TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Cedera lutut sering kali menjadi mimpi buruk bagi para pemain basket.
Gerakan eksplosif seperti melompat, mendarat, hingga perubahan arah mendadak membuat bagian lutut atlet basket rentan mengalami cedera serius.
Namun, berkat kemajuan teknologi medis, pemulihan cedera kini bisa lebih cepat dengan metode arthroscopy.
Dokter spesialis ortopedi konsultan hip and knee, adult reconstruction, trauma, and sports RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, dr. Sunaryo Kusumo, M.Kes, Sp.OT.(K) menjelaskan, penanganan cedera lutut sangat bergantung pada tingkat keparahan.
“Jika ligamen yang putus hanya parsial, penanganan berupa fisioterapi dapat menjadi pilihan. Namun, jika cedera berada di grade 2 atau 3, tindakan rekonstruksi dengan penggantian ligamen baru atau penjahitan bantalan lutut sering kali diperlukan,” ujar dr. Sunaryo pada keterangannya, Senin (8/9/2025).
Jika dahulu operasi lutut dilakukan dengan sayatan besar, kini pasien bisa memilih metode arthroscopy.
Prosedur ini menggunakan alat khusus bernama arthroscope, berbentuk selang tipis yang dilengkapi kamera dan senter untuk menegakkan diagnosis sekaligus memperbaiki kerusakan sendi.
Metode ini tidak hanya digunakan pada lutut, tetapi juga dapat diterapkan pada bahu, siku, pergelangan tangan, panggul, dan pergelangan kaki.
Dibanding operasi konvensional, arthroscopy memiliki keunggulan signifikan: luka sayatan lebih kecil, risiko perdarahan lebih rendah, proses penyembuhan lebih cepat, hingga efektivitas prosedur yang lebih tinggi.
“Arthroscopy memberi keuntungan karena proses operasi lebih singkat dan pemulihan lebih cepat, sehingga pasien bisa segera kembali beraktivitas,” terang dr. Sunaryo.
Setelah menjalani arthroscopy, pasien umumnya dapat kembali melakukan aktivitas ringan dalam 1–2 minggu.
Sementara itu, aktivitas berat dan olahraga biasanya bisa dimulai kembali setelah 6–8 minggu, tergantung kondisi dan rekomendasi dokter.
Meski begitu, waktu pemulihan total bisa memakan waktu 4–6 bulan.
Latihan fisioterapi yang dilakukan secara bertahap dan diawasi oleh dokter maupun fisioterapis menjadi bagian penting dalam mempercepat pemulihan.
“Pemulihan bukan hanya soal mengembalikan fungsi fisik, tetapi juga mempersiapkan mental agar pasien tidak takut kembali berolahraga,” jelas dr. Sunaryo.
Selama masa pemulihan, fisioterapi memberikan manfaat besar, mulai dari mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, hingga memperluas gerak sendi.
Beberapa terapi seperti TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) dan cryotherapy juga efektif meredakan nyeri serta bengkak.
Latihan penguatan otot quadriceps, hamstring, dan gluteal bisa dilakukan secara bertahap dengan berbagai metode seperti isometrik, isokinetik, dan strengthening.
Bagi pegiat basket, hal ini penting agar lutut kembali stabil sekaligus mencegah cedera berulang.
Tak hanya bagi pasien cedera, recovery session dengan fisioterapi juga bermanfaat bagi atlet yang baru selesai bertanding.
Hal ini membantu tubuh kembali segar dan terhindar dari risiko cedera di masa depan.
Selain penanganan medis, pencegahan tetap menjadi hal paling penting.
Pemanasan sebelum bermain, pendinginan setelah bertanding, serta penggunaan brace pada lutut dapat melindungi persendian dari tekanan berlebihan.
Pemanasan membantu melancarkan aliran darah, meningkatkan metabolisme otot dan sendi, serta mempersiapkan tubuh menghadapi intensitas permainan.
Sedangkan pendinginan memberi kesempatan tubuh untuk menyesuaikan diri dan mengurangi risiko cedera otot.
Cedera lutut memang menakutkan, terutama bagi atlet yang bergantung pada performa fisik.
Namun, dengan diagnosis tepat, pilihan penanganan modern seperti arthroscopy, serta disiplin dalam menjalani pemulihan dan pencegahan, pemain basket tetap bisa kembali ke lapangan dengan lebih aman dan percaya diri.
( Aisyah Nursyamsi)