BANJARMASINPOST.CO.ID- Dr Eng Akbar Rahman ST MT IAI menilai larangan penggunaan insinerator oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dinilai sebagai langkah strategis dalam melindungi kesehatan publik sekaligus mendorong transformasi pengelolaan sampah nasional.
Incinerator yang tidak aman terbukti berisiko melepaskan zat beracun seperti dioksin dan furan yang berbahaya bagi manusia serta sulit dipulihkan dari lingkungan yang tercemar.
"Kebijakan ini bukan menutup pintu terhadap teknologi, tetapi membuka ruang untuk transformasi pengelolaan sampah yang lebih sehat dan ramah lingkungan,"ungkap Dosen Fakultas Teknik ULM ini, Selasa (30/9/2025).
Meski begitu, menurutnya, transformasi tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Kota-kota besar masih menghadapi tumpukan sampah yang harus segera ditangani, sehingga diperlukan solusi masa transisi.
Penguatan sistem berbasis masyarakat dapat menjadi langkah awal, misalnya melalui bank sampah, komposter rumah tangga, dan biodigester skala kecil yang mampu mengolah sampah organik menjadi pupuk atau energi.
"Fasilitas incinerator mini yang telanjur ada bisa dialihfungsikan menjadi tempat pemrosesan bahan bakar alternatif (RDF) atau komposting mekanis yang lebih aman,"katanya.
Menurutnyaa, pemerintah daerah juga dapat membangun TPS 3R dan pusat daur ulang modern dengan menggandeng industri semen atau energi agar hasil olahan sampah dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Dalam jangka panjang, teknologi yang lebih maju bisa menjadi solusi bagi kota besar. Kuncinya bukan hanya soal teknologi, tapi juga ekosistem yang mendukung; regulasi jelas, pasar daur ulang terbuka, partisipasi masyarakat kuat, dan riset inovasi hijau terus didorong.
Kunci utama transformasi ada pada pengelolaan sampah dari sumbernya. Pemilahan sejak rumah tangga, sekolah, hingga tempat kerja dinilai menjadi fondasi agar sampah dapat diolah lebih efisien dan bernilai ekonomi.
Sektor perhotelan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan industri pun didorong menjadi pionir.
Mereka tidak bisa lagi hanya mengandalkan pihak ketiga untuk membuang sampah ke TPA, melainkan wajib menyiapkan sistem pengelolaan di tingkat tapak, mulai dari pemilahan hingga kerja sama dengan industri daur ulang.
Larangan incinerator ini harus dilihat sebagai momentum menata ulang paradigma persampahan.
"Jika dijalankan konsisten dengan melibatkan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah, kebijakan ini bukan menjadi beban, melainkan titik tolak menuju pengelolaan sampah yang lebih sehat, modern, dan berkelanjutan,"pungkasnya.(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)