Bandung (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) dengan terdakwa Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi, menghadirkan ahli hukum keuangan negara Siswo Sujanto sebagai saksi, guna menguji kerugian kasus tersebut.

Dalam kesaksiannya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Selasa, Siswo menerangkan bahwa keuangan negara terdiri dari anggaran yang berbentuk uang dan aset.

Negara, kata Siswo, memiliki aset potensial seperti gunung, laut, hutan dan lainnya. Selain itu, ada aset operasional yang bisa didapatkan melalui aktivitas jual beli, hibah atau hadiah, tukar guling, hingga barang sitaan.

Negara termasuk pemerintah daerah, kata Siswo, berhak menyewakan asetnya dan menarik uang sewa dari aset tersebut sebagai pendapatan.

"Dan aset yang disewakan itu, pasti memiliki dasarnya, negara pasti memiliki dasar untuk melakukan aktivitas tersebut, seperti yang saya sebutkan tadi," kata Siswo.

Dalam sidang tersebut, pengacara dari terdakwa mempertanyakan ketika lahan Kebun Binatang Bandung yang disebut mereka tidak terbukti memiliki negara, apakah masih bisa ditarik uang sewa, menurut Siswo, negara melakukan aktivitas penyewaan pasti ada dasarnya.

"Tidak mungkin ada yang kontrak ketika tanahnya tidak jelas. Negara enggak seperti itu. Terus kalau tadi setelah kontrak bertahun-tahun dan di tengah jalan tidak memperpanjang karena dinilai tidak terbukti tanahnya, kan aneh juga kalau itu bermasalah sekarang kenapa sebelumnya tidak. Kita kalau mau sewa kan prinsip keuangan sederhananya pasti mengecek sana sini," ucap dia.

"Memang banyak aset negara yang tidak tercatat atau bersertifikat tapi ada dasarnya seperti empat tadi. Jikapun dimasalahkan status lahannya apakah milik negara atau bukan, tinggal dibuktikan saja di pengadilan," ujar Siswo.

Siswo juga menyatakan utang ke negara tidak bisa kedaluarsa karena negara adalah penyedia layanan publik untuk kesejahteraan masyarakat.

Selain Siswo, saksi lainnya yang dihadirkan jaksa adalah ahli perpajakan Robiyana mengungkapkan piutang pajak Bandung Zoo pada negara dalam hal ini pemerintah daerah haruslah ditunaikan oleh para penanggung jawab Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT).

"Pajak tanah itu, harus ditagih pada pengelola lahan atau dalam hal ini penanggung jawab Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) dari tahun 2008-2013, kemudian 2014-2018, dan 2019-2021. Harus ditagih para penanggung jawab karena berdasarkan penyidikan jaksa ada potensial loss pendapatan," ucap Robiyana.

Kasus dugaan korupsi Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) dengan terdakwa Bisma Bratakoesoema dan Sri Devi ini, juga diwarnai permasalahan internal manajemen, di mana pada tahun 2017 manajemen baru YMT terbentuk dengan diminta langsung oleh pendiri YMT Romli Bratakoesoema (alm).

Saat beroperasi, manajemen baru diharuskan membayar uang sewa lahan pada ahli waris Romli yang diwakili oleh Sri Devi. Manajemen baru yang dikepalai John Sumampau mengaku telah membayarkan Rp9 miliar atau Rp1,8 miliar per tahun.

Tapi muncul surat dari Pemkot Bandung yang menyatakan bahwa YMT tak membayar sewa lahan kepada Pemerintah Kota Bandung sejak 2008, sehingga punya tunggakan Rp15 miliar.

Sampai akhirnya manajemen baru memutuskan berkoordinasi dengan Pemkot Bandung, dan terjadilah konflik di internal dan pada tahun 2022 manajemen baru tidak lagi mengelola Bandung Zoo.

Akan tetapi, karena ada dugaan kerugian negara karena tidak dibayarkannya uang sewa dan pajak atas pengelolaan Bandung Zoo di atas tanah Kota Bandung seluas 139,943 meter persegi itu,

Kejati Jabar melakukan penyitaan pada aset kategori khusus tersebut, dan berdasarkan keputusan Kejati Jabar pada Maret 2025, pengelolaan aset yang berstatus sitaan khusus itu dikelola kepengurusan yang terbentuk 2017 (manajemen baru).

Pihak John Sumampau mengaku dalam kapasitasnya sebagai saksi pada 7 Agustus 2025, saat kepengurusan keduanya, manajemen baru menyetor Rp1 miliar lebih ke Pemkot Bandung sebagai pembayaran pajak hiburan dari pendapatan Bandung Zoo selama tiga bulan efektif (Maret-Juni 2025), yakni 10 persen dari penghasilan kebun binatang.

Namun, mulai pada pertengahan Juli 2025, manajemen baru tidak dapat mengakses dan mengelola Bandung Zoo, karena kembali dikuasai oleh manajemen lama.