Tidak perlu mengharapkan anak muda melalui proses membatik mulai dari hulu ke hilir

Semarang (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Samuel Wattimena mendorong anak muda untuk tampil dalam regenerasi pembatik, yang dapat diawali dengan karya-karya batik-batik sederhana.

"Tidak perlu mengharapkan anak muda melalui proses membatik mulai dari hulu ke hilir," kata Samuel Wattimena di Semarang, Jawa Tengah, Kamis.

Pada masa lalu, menurut dia, proses pembuatan batik yang dimulai dari pembuatan motif, proses membatik, hingga pewarnaan dilakukan oleh satu orang.

Pada masa kini, lanjut dia, anak muda yang suka menggambar bisa memfokuskan diri untuk membuat motif batik sesuai dengan ide dan kreativitasnya.



"Gambar batiknya akan berbeda dengan yang di masa lalu. Mereka hidup di era sekarang, itu harus diapresiasi," kata politikus yang juga seorang perancang busana itu

Sementara proses membatiknya, lanjut dia, bisa diserahkan ke anak muda lain.

"Tetapi jangan langsung minta dia membatik di kain sepanjang 2,5 meter. Kasih dulu kain seukuran sapu tangan. Dia harus senang dulu, harus membiasakan dulu," kata Samuel Wattimena.

Demikian pula dengan proses pewarnaan, kata dia, jangan langsung memberi kain sepanjang 2,5 meter untuk diwarnai "Kita harus mengubah cara berpikir, kalau belajar membatik ya harus begitu," ucapnya.



Hal lain yang tidak kalah penting dalam menjaga kelestarian batik, menurut Samuel Wattimena, yakni pentingnya hak kekayaan intelektual atas motif batik.

Ia menjelaskan proses membatik pada zaman dahulu sangat erat dengan pendekatan budaya. Namun pada 10 hingga 15 tahun terakhir pendekatan ekonomi begitu digenjot di era keterbukaan informasi, dimana sekat antardaerah begitu mudah ditembus.

Akses yang lebih luas, lanjut dia, mengakibatkan seseorang dengan mudah mengambil hak wilayah orang lain. "Oleh karena itu hak atas kekayaan intelektual menjadi penting," ucap Samuel Wattimena.