Jakarta (ANTARA) - Hakim Tinggi Mahkamah Agung RI sekaligus calon hakim agung kamar perdata, Heru Pramono, meyakini bahwa keadilan merupakan hal yang abstrak sehingga perlu pendekatan pendukung untuk menghadirkannya kepada masyarakat.
Heru menyampaikan pernyataan itu saat menjawab pertanyaan Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung tahun 2025 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
“Karena keadilan itu abstrak, kita mengutip dari, misalnya, [Filsuf] Aristoteles [mengatakan] keadilan itu memberikan sesuatu yang sesuai dengan haknya. Jadi, kalau misalnya orang itu haknya segini, ya, harus diberikan segitu,” ucap Heru.
Pada mulanya, Sudding menilai Heru merupakan seorang positivistik. Menurut dia, hal itu terlihat dari makalah yang dipresentasikan Heru bertajuk Mewujudkan Asas Kebebasan Berkontrak Secara Adil dan Beritikad Baik.
Sudding khawatir calon hakim agung tersebut akan menjadi corong undang-undang, sementara perkembangan hukum kian dinamis. Menurut dia, hakim dituntut untuk melakukan terobosan ketika terdapat kekosongan hukum demi menghadirkan keadilan.
“Berikan saya keyakinan bahwa saudara ini bukan corong undang-undang. Saudara ini datang sebagai hakim agung melakukan suatu pembaruan, melakukan suatu rechtsvinding (penemuan hukum) untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat ketika terjadi kekosongan hukum,” ucapnya.
Menjawab Sudding, Heru mengatakan dalam menjatuhkan putusan, hakim harus mempertimbangkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Bagi dia, keadilan merupakan prioritas utama dari unsur-unsur lainnya.
Dia pun menyebut keadilan bersifat abstrak. Mengutip pandangan Aristoteles, keadilan berarti memberikan sesuatu yang sesuai dengan haknya. “Itulah garis besar pendapat Aristoteles bahwa memberikan sesuai haknya itu adalah adil,” kata Heru.
Sudding sependapat dengan Heru bahwa keadilan bersifat abstrak. Namun, dia meminta Heru untuk mengelaborasi pandangannya tentang cara mendekatkan rasa keadilan agar diterima oleh semua pihak.
“Tujuan hukum tadi kan sudah jelas: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Ada skala prioritas, keadilan dahulu. Menurut saudara, keadilan itu adalah memberikan hak terhadap orang yang berhak, tapi belum tentu orang lain mengatakan bahwa itu adalah haknya dia. Di situ ada pertentangan. Sebagai hakim yang diberikan kewenangan untuk itu, untuk mendekatkan rasa keadilan itu agar diterima oleh semua pihak, apa yang saudara lakukan?” tanya Sudding.
Heru mengakui keadilan menurut masyarakat tertentu bisa berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Oleh sebab itu, seorang hakim harus menggali nilai-nilai hukum dan keadilan di masyarakat sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Menurut Heru, salah satu cara menggali nilai-nilai itu adalah dengan menyimak rapat dengar pendapat (RDP) di DPR. Dia mengatakan permasalahan masyarakat yang disampaikan saat RDP turut didiskusikan di Mahkamah Agung.
“Kalau ada RDP, misalnya, kan, sering RDP itu dari Komisi III menyampaikan dari masyarakat begini, itu sebenarnya juga masukkan, itu termasuk menggali nilai-nilai tadi karena saya masih menganggap bahwa anggota DPR ini sebagai perwakilan dari rakyat yang, misalnya, menyampaikan keluhan-keluhan seperti yang saya dengar dalam RDP, makanya kita juga perhatikan itu,” ucapnya.
Diketahui Komisi III DPR RI menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk 13 calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc hak asasi manusia di Mahkamah Agung yang sebelumnya telah diseleksi oleh Komisi Yudisial.
Uji kelayakan dan kepatutan dimulai pada Selasa ini dan dilanjutkan pada Rabu (10/9), Kamis (11/9), serta Selasa (16/9). Pada hari terakhir, akan dilaksanakan pula rapat pleno Komisi III DPR RI untuk penetapan calon terpilih.