Kita melihat, tomat dan kentang adalah dua jenis buah yang sangat berbeda. Yang satu tumbuh menggantung di atas pohon, yang satu lagi tumbuh terpendam di dalam tanah.
Yang banyak orang tidak tahu, tentu saja termasuk kita, tomat ternyata adalah "nenek moyangnya" kentang. Bagaimana sejarahnya?
Dilansir Kompas.com, sekelompok ilmuan membuka tabir yang selama ini tertutup: tomat sebenarnya adalah "nenek moyang" dari kentang. Semua bermula dari perkawinan genetik purba yang terjadi sekitar 9 juta tahun yang lalu menghasilkan apa yang kini menjadi tanaman pokok ketiga terbesar di dunia tersebut.
Tim peneliti tersebut terdiri atas peneliti-peneliti dari Agricultural Genomics Institute di Shenzhen, Akademi Ilmu Pertanian China, seorang peneliti dari Universitas Lanzhou, dan para ilmuwan dari Kanada dan Inggris.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kentang berasal dari fenomena hibridisasi purba antara tanaman tomat dan tanaman sejenis kentang, yang disebutetuberosum,sekitar 9 juta tahun silam. Persilangan ini juga menghasilkan terciptanya organ baru, yakni umbi, sebagaimana dilansir Antara, Jumat (1/8/2025).
Hasil penelitian itu kemudian dipublikasikan di jurnal Cell yang dianggap memberikan perspektif teoretis inovatif bagi pemuliaan genetik kentang.
Kentang adalah salah satu tanaman umbi-umbian terpenting di dunia. Ia berasal dari Amerika Selatan. Kentang menjadi sangat berharga karena kandungan nutrisinya yang tinggi dan kemampuan adaptasinya yang luas. Karena itulah tanaman ini begitu cepat menyebar ke seluruh dunia.
Huang Sanwen, yang memimpin penelitian ini, menjelaskan bahwa asal-usul kentang sudah lama membuat bingung para ilmuwan. Secara tampilan, tanaman kentang modern hampir identik dengan spesies mirip kentang bernama etuberosum, yang tidak menghasilkan umbi. Tapi berdasarkan analisis filogenetik, tanaman kentang lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan tomat.
Untuk mengungkap misteri asal-usul kentang, tim peneliti menganalisis 101 genom dan 349 sampel yang diurutkan ulang dari kentang budi daya dan 56 kerabat liarnya, yang secara efektif merupakan uji paternitas DNA komprehensif terhadap semua jenis kentang. Tim peneliti kemudian menemukan bahwa semua kentang yang diperiksa membawa kontribusi genetik yang stabil dan seimbang dari Etuberosum dan tomat.
Mereka kemudian menyimpulkan bahwa kentang merupakan keturunan hibrida dari keduanya, dari tomat dan etuberosum. Sebagai validitas hipotesis itu, tim peneliti lalu menilai waktu divergensi ketiga spesies tersebut. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa etuberosum dan tomat mulai berdivergensi sekitar 14 juta tahun silam.
Sekitar 5 juta tahun setelah divergensi mereka, atau sekitar 9 juta tahun yang lalu, keduanya kemudian berhibridisasi yang mengarah pada munculnya tanaman kentang pembentuk umbi paling awal.
"Tomat berperan sebagai induk maternal kentang, sedangkan etuberosum menjadi induk paternal," kata Huang.
Meskipun demikian, hal yang masih membingungkan para peneliti adalah mengapa hanya kentang yang menghasilkan umbi, sedangkan kedua induknya tidak. Tomat tidak memiliki batang maupun umbi di bawah tanah, sementara etuberosum punya batang di bawah tanah tetapi tidak memiliki umbi yang menggembung.
Tim Huang mengajukan penjelasan yang berani, yaitu umbi bisa jadi merupakan hasil penyusunan ulang genom.
Setelah kedua garis keturunan leluhur melakukan persilangan, gen mereka berekombinasi sedemikian rupa sehingga secara tidak sengaja menciptakan umbi sebagai organ baru. Tim tersebut selanjutnya menelusuri asal-usul gen kunci pembentuk umbi, yang merupakan kombinasi materi genetik dari masing-masing induk.
Mereka menemukan gen SP6A, yang berperan seperti sakelar utama yang memberi sinyal kepada tanaman kapan harus mulai membentuk umbi, yang disebut berasal dari pihak si tomat. Gen penting lainnya, IT1, yang membantu mengendalikan pertumbuhan batang bawah tanah yang membentuk umbi, berasal dari keluarga si etuberosum.
Tanpa salah satu bagian itu, keturunan hibrida tidak akan dapat menghasilkan umbi. Perkawinan purba ini tidak hanya menghasilkan umbi, tetapi juga memperkaya keragaman genetik garis keturunan tanaman kentang.
Para peneliti juga menemukan bahwa individu kentang yang berbeda menunjukkan pola "mosaik" dari kontribusi genetik parental. Ketika mengalami berbagai tekanan lingkungan, kombinasi genetik mosaik ini memungkinkan pemilihan set gen yang optimal, yang memungkinkan kentang beradaptasi dengan beragam habitat, mulai dari padang rumput beriklim sedang hingga padang rumput alpen.
Umbi memiliki keunggulan bertahan hidup di bawah tanah. Umbi menyimpan air dan pati, membantu kentang bertahan hidup dari kekeringan dan cuaca dingin, serta memungkinkan reproduksi tanpa biji atau penyerbukan, karena tanaman baru dapat tumbuh langsung dari mata tunas pada umbi.
"Perkembangan umbi melalui evolusi memberi kentang keunggulan besar di lingkungan yang keras, memicu ledakan spesies baru dan berkontribusi pada keragaman yang kaya pada kentang yang kita lihat dan andalkan saat ini," ungkap Huang, dilansir Kompas.com.