Jakarta (ANTARA) – Mulai 1 Juli 2025, Pemerintah Malaysia resmi memberlakukan pajak Sales and Service Tax (SST) sebesar 6% bagi warga negara asing yang mendapatkan layanan kesehatan. Kebijakan ini memicu berbagai pertanyaan, terutama dari pasien asal Indonesia yang selama ini menjadi mayoritas wisatawan medis ke Malaysia. Namun, apakah pajak ini benar-benar memengaruhi minat pasien Indonesia untuk berobat ke negeri jiran?
Tren Pasien Indonesia Tetap Tinggi
Menurut catatan Medisata, perusahaan yang membantu pasien Indonesia berobat ke Malaysia, pemberlakuan SST 6% tidak menurunkan minat pasien. Pada bulan Juli 2025, saat aturan ini mulai berlaku, jumlah pasien Indonesia yang berangkat ke Malaysia justru mencatatkan angka tertinggi sepanjang tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa tambahan biaya 6% tidak menjadi penghalang bagi pasien Indonesia.
Beberapa faktor yang membuat Malaysia tetap menjadi destinasi favorit adalah reputasi dokter dan rumah sakit yang baik, harga layanan yang tetap kompetitif dibandingkan dengan Singapura, serta pengalaman positif pasien sebelumnya dengan pelayanan di Malaysia.
Strategi Rumah Sakit Malaysia: Paket Khusus
Salah satu alasan peningkatan jumlah pasien adalah strategi pemasaran efektif yang diterapkan oleh rumah sakit di Malaysia, khususnya di Penang, Melaka, dan Kuala Lumpur. Banyak rumah sakit menawarkan paket pemeriksaan kesehatan menarik, seperti promo medical check-up beli 1 gratis 1. Beberapa rumah sakit bahkan memberikan paket yang mencakup gratis menginap satu malam di hotel bintang 4.
Paket-paket ini bertepatan dengan masa liburan sekolah dan awal tahun ajaran baru, sehingga banyak keluarga memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin di Malaysia. Beberapa rumah sakit juga mengambil langkah proaktif dengan menanggung biaya SST 6% yang seharusnya dibebankan kepada pasien, sehingga pasien merasa tidak ada perubahan dalam biaya yang mereka keluarkan.
Malaysia Masih Kompetitif
Dibandingkan dengan Singapura, biaya kesehatan di Malaysia masih relatif lebih terjangkau. Selain itu, faktor kedekatan geografis, banyaknya penerbangan langsung dari kota-kota besar Indonesia ke Penang atau Kuala Lumpur, serta adanya perusahaan pendamping pasien seperti Medisata, turut menjaga arus pasien tetap tinggi.