Prosedur 'scrotox' sedang naik daun di kalangan pria di Inggris. Lebih dari satu dekade lalu, kebanyakan pria menggunakan perawatan ini untuk meringankan kondisi kesehatan.
Namun, sekarang sekitar 80 persen mencari hasil estetika. Hal ini disampaikan oleh dokter senior di Harley Street Skin Clinic, Inggris, Dr Mike Tee.
Seperti namanya, 'scrotox ini merupakan prosedur suntik Botox yang dilakukan pada testis. Prosedur ini populer di kalangan pria yang merasa minder dengan testis atau skrotum mereka.
"Prosedur ini menarik bagi pria yang ingin mendapatkan penampilan yang lebih halus, tidak terlalu keriput, atau tampilan skrotum yang lebih rendah," terang Dr Tee yang dikutip dari .
Beberapa juga menggunakan scrotox untuk membantu mengatasi kondisi kesehatan, seperti hiperaktivitas otot kremaster atau hiperhidrosis pada skrotum. Hiperhidrosis didiagnosis saat pasien mengalami keringat berlebih, terlepas dari cuaca panas atau olahraga.
"Pada pria dewasa, otot kremaster yang terlalu aktif dapat menyebabkan kontraksi yang kuat dan tidak disengaja, yang bisa sangat menyakitkan," beber Dr Tee.
"Sekali lagi, baik aktivitas fisik maupun aktivitas seksual dapat terpengaruh," sambungnya.
Dr Tee mengatakan toksin botulinum umumnya aman dengan didukung banyak studi klinis dan riwayat penggunaan pasien yang panjang. Tetapi, ia memperingatkan pria untuk berhati-hati saat menjalani prosedur ini.
Ia menekankan pentingnya tenaga medis profesional yang berkualifikasi dan lingkungan yang bersih dan aman.
Efek Samping 'Scrotox'
Dr Tee menjelaskan beberapa efek samping yang perlu diwaspadai. Ia memperingatkan bahwa nyeri tekan, sensitivitas, dan memar merupakan hal yang umum.
Beberapa konsekuensi lain yang tidak diinginkan dapat menyebabkan pria mengalami asimetri. Itu merupakan kondisi di mana skrotum tampak menggantung lebih rendah di satu sisi.
Efek samping lainnya adalah 'relaksasi berlebihan', yaitu kondisi saat skrotum mungkin mengendur lebih dari yang diinginkan pasien.
"Jika toksin menyebar, hal ini juga dapat menyebabkan kelemahan pada otot-otot di sekitarnya. Dan lebih mengerikan, bisa memicu terjadinya disfungsi saluran kemih atau seksual," catat Dr Tee.
Komplikasi langka seperti reaksi alergi juga dapat terjadi. Kondisi ini memicu munculnya ruam, pusing, bahkan anafilaksis juga dapat terjadi pada kasus parah, serta risiko infeksi, seperti halnya suntikan apapun.
Namun, jika semuanya berjalan dengan lancar, pemulihan setelah prosedur juga dianggap cukup cepat.
"Pemulihan biasanya cepat, dengan sebagian besar pasien kembali ke aktivitas sehari-hari normal segera setelah perawatan. Mungkin akan timbul sedikit rasa nyeri dan kemerahan dalam 24 hingga 48 jam pertama," jelas Dr Tee.
"Saya menyarankan pasien untuk menghindari aktivitas seksual, mandi air panas, atau berolahraga selama periode ini," tambahnya.
Hal penting lainnya setelah prosedur adalah menggunakan pakaian yang longgar, menjaga kebersihan area yang dirawat, dan melakukan perawatan umum selama tujuh hari berikutnya. Efeknya akan mulai terlihat secara bertahap, dengan hasil yang terlihat antara 2-4 minggu.