Ringkasan Utama
TNI mengusung tema “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju” dalam HUT ke-80 sebagai simbol profesionalisme dan kedekatan dengan masyarakat. Namun, KontraS merilis catatan evaluatif yang menyoroti dugaan intervensi militer ke kampus dan pelaporan terhadap warga sipil di ranah digital, sebagai bagian dari refleksi sipil atas kinerja TNI sepanjang satu tahun terakhir.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun ini mengusung tema “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”. Tema tersebut mencerminkan komitmen TNI terhadap profesionalisme, modernisasi, dan kedekatan dengan masyarakat.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Freddy Ardianzah, menyatakan bahwa TNI terus berupaya menjadi institusi yang responsif, adaptif, dan integratif dalam menjaga kedaulatan negara.
“Peringatan ini bukan hanya etalase kekuatan pertahanan, tapi juga panggung kebersamaan antara TNI dan rakyat,” ujar Freddy dalam konferensi pers di kawasan Monas, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Di sisi lain, dalam jumpa pers terpisah yang digelar di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, pada hari yang sama, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan catatan evaluatif terhadap kinerja TNI selama satu tahun terakhir.
Catatan ini dirilis sebagai bagian dari peluncuran laporan tahunan Hari TNI, yang dimaksudkan sebagai kontribusi sipil dalam mendorong agenda reformasi sektor keamanan dan peningkatan profesionalisme militer di Indonesia.
Peneliti KontraS, Hans Giovanny, menyatakan bahwa TNI tidak seharusnya terlibat dalam hal-hal di luar tugas pokoknya, termasuk mengintervensi kebebasan berpendapat di ruang publik.
“Pemantauan yang dilakukan selama kurang lebih satu tahun terakhir menunjukkan sejumlah kasus pelanggaran terhadap kebebasan sipil oleh prajurit TNI,” ujar Hans.
KontraS mencatat sedikitnya 85 peristiwa kekerasan yang melibatkan prajurit TNI sepanjang Oktober 2024 hingga September 2025, dengan total 182 korban. Rinciannya meliputi:
Jenis kekerasan yang paling dominan meliputi:
Dua isu utama yang menjadi sorotan KontraS adalah intervensi militer ke kampus dan pelaporan terhadap warga sipil di ranah digital, yang keduanya dinilai berkaitan erat dengan demonstrasi akhir Agustus lalu.
Pada 1 September 2025, terjadi insiden di Universitas Pasundan (Unpas) dan Universitas Islam Bandung (Unisba), di mana aparat disebut masuk ke lingkungan kampus dan menembakkan sekitar 30 selongsong gas air mata saat merespons aksi demonstrasi mahasiswa.
“Ini merupakan bentuk intervensi terhadap ruang akademik yang seharusnya dijamin kebebasannya dan juga pelanggaran terhadap kebebasan sipil yang dijamin oleh konstitusi,” tegas Hans.
KontraS juga menyoroti pelaporan terhadap CEO Malaka Project, Ferry Irwandi, oleh Komandan Satuan Siber TNI, Brigjen TNI Juinta Omboh Sembiring. Laporan tersebut diduga terkait unggahan Ferry di media sosial yang dianggap melanggar Undang-Undang ITE.
“Ketika TNI sebagai institusi melaporkan influencer atas ekspresi digital, ini merupakan bentuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi yang dinikmati melalui media sosial,” jelas Hans.
Ia juga menyebut bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan perlindungan terhadap ekspresi sipil di ruang digital.
Meski tidak secara langsung menanggapi kritik KontraS, Freddy Ardianzah dalam pernyataan resminya menekankan bahwa pelibatan TNI dalam berbagai kegiatan tetap berada dalam koridor hukum dan tugas pokok pertahanan.
“TNI tidak memiliki kewenangan penegakan hukum terhadap warga sipil. Jika ada laporan, itu dilakukan sesuai prosedur dan diserahkan kepada aparat penegak hukum yang berwenang,” ujarnya.
Tahun ini, TNI mengerahkan 133 ribu personel dan 1.047 alutsista dalam perayaan HUT ke-80, menjadikannya yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Kegiatan meliputi parade pasukan, defile alutsista, sailing pass, panggung hiburan, dan pesta rakyat.
KontraS menegaskan bahwa catatan ini bukan bentuk penolakan terhadap institusi militer, melainkan refleksi sipil yang bertujuan mendorong akuntabilitas, supremasi sipil, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan seharusnya turut serta menjamin hak-hak sipil warga,” tutup Hans.