TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Sejumlah daerah merayakan Maulid Nabi menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Bahkan setiap daerah memiliki tradisi unik, misalnya warga Kaliwungu Kabupaten Kendal, masih terus melestarikan tradisi weh-wehan.
Tradisi ini digelar dengan cara saling bertukar makanan antar warga, sebagai wujud rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama.
Tradisi ini juga sebagai bentuk rasa syukur dan suka cita menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Dalam pelaksanaannya, warga memasang lampu lampion (teng-tengan) sebagai simbol cahaya Nabi, dan mempererat tali persaudaraan serta nilai-nilai sosial dan kedermawanan.
Warga juga menyediakan aneka hidangan di depan rumah, kemudian dilanjutkan dengan berkeliling sembari bertukar makanan antar rumah.
Kepala Desa Krajan Kulon, Abdul Latif menerangkan, tradisi weh-wehan bermula dari kebiasaan orangtua zaman dahulu untuk menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad.
Tradisi itu kemudian dilestarikan turun temurun dan meluas ke berbagai desa di Kecamatan Kaliwungu.
"Awalnya di desa Krajan Kulon dan kini hampir di seluruh Kecamatan Kaliwungu. Bahwa orang tua dulu memberikan edukasi kepada kita untuk saling bersedekah, saling memberi, saling berbagi terutama dengan tetangga," terangnya, Kamis (4/9/2025) petang.
Latif menerangkan, tradisi weh-wehan juga menghadirkan makanan khas berupa sumpil yang terbuat dari bahan dasar beras yang diolah mirip dengan ketupat.
Setelah itu, dibungkus dengan daun bambu dan disajikan dengan sambal dari parutan kelapa.
"Ada juga jajanan ketan warna-warni yang diberi nten-nten. Ini melambangkan kemakmuran. Intinya kita saling berbagi dengan tetangga," sambungnya.
Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari yang ikut berbaur dengan warga, terlihat penuh suka cita.
Bupati yang akrab disapa Tika itu juga ikut menenteng makanan, dan mendatangi rumah-rumah warga untuk ikut bertukar dan memeriahkan tradisi tersebut.
"Ini sebagai wujud menghargai tradisi para leluhur. Tradisinya sangat baik sekali sebagai wujud saling berbagi dan dan silaturahmi, karena berbaginya dengan keliling di masing-masing rumah," katanya.
Menurutnya, tradisi weh-wehan ini merupakan tradisi unik dan harus terus dilestarikan karena menjadi salah satu potensi daya tarik wisata di Kaliwungu.
"Ini ke depannya bisa ditingkatkan, karena ini bisa jadi potensi unggulan untuk daya tarik wisata," tandasnya.
Festival To’dok Telok Karimunjawa Jepara
Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, warga Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, melaksanakan Festival To’dok Telok.
Festival yang dilakukan rutin setiap tahunnya pada 12 Robi’ul Awwal 1447 H yang jatuh pada Jumat, 5 September 2025.
Perayaan tahun ini di pusatkan Dukuh Telaga, Desa Kemujan, Kecamatan Karimunjawan.
Dalam perayaan ini setiap warga masyarakat di seluruh Desa Kemujan yang beragama muslim biasanya pada pagi hari akan melakukan kegiatan di Musala masing - masing untuk memanjatkan doa.
Setiap masyarakat saat hendak datang ke musala biasanya membawa telur yang ditusuk bambu dan dihias dengan bunga kertas atau biasanya disebut To'dok Telok.
Selain itu, masyarakat juga telah menyiapkan Ka'dok, dan Sokko atau berupa ketan dicampur rempah - rempah dan daging ayam dibungkus daun pisang yang nantinya dibagikan ke masyarakat.
Satu di antara tokoh masyarakat Desa Kemujan, Bambang Zakariya mengatakan jika kegiatan itu memang sudah dilakukan setiap tahunnya di Desa Kemujan.
"Kegiatan perayaan memperingati Maulid Nabi.Jadi cara kami membawa beberapa tusuk telur dihiasi dikasih bunga di bawa ke masjid masing - masing," ucapnya.
Ia menjelaskan jika To’dok Telok, Ka'dok, dan Sokko memiliki filosofi yang cukup mendalam.
To'dok Telok atau telur tusuk bambu, itu melambangkan telur sebagai dunia dan bambu sebagai agama.
Sementara Ka'dok dan Sokko yang dilambangkan sebagai manusia.
"Tusukan bambu melambangkan jalan ke akhirat atau agama atau keimanan.Telur itu duniawi.Lamba keimanan di tusukan ke duniawi, setelah itu tusukan ini ditusuk ke kado minyak atau (Ka'dok, dan Sokko) lagi diusuhakan kena daging.Agama di masuk di tusukan ke hatinya.Jadi ketika mengambil tusukan pasti duniamu ikut," ucapnya.
Menurutnya jika kegiatan itu sebagai wujud keseimbangan manusia dengan kenyakinannya.
"Telur dibawa jadi dunia saja yang kamu bawa akhiratnya tidak," jelasnya.
Ia menjelaskan jika kebiasaan ini sudah dilakukan sejak dulu, oleh kaum Bugis dari Sulawesi untuk menyebarkan agama di kepulauan Karimunjawa.
"Setiap kampung cara dakwah orang kuno, keliling kampung di umumkan nanti telur ini dibagikan siapa yang mau ayo ikut. Banyak yang ikut setelah terkumpul masyarakat diberikan dakwah dan ceramah dan dibagikan telur yang dijanjikan," ungkapnya.
Dia menuturkan jika pembuatan Ka'dok, dan Sokko tidak boleh dibuat oleh sembarangan orang lantaran harus orang yang benar suci.
Pembuatannya memang harus melalui beberapa prosesi pembacaan doa.
"Ka'dok minyak ini kuliner yang ada beberapa ritual membuat ini, bukan asal orang membuat itu. Orang tidak kotor. Perempuan yang haid, tidak boleh membuat.Ada ritualnya untuk membuat ka'dok minyak," ujarnya.
Melihat antusias setiap Dukuh Desa Kemujan yang melaksanakannya, para pemuda memiliki insiatif untuk melaksanakan kegiatan serupa yang cukup besar.
Dengan menyatukan seluruh masyarakat Dukuh di Desa Kemujan untuk melaksanakan bersama di Dukuh Telaga.
Ia menjelaskan setalah masyarakat Desa Kemuja melaksanakan kegiatan To'dok Telok di setiap Musala masing - masing, nanti sorenya kembali berkumpul dan membawa To’dok Telok, Ka'dok, dan Sokko lagi untuk diarak sampai ke lapangan Dukuh Telaga.
"Paginya di masjid - masjid masing sampai jam 10, nanti sorenya ngumpul menjadi satu di tempat musala Telaga setelah itu mengarak telur itu di lapangan Telaga sampai 1 Kilometer," ujarnya.
Biasanya ketika sudah berkumpul di lapangan warga masyarakat juga memanjatkan doa bersama dan nantinya menikmati To’dok Telok, Ka'dok, dan Sokko bersama.
"Sampai di lapangan ya prosesinya sama seperti di lakukan di masjid tapi bedanya ini bersama-sama," jelasnya.
Untuk persiapan kata dia, sudah dilaksanakan sudah lama dan kegiatan serupa ini telah berhasil dilakukan selama dua kali.
"Kalau To'dok Telok di setiap Masjid itu rutin setiap tahun sudah lama tapi kalau event besar sudah berhasil dua kali," tutupnya. (ags/ito)