TRIBUNMANADO.COM, MANADO - Unjuk rasa elemen mahasiswa yang menamakan diri Gerakan September Hitam di kantor DPRD Sulawesi Utara, Jalan Raya Manado Bitung, Kelurahan Kairagi Satu, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Kamis (4/9/2025) berlangsung aman.
Para demonstran dapat mengutarakan aspirasinya setelah diterima perwakilan anggota DPRD Sulut.
Tercatat ada enam anggota DPRD Sulut yang menerima demonstran.
Mereka adalah Royke Anter, Louis Schramm, Hillary Tuwo, Royke Roring, Amir Liputo, dan Jeane Laluyan.
Mahasiswa tak bertepuk sebelah tangan, perwakilan DPRD Sulut menerima aspirasi mereka.
Setelahnya, mahasiswa kompak memungut sampah usai unjuk rasa.
"Ayo kita semua pungut sampah," kata seorang korlap.
Para demonstran pun nurut.
Mereka bergerak memunguti sampah, lantas menampungnya di kardus.
Unjuk rasa itu diakhiri dengan ditandatanganinya berita acara berisi tuntutan demonstran oleh perwakilan anggota DPRD Sulut.
Mereka adalah Royke Anter, Louis Schramm, Hillary Tuwo, Amir Liputo, dan Jeane Laluyan.
Anter menyebut, tuntutan para mahasiswa akan dibawa ke pusat dan provinsi.
Anter berterima kasih kepada para mahasiswa yang telah berdemo dengan aman.
"Kami siap dikritisi dan siap mengawal aspirasi ini," katanya.
Mahasiawa menyambut penandatanganan itu dengan tepuk tangan.
Setelah mengangkat sampah, para mahasiswa lantas berbaris.
Sebelum meninggalkan lokasi, setiap elemen mahasiswa menyanyikan mars organisasi masing-masing.
Ketua DPC GMNI Manado Hizkia Rantung mengatakan, pihaknya yakin demonstran dan rakyat telah menang.
"Tuntutan kami diterima dan ditandantangani secara kelembagaan oleh anggota DPRD," katanya.
Ia berharap penandatanganan itu bukan seremoni belaka, tapi akan diwujudkan dengan langkah konkret untuk menyalurkan aspirasi rakyat.
Dirinya menegaskan pihaknya sedari awal menginginkan demo yang tidak anarkis.
"Ini adalah aksi damai," katanya.
Ada 80-an personel GMNI Manado yang ikut serta.
Terdapat 17 tuntutan demonstran di antaranya evaluasi DPR RI, reformasi Polri, sahkan UU Perampasan Aset, serta hentikan kriminalisasi pembela HAM.(*)