uya bersama beberapa anggota DPR joget di Sidang Tahunan MPR beberapa waktu silam usai kenaikan gaji dan tunjangan wakil rakyat diumumkan.
Sikap tersebut menuai kritik karena dinilai tak menunjukkan empati, terhadap kondisi masyarakat yang sulit seiring maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK.
Namun, tanggapan Uya atas kritik publik, dengan menyebut wajar karena dirinya artis sehingga memicu kemarahan publik, ternyata hoaks.
Kalimat "lah, kita artis. Kita DPR kan kita artis" yang diucapkan Uya, ternyata berasal dari video lama yang diunggah kembali, seolah itu dianggap sebagai responsnya atas kritik joget di Sidang Tahunan MPR.
"Video-video yang lama saya dijahit kembali, dimunculkan seolah-olah itu video baru saya dengan narasi statement seolah-olah berbicara itu, padahal bukan. Ada itu jejak digitalnya, saya ngomong itu atau enggak," kata Uya Kuya dikutip dari video di kanal YouTube Intens Investigasi.
Ditegaskan Uya sama sekali tak pernah berucap demikian, sebagai dalih membenarkan aksi jogetnya.
"Mudah-mudahan habis ini bisa luruslah, gitu aja," sambung Uya.
Kendati demikian, ia pribadi menyampaikan maaf sebesar-besarnya kepada publik, kalau jogetnya dirasa menyakiti dan mencederai hati masyarakat.
"Saya minta maaf yang setulusnya dari hati saya yang paling dalam," tandas Uya.
Uya Kuya bersama istri dan mertuanya hingga kini belum kembali untuk memeriksa kondisi rumahnya pasca-penjarahan.
“Belum cek sama sekali,” ucapnya.
Meski begitu, Uya mengatakan dirinya berusaha ikhlas dengan musibah yang menimpa keluarganya.
“Saya sih terus terang, jujur, pas ada isu massa mau ke rumah saya itu saya sudah ikhlas."
"Terus waktu lihat video akhirnya tembus kan, warga sekitar menolong, menjaga tetangga-tetangga saya orang baik ya, menjaga dan menghalangi orang masuk,” katanya.
Uya Kuya bersama istrinya bertemu langsung dengan terduga pelaku didampingi pihak kepolisian.
Terduga pelaku itu merupakan seorang ibu lanjut usia (lansia) yang ikut membawa salah satu barang dari rumahnya.
Kini Uya Kuya memutuskan untuk memaafkan terduga pelaku penjarahan rumahnya tersebut.
Dari pertemuan itu, Uya merasa perlu mengajukan restorative justice karena latar belakang kehidupan sang terduga pelaku.
Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian perkara pidana yang mengedepankan pemulihan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
"Ternyata ada seorang terduga pelaku, ibu-ibu, umurnya lebih tua dari saya. Tadi dia kedapatan membawa AC indoor dari dalam rumah. Saya ketemu langsung dengan ibu itu bersama rekan-rekan polisi," katanya.
"Kondisinya memang memprihatinkan, ibu ini sehari-hari tukang parkir, cucunya juga bisu dan disabilitas, suaminya juga tukang parkir, dan dia tinggal bersama anak serta cucunya," beber Uya Kuya.
Uya Kuya menyampaikan, inisiatif restorative justice datang langsung dari dirinya sebagai korban.
Ia pun ingin kasus yang melibatkan ibu lansia tersebut dihentikan.
"Saya mengambil inisiatif, saya yang mengajukan restorative justice. Jadi saya tanya apakah bisa ada metode restorative justice, pihak kepolisian bilang bisa," katanya.
"Terduga pelaku atau korban yang bisa mengajukan, tapi saya sebagai korban langsung mengajukan duluan."
"Jadi untuk ibu ini saya maafkan, cukup sampai di sini saja, tidak usah dibawa ke tahap berikutnya," papar dia.
Pada kesempatan lain, Uya Kuya juga berharap barang-barang yang dijarah bisa bermanfaat.