Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita berharap busana batik tak hanya dikenakan dalam acara formal tetapi juga bagian dari fesyen sehari-hari, khususnya generasi muda Indonesia termasuk Jakarta.
"Oleh sebab itu, tantangannya mengembangkan batik agar menghadirkan desain yang lebih segar, memanfaatkan pemasaran digital dan menjaga kualitas agar semakin dekat dengan gaya hidup modern anak bangsa," kata dia dalam Pembukaan Pameran "Merawit Rasa" di Museum Tekstil, Jakarta, Kamis.
Menperin menyampaikan, Pemerintah ingin terus membumikan batik. Salah satunya dengan mengajak masyarakat mengenakan batik tak terbatas pada situasi tertentu.
Batik bisa dan boleh dikenakan bahkan dalam suasana santai. Batik merupakan contoh nyata warisan budaya dapat menjadi kekuatan ekonomi.
Karena itu, dengan memperkuat ekosistem batik nasional, maka bukan sekadar menjaga peninggalan leluhur melainkan juga membangun fondasi ekonomi kreatif berbasis budaya yang mampu bersaing di tingkat global.
"Industri batik nasional ini memiliki ekosistem yang besar yang menopang bukan hanya budaya, tetapi juga ekonomi dan sebaliknya, bukan hanya ekonomi, tapi juga budaya," kata dia.
Dalam konteks kinerja ekonomi, Menperin mengatakan industri batik terus memberikan sinyal positif. Nilai ekspor batik triwulan pertama tahun 2025 mencapai 7,63 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau naik 76,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara pada triwulan kedua, tahun ini tercatat tumbuh dengan capaian 5,09 juta dolar Amerika atau naik 27,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (year on year/yoy).
"Ini kabar yang baik, tapi sekaligus menjadi tantangan untuk terus meningkatkan kualitas, inovasi dan daya saing," kata Menperin.
Lalu, selain pasar ekspor, pasar domestik juga menyimpan potensi besar terkait industri batik.
Saat ini tercatat hampir 6.000 industri batik yang tersebar di seluruh atau lebih dari 200 sentra produksi di 11 provinsi utama perajin batik.

Selanjutnya, sektor ini menyerap sekitar 200.000 tenaga kerja melalui lebih dari 47.000 unit usaha di lebih dari 101 daerah produksi batik.
Walau begitu, kata industri batik dihadapkan pada tantangan regenerasi. Berdasarkan data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), jumlah perajin batik yang pada tahun 2020 tercatat 151.000 dan pada tahun 2024 turun menjadi 101.000.
Berkaca dari data tersebut, Agus mengatakan upaya penguatan industri batik pun dilakukan. Di sisi lain,
Pemerintah dan masyarakat juga harus memastikan regenerasi berjalan, sehingga batik tetap lestari sebagai budaya dan batik yang berkelanjutan sebagai industri.
"Upaya penguatan industri batik sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya kelima, mewujudkan kedaulatan ekonomi berbasis keunggulan sumber daya nasional dan keenam yakni memperkuat budaya bangsa," kata Menperin.