Taufik Mantan Kaprodi PPDS Undip Dituntut 3 Tahun Penjara di Sidang Kasus Tewasnya dr Aulia Risma
deni setiawan September 10, 2025 05:30 PM

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jaksa menyatakan tuntunan berbeda terhadap Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani, dua terdakwa kasus pemerasan dan perundungan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Aulia Risma Lestari.

Taufik Eko Nugroho mantan Kepala Prodi PPDS Undip dituntut hukuman pidana selama 3 tahun penjara.

Tuntutan jaksa lebih rendah terhadap terdakwa Sri Maryani, mantan staf administrasi Prodi PPDS Anestesi Undip yang dituntut 1 tahun 6 bulan penjara.

Jaksa menilai, perbedaan tuntutan tersebut karena Taufik berperan memberikan perintah kepada Sri Maryani.

Selain itu, tuntutan Taufik lebih berat lantaran tidak mengakui perbuatannya dan cenderung menyalahkan Sri Maryani.

"Terdakwa Taufik tidak mengakui perbuatannya, bahkan cenderung menyalahkan terdakwa Sri Maryani karena pengumpulan uang di terdakwa Sri Maryani sudah berlangsung sejak menjabat sebagai Ketua Prodi," ungkap jaksa Tommy Untung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).

Jaksa Tommy merinci hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa Taufik lainnya.

Terdakwa Taufik sebagai dosen seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan.

Tindakan terdakwa Taufik juga menimbulkan rasa takut dan tekanan psikologis di lingkungan pendidikan.

Kemudian menciptakan suasana intimidatif dan represif sehingga menghilangkan kebebasan para residen.

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan sehingga membuat tertib persidangan," katanya.

Sementara, jaksa Sulisyadi membeberkan terkait pertimbangan tuntutan terdakwa Sri Maryani lebih ringan karena mengakui perbuatannya dan menyesalinya.

Sri juga melakukan tindak pidana tersebut semata-mata karena mendapatkan instruksi dari Taufik.

"Namun ada hal-hal yang memberatkan dari Sri Maryani."

"Sebagai staf pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya atmosfer relasi kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan," terang Sulis.

Dua terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani melakukan tindakan pemerasan secara ilegal melalui skema Biaya Operasional Pendidikan (BOP) terhadap para mahasiswa residen sejak 2018 hingga 2023.  

Selama kurun waktu tersebut, mereka mampu mengumpulkan uang Rp2,49 miliar.

Pembayaran ini tidak menggunakan rekening kampus, melainkan rekening atas nama Sri Mariyani.

Pembayaran tersebut tercatat pula dalam buku warna kuning berisi catatan tanda terima uang BOP yang berasal dari para residen.

"Kedua terdakwa melanggar Pasal 368 ayat 2 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP," ucap Sulisyadi.

Selepas pembacaan tuntutan itu, Taufik dan Maryani mengungkap bakal melakukan pembelaan, baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.

Zara Dituntut 1 Tahun 6 Bulan

Sementara satu terdakwa lainnya, Zara Yupita Azra dituntut oleh jaksa dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.

Jaksa menyakini Zara telah melakukan tindakan pemerasan dan melakukan pengancaman kepada korban sebagaimana dakwaan Pasal 368 ayat 1 KUHP dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Perbuatan itu telah dilakukan terdakwa selama rentang waktu Juni 2022 hingga Januari 2023.

"Terdakwa Zara dituntut pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani," jelas JPU Efrita dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (10/9/2025).

Jaksa juga menyebut ada beberapa perbuatan terdakwa yang memberatkan yakni melakukan tindakan tersebut secara terstruktur dan masif.

Terdakwa selaku residen di lingkungan pendidikan seharusnya tidak membiarkan budaya informalitas kuasa absolut terlebih dalam lingkungan dunia pendidikan.

Akibat perbuatan terdakwa menyebabkan rasa takut, keterpaksaan, dan tekanan psikologis ke lingkungan pendidikan. 

Perbuatan terdakwa menciptakan suasana intimidatif dan refleksi sehingga menghilangkan kehendak bebas para residen.

"Sebaliknya, hal-hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan sehingga membuat tertib persidangan terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesalinya," terang jaksa. 

Selepas pembacaan tuntutan itu, Zara mengungkap bakal melakukan pembelaan baik secara pribadi maupun melalui kuasa hukumnya.

Pantauan Tribunjateng.com selama persidangan, sidang tersebut dihadiri ibu kandung mendiang Aulia Risma Lestari, Nuzmatun Malinah.

Ketiga terdakwa Zara, Taufik Eko Nugroho, dan Sri Maryani yang dihadirkan dalam persidangan tampak mengenakan masker putih.

Selama persidangan itu, mereka lebih banyak menunduk.

Ketika menjelang jaksa bacakan tuntutan, tangan Zara dan Sri Maryani saling menggenggam.

Sebaliknya, setelah jaksa membacakan tuntutan itu, tampak ada raut kecewa dari Ibunda Aulia Risma. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.