Grid.ID- Mengenal tentang tradisi kawin culik dalam adat pernikahan Suku Sasak di Lombok. Ternyata begini sejarah dan juga urutannya.
Tradisi pernikahan di Indonesia sangat beragam dan sarat makna budaya, salah satunya adalah tradisi kawin culik yang masih dijalankan oleh sebagian masyarakat Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Meski terdengar kontroversial, praktik ini memiliki aturan adat tersendiri dan telah menjadi bagian dari warisan budaya turun-temurun.
Diketahui masyarakat Suku Sasak menyebut kawin culik sebagai mararik yang merupakan kata dalam bahasa Sasak. Selain merarik, ada juga kata Merarinang yang berarti melaiang atau dalam bahasa Indonesia yaitu melarikan.
Dalam konteks pernikahan atau kawin culik, merarik diartikan sebagai seorang laki-laki yang melarikan perempuan untuk dijadikan istri. Istilah ini dipahami oleh masyarakat di hampir seluruh Pulau Lombok.
Meskipun begitu, masih ada beberapa daerah yang menyebutkan istilah tersebut dengan perbedaan logat dan pengucapan. Pada prosesnya, seorang laki-laki melakukan tindakan membawa lari anak gadis untuk dinikahi.
Seiring berjalannya waktu, merarik atau kawin culik ini digunakan untuk menggambarkan seluruh proses pernikahan adat Suku Sasak. Tradisi ini telah dilakukan masyarakat secara turun temurun dari para nenek moyang mereka.
Melansir dari Kompas.com, ada dua teori mengenai asal mula tradisi kawin culik ini. Pertama yaitu, adat ini berasal dari Suku Sasak dan dilakukan masyarakat sebelum Lombok dikuasai Kerajaan Bali, pada abad 18.
Kedua, yaitu kawin culik merupakan hasil akulturasi dari tradisi Bali. Hal ini lantaran catatan sejarah menyebutkan bahwa wilayah Lombok pernah dikuasai Kerajaan Bali selama 100 tahun yang memungkinkan adanya proses akulturasi budaya.
Adapun, kawin culik atau merarik ini biasanya dilakukan pada malam hari. Pencurian anak gadis tersebut menjadi pertanda awal rangkaian ritual pernikahan.
Kedua calon pengantin umumnya melakukan kesepakatan terlebih dahulu terkait jam dan hari sebelum dilakukan prosesi melarikan mempelai perempuan. Dengan begitu, waktu merarik menjadi rahasia bersama kedua calon pengantin.
Kesepakatan antara kedua calon pengantin ini disebut dengan midang. Proses ini menjadi bentuk pendekatan yang dilakukan dengan kunjungan calon pengantin laki-laki ke rumah kekasihnya.
Adat pernikahan Suku Sasak ini umumnya diselenggarakan pada malam Kamis atau malam Minggu. Tahap selanjutnya yaitu merarik dengan membawa lari calon mempelai perempuan dari rumahnya.
Pada waktu yang sudah disepakati, calon pengantin laki-laki akan datang ke rumah perempuan dan membawanya secara diam-diam. Mereka lalu pergi ke kediaman calon suami.
Setelah itu, prosesi akan masuk ke tahap ketiga, yaitu selabar atau majetik. Dalam tahap ini, keluarga laki-laki akan melapor ke dusun asal calon mempelai perempuan bahwa merarik telah dilaksanakan.
Melansir dari TribunLampung.co.id, tahapan adat pernikahan dalam tradisi merarik berlanjut setelah adanya kesepakatan awal dari kedua belah pihak. Proses yang dilakukan meliputi ijab kabul, sorong serah, hingga nyongkolan.
Tahap selanjutnya dikenal sebagai mbait wali, yaitu menjemput wali dari pihak perempuan yang akan menikahkan saat prosesi ijab kabul berlangsung sesuai waktu yang telah ditentukan. Setelah itu, upacara sorong serah dilakukan sebagai simbol serah terima antara kedua keluarga pengantin.
Prosesi terakhir disebut nyongkolan, yaitu arak-arakan keluarga mempelai pria menuju rumah keluarga mempelai wanita. Tahap ini menjadi penutup dari seluruh rangkaian tradisi pernikahan merarik di Lombok.