TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Wacana pengembalian sistem enam hari sekolah mulai mencuat kembali di Kota Semarang.
Beberapa aspirasi masyarakat mendorong Pemkot Semarang untuk mengevaluasi dampak kebijakan lima hari sekolah yang kini diterapkan di mayoritas sekolah negeri dan swasta.
Anggota Komisi D DPRD Kota Semarang, Siti Roika mengungkapkan, perlu adanya kajian jika sekolah negeri dan swasta akan diubah jumlah hari belajarnya.
"Perlu dikaji, jika hendak diubah total."
"Perlu ada peraturan wali kota, sebenarnya boleh-boleh saja," kata Siti Roika, Jumat (19/9/2025).
Dia melanjutkan, kearifan lokal suatu wilayah bisa menjadi bahan kajian untuk mengubah jumlah hari belajar.
Hal ini menurutnya perlu dilakukan kajian mendalam agar hasilnya diterima semua pihak.
"Karena kebijakan tidak ada yang sempurna."
"Kalau kajian oke, ini bisa diimplementasikan," terangnya.
Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Semarang, Agus Riyanto Slamet menilai, sistem lima hari sekolah menyulitkan anak-anak untuk mengikuti pendidikan agama nonformal seperti madrasah diniyah.
Dia berpandangan, waktu pulang yang terlalu sore membuat siswa kelelahan dan tak lagi sempat mengikuti kegiatan belajar mengaji.
"Kami menerima banyak aspirasi dari masyarakat, terutama dari Nahdliyin agar sekolah dikembalikan menjadi enam hari."
"Tempat pendidikan Alquran jadi sepi karena anak-anak pulang terlalu petang," katanya.
Dia menuturkan, setiap sistem memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dia menilai, sistem lima hari memang membuat anak-anak lebih banyak waktu di sekolah dan lebih terpantau.
Namun di sisi lain, interaksi sosial dan pendidikan keagamaan anak justru terganggu.
"Anak-anak bisa saja lebih aman di sekolah, tapi mereka jadi tidak punya energi lagi untuk belajar agama di luar."
"Khususnya di sekolah swasta, kebijakan ini bisa lebih fleksibel karena tidak wajib mengikuti aturan pemerintah," paparnya.
Dia mengungkapkan, perbedaan regulasi antara sekolah negeri dan swasta menjadi faktor penting dalam menentukan arah kebijakan.
Sekolah negeri wajib mengikuti kebijakan Pemerintah Pusat.
Sementara sekolah swasta memiliki keleluasaan lebih dalam menentukan sistem hari belajar. (*)