Mengenal Sosok Abu Dzar Al Ghifari, Sang Zahid Sahabat Nabi, Mantan Perompak yang Bertaubat
Rizali Posumah September 29, 2025 07:32 AM

TRIBUNMANADO.CO.ID - Sosok Abu Dzar Al Ghifari tercatat sebagai salah satu sahabat terkemuka Nabi Muhammad SAW yang termasuk dalam kelompok assabiqunal awwalun (orang-orang yang paling awal memeluk Islam).

Beliau dikenal sebagai seorang zahid (asketis), meskipun latar belakang hidupnya menyimpan masa lalu yang kelam.

Zahid adalah sebutan untuk orang yang berperilaku zuhud, yaitu sikap tidak terikat pada kesenangan duniawi, fokus pada akhirat, dan mengabdikan diri kepada Allah SWT dengan hati yang bersih dan ikhlas, sehingga mereka hidup sederhana dan menjauhi kemewahan serta hal-hal yang melalaikan dari tujuan spiritualnya. 

Menurut berbagai sumber, nama asli Abu Dzar adalah Jundub Bin Junadah Bin Sakan, berasal dari Bani Ghifar. 

Suku Bani Ghifar terkenal dengan reputasi buruknya di kalangan masyarakat Arab karena sering melakukan perompakan dan tak segan membunuh.

Jundub sendiri bahkan pernah memimpin gerombolan penyamun tersebut sebagai ketua perompak di sukunya.

Namun, di tengah kehidupan yang gelap tersebut, Jundub Bin Junadah ternyata menyimpan kerinduan mendalam terhadap kebenaran.

Seiring waktu, kerusakan dan kejahatan yang terus ia perbuat justru menumbuhkan rasa berdosa yang kuat dalam hatinya.

Merasa tidak tahan dengan perbuatan dosanya, Jundub akhirnya memutuskan untuk insaf dan meninggalkan semua perbuatan jahatnya.

Tidak hanya berhenti di dirinya sendiri, ia juga berupaya mengajak kawan-kawannya untuk mengikuti langkah perubahan ini.

Keputusan drastis Jundub untuk bertaubat rupanya memicu kemarahan besar dari anggota sukunya.

Penolakan dari Bani Ghifar ini memaksa Abu Dzar untuk meninggalkan tanah kelahirannya.

Bersama dengan ibunya dan saudara lelakinya, Unais Al Ghifar, Jundub mengambil langkah besar dalam pencarian kebenaran sejati.

Mereka pun berhijrah menuju Nejed Atas di Arab Saudi.

Ini merupakan awal baru dalam kehidupannya yang kemudian mengantarkannya menjadi salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam.

Pencarian Kebenaran dan Pertemuan dengan Rasulullah

Saat berada di perantauan, Abu Dzar mendengar kabar yang santer terdengar di kota Mekah: adanya seseorang yang mengaku sebagai utusan Allah.

Merasa penasaran, Abu Dzar lantas mengutus saudaranya, Unais Al Ghifar, untuk mencari tahu kebenaran berita tersebut.

Beberapa hari berselang, Unais kembali dengan kabar baik.

Ia menceritakan bahwa ia telah bertemu dengan seseorang yang mengajak pada kebaikan dan mencegah segala kejahatan.

Orang tersebut juga sangat terkenal sebagai sosok yang selalu benar dalam setiap ucapannya.

Ketika bertemu langsung, Rasulullah SAW menawarkan Abu Dzar untuk memeluk agama Islam, dan dengan segera beliau pun menerima.

Abu Dzar lantas menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim dan dikenal sebagai sahabat yang sangat zuhud, menjauhi segala kenikmatan dunia.

7 Wasiat Rasulullah untuk Abu Dzar: Panduan Hidup Muslim Sejati

Kecintaan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar terwujud dalam tujuh wasiat berharga yang mengandung panduan lengkap dalam beretika, bersosialisasi, motivasi hidup, hingga beribadah.

Wasiat ini tidak hanya ditujukan untuk Abu Dzar, tetapi juga relevan dan berlaku untuk seluruh umat Muslim hingga kini.

Berikut adalah tujuh pesan penting Rasulullah SAW kepada Abu Dzar Al Ghifari:

Selalu Melihat ke Bawah (dalam Urusan Dunia)

Rasulullah SAW berwasiat: “Agar aku senantiasa melihat orang yang di bawahku dan jangan sekali-kali melihat orang yang di atas.”
Nasihat ini bertujuan agar umat Islam selalu bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT. Melihat ke atas hanya diperbolehkan jika tujuannya adalah memotivasi diri dalam meraih cita-cita dan kebaikan.

Mencintai dan Mendekati Orang Miskin

Abu Dzar dipesan untuk mencintai orang miskin dan mendekati mereka. Ini menunjukkan bahwa orang miskin tidak seharusnya dijauhi, melainkan didekati. Orang miskin yang dimaksud adalah mereka yang hidupnya tidak berkecukupan namun tidak mau meminta-minta.

Berani Berkata Benar Walaupun Pahit

Wasiat berikutnya: “Selalu berkata benar meskipun pahit.”
Rasulullah melarang berdusta dan memerintahkan kejujuran. Orang yang berani menyampaikan kebenaran, meskipun menyakitkan, akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Menjauhi Sikap Meminta-Minta

Rasulullah SAW secara tegas memerintahkan umatnya untuk tidak meminta-minta kepada siapapun. Bekerja keras untuk menjaga kehormatan diri jauh lebih baik daripada meminta belas kasih manusia.

Menjaga Tali Silaturahmi (Walau Diputus)

Pesan kelima menekankan pentingnya menjalin silaturahmi, “Menjalin tali silaturahmi sekalipun mereka berpaling.”
Orang yang menyambung kekerabatan sejati adalah mereka yang mau menyambung kembali hubungan yang telah putus, bahkan berbuat baik kepada kerabat yang berbuat jahat.

Teguh Berdakwah di Jalan Allah

Abu Dzar diingatkan untuk “Tidak takut dicaci ketika berdakwah di jalan Allah.”
Ini mengajarkan keberanian dalam menyampaikan risalah Islam dan kebenaran, karena Allah mencintai orang yang berjihad di jalan-Nya dan tidak gentar terhadap celaan.

Memperbanyak Bacaan Laa Haula Walaa Quwwata Illaa Billah

Terakhir, wasiat untuk “Memperbanyak membaca laa haula walaa quwwata illa billah (tidak ada daya dan kekuatan melainkan hanya pertolongan Allah).”

Wasiat ini mengingatkan bahwa pada hakikatnya, segala daya, upaya, dan kekuatan hanya milik Allah SWT.

Umat Islam harus selalu berzikir dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya.

Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya. 

 

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.