TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Suasana yang semula tenang di RSUD Salatiga mendadak berubah menjadi kepanikan.
Seorang pasien berinisial SA (32), warga Tengaran, Kabupaten Semarang, nekat meloncat terjun dari lantai 4 gedung perawatan Flamboyan di rumah sakit tersebut, Rabu (10/9/2025), sekira pukul 09.15.
Peristiwa mengejutkan itu terjadi tak lama setelah SA tiba di rumah sakit bersama ibunya untuk menjalani rawat inap.
Pria yang diketahui telah mengidap epilepsi selama lima tahun itu sejak awal menunjukkan penolakan terhadap tindakan medis.
Menurut keterangan saksi, SA beberapa kali menyampaikan keinginannya untuk pulang dan menolak diperiksa tim medis.
Ketegangan memuncak ketika dia tiba-tiba bangkit dari tempat tidur, membuka jendela kamar perawatan, dan mencoba melompat keluar.
Sang ibu yang berada di sisinya berusaha mencegah aksi nekat itu, namun upayanya gagal.
SA pun terjatuh di antara Gedung Flamboyan dan Gedung Radiologi.
Petugas keamanan RSUD Salatiga yang mendengar suara keras dari arah luar ruangan segera bergerak.
Mereka mengevakuasi korban dan membawanya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit setempat untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Kasatreskrim Polres Salatiga, AKP Radytya Triatmaji Pramana menyatakan, pihaknya telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), serta meminta keterangan dari beberapa saksi.
“Korban mengalami luka di bagian kepala dan saat ini masih dirawat intensif di IGD RSUD Salatiga."
"Dia merupakan pasien rawat jalan di Poli Saraf dan memiliki riwayat epilepsi sejak lima tahun terakhir,” kata AKP Radytya.
Sementara itu, Plh Kasi Humas Polres Salatiga, Ipda Sutopo menambahkan, SA menunjukkan gelagat tidak kooperatif sejak awal datang ke rumah sakit.
“Sejak tiba bersama ibunya, korban terlihat gelisah dan terus-menerus meminta untuk pulang."
"Penolakan terhadap pemeriksaan medis sudah tampak sejak awal," jelas dia.
Pihak kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya keluarga pasien dengan kondisi medis kronis seperti epilepsi untuk memberikan perhatian lebih, tak hanya dalam aspek fisik, tetapi juga kondisi psikologis.
“Pendampingan keluarga sangat penting, dukungan emosional bisa mencegah tindakan-tindakan yang membahayakan jiwa pasien sendiri."
"Jangan sampai kejadian seperti ini terulang kembali,” pungkas AKP Radytya.