TRIBUN-BALI.COM – Pembongkaran tembok atau pagar yang menutup akses jalan rumah warga Banjar Adat Giri Dharma Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung dilanjutkan.
Hal tersebut ditegaskan Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa ketika ditanya tentang pembongkaran pagar yang dibangun Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park Bali.
Adi Arnawa menegaskan pembongkaran akan dilaksanakan secara menyeluruh sesuai hasil pertemuan bersama Gubernur Bali, Wayan Koster, dan pihak manajemen GWK. Disebutkan pembongkaran pasti dilakukan hingga ke seluruh tembok. “Yang membongkar itu GWK langsung. Waktu kita perintahkan, mereka sempat minta waktu karena harus mencari kontraktor dulu. Sekarang pembongkaran sudah mulai berjalan kembali,” ujar Adi Arnawa, Jumat (3/10).
Sebelumnya pembongkaran hanya dilakukan pada tembok yang menutupi pintu masuk dan keluar rumah warga. Awal pembongkaran juga hanya dilakukan di beberapa titik penting seperti pintu masuk dan gang rumah warga.
Adi Arnawa menambahkan, kini manajemen GWK berkomitmen melanjutkan pembongkaran sepenuhnya. Tembok yang dibongkar nantinya akan digeser ke sisi lain, sehingga akses jalan kembali menjadi milik masyarakat.
“Sudah mulai ada pembongkaran lanjutan, dan nantinya jalan itu akan difungsikan untuk masyarakat. GWK sudah setuju sesuai arahan Pak Gubernur dan saya pada pertemuan tanggal 30 September lalu,” jelasnya.
Sementara itu, warga setempat menyambut baik langkah pembongkaran tersebut. Menyutnya Nyoman Tirtayasa, salah seorang warga Banjar Giri Dharma, mengaku selama lebih dari setahun terakhir merasa sangat menderita akibat penutupan akses.
Ia menegaskan, rekomendasi DPRD Provinsi Bali pada 22 September 2025 mengamanatkan agar seluruh tembok GWK di Banjar Giri Dharma dibongkar. Namun diakui sejauh ini baru tembok di pintu masuk dan gang rumah warga yang tersentuh.
Adi Arnawa bersama Gubernur Bali Wayan Koster memanggil Manajemen GWK ke Jaya Sabha, Denpasar, Selasa 30 September 2025 malam. Pemanggilan ini untuk menegaskan perintah agar Manajemen GWK segera membongkar tembok yang menutup akses jalan warga di Ungasan, Badung.
Gubernur Bali dalam pertemuan menyampaikan bahwa keputusan ini diambil setelah mencermati aspirasi masyarakat, rekomendasi DPRD Bali, serta perhatian publik yang luas terhadap masalah tersebut.
“GWK tidak boleh eksklusif dan tidak boleh memusuhi warga. Sebaliknya, GWK harus ramah, terbuka, dan berkolaborasi dengan masyarakat sebagai ekosistem yang saling mendukung. Dengan demikian, citra pariwisata Bali tetap terjaga dengan baik,” ujar Koster.
Bupati menyatakan dukungan penuh atas instruksi Gubernur Bali agar pembongkaran dimulai pada 1 Oktober 2025. Dirinya juga mengapresiasi sikap manajemen GWK yang merespons positif arahan pemerintah.
“Kami bersama Pemerintah Provinsi Bali berdiri di pihak masyarakat. Jalan ini sudah lama menjadi akses vital warga, sehingga harus segera dikembalikan agar aktivitas masyarakat dapat berjalan normal kembali dan kami berharap pembongkaran dapat diselesaikan secepatnya, dan selanjutnya terbangun hubungan yang lebih harmonis antara GWK dan warga sekitar demi kepentingan bersama,” ucap Adi Arnawa.
Sebelumnya, Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa tetap meminta keseluruhan pagar tembok dibongkar. Tidak hanya yang membentang sepanjang Jl. Magadha tetapi termasuk juga di jalan lingkar Magadha hingga Pura Pengulapan termasuk tembok yang masih membentang di depan pintu masuk Jalan Magadha.
“Tuntutan masyarakat agar lingkar jalan Magadha tembus ke Pura Pengulapan dibuka temboknya, di geser ke timur dan ke utara serta di jalan lingkar timur karena sudah dihibahkan oleh GWK ke Pemkab Badung. Buka juga termasuk Rurung Agung di Belingsaro menuju Ungasan, kalau memang punya niat baik,” ujar Disel Astawa saat dihubungi pada Kamis (2/10).
Menurutnya sudah sangat jelas rekomendasi pembongkaran atau penggeseran tembok pemagaran GWK yang menghalangi aktivitas warga diminta oleh Gubernur Bali serta Bupati Badung dan DPRD Bali. Pihaknya pun masih menunggu komitmen dari manajemen GWK dalam beberapa hari ke depan.
Dan jika tidak ada langkah lanjutan, pihaknya akan mempertanyakan kembali bagaimana hasil pertemuan antara manajemen GWK, Gubernur Bali, dan Bupati Badung karena dirinya tidak dilibatkan dalam pertemuan tersebut.
“Kita tunggu saja satu hingga tiga hari ke depan. Kalau memang tidak dilaksanakan pembongkaran semua patut kita tanyakan pertemuan Pak Gubernur, Bupati dengan manajemen apakah perintah bongkarnya tidak semua disuruh bongkar atau geser tembok-tembok tersebut oleh GWK,” ungkap Disel Astawa.
“Yang barat (di depan jalan samping tulisan GWK) belum dibuka karena itu jalan asli, jadi masih setengah hati GWK, sesuai arahan Gubernur dan Bupati bongkar tembok kembalikan jalan ke seperti semula. Apa ruginya GWK?” sambungnya.
Ketika disinggung bagaimana tanggapan Disel Astawa yang juga sebagai Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bali mengenai pernyataan tertulis manajemen GWK bahwa tanah yang dipagari adalah milik perusahaan.
Ia menegaskan dari data yang dimiliki desa adat dan Pemkab Badung sudah jelas bahwa sejumlah akses jalan, seperti jalan lingkar timur maupun jalan lingkar Magadha menuju rumah warga dan Pura Pengulapan termasuk jalan menuju SD Negeri 8 Ungasan, merupakan fasilitas umum yang sudah ada sejak 1983.
“Kalau mau jelas mari kita sama-sama ukur ulang, kalau memang pihak GWK tidak ikhlas berikan jalan kepada masyarakat sesuai konstitusi dan UU Pokok Agraria dan PP 18 tentang hak tanah,” ucapnya.
Ia pun kembali menekankan bahwa jika manajemen GWK benar-benar memiliki niat baik, seharusnya tembok digeser dan diikhlaskan sebagai akses jalan masyarakat. Di mana langkah tersebut tentu sejalan dengan nilai-nilai dari Tri Hita Karana. Dan berdasarkan fakta, data, serta keterangan dari BPN Badung, jalan yang kini tertutup tembok merupakan jalan umum.
“Kalau dia niatin dengan baik geser tembok ikhlaskan untuk jalan masyarakat sesuai dengan Tri Hita Karana, Paras Paros Segalak Segilik Salunglung Subayantaka kedamaian kemakmuran sesuai lambang Garuda Wisnu sesuai simbol suci Agama Hindu. Kita ingin tembok dibuka di sepanjang jalan menurut fakta dan data serta keterangan BPN Badung itu jalan, sehingga polemik tentang jalan tidak berkepanjangan,” jelas Disel Astawa. (gus/zae)
Manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park kembali memberikan pernyataan resmi, Jumat (3/10). Di mana dalam pernyataan tertulisnya itu GWK menegaskan bahwa tanah yang dijadikan jalan tersebut secara sah masih milik manajemen GWK.
“Menanggapi dinamika terkait penutupan akses jalan di kawasan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang sempat menimbulkan keberatan dari masyarakat sekitar, Manajemen PT Garuda Adhimatra Indonesia (GWK) menegaskan bahwa lahan yang dipermasalahkan merupakan aset sah milik Perusahaan,” tulis manajemen GWK dalam pernyataan tertulis yang diterima Tribun Bali, Jumat (3/10).
Hal ini dipastikan melalui proses verifikasi bersama di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali pada Selasa (30/9) lalu. Di mana sejumlah bidang tanah yang selama ini difungsikan sebagai badan jalan ternyata masih berstatus sebagai aset kepemilikan PT Garuda Adhimatra Indonesia.
Namun demikian, sebagai bentuk komitmen menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat, pihak manajemen GWK mengambil langkah solutif yang bijaksana dengan melakukan penggeseran tembok agar dapat digunakan masyarakat sebagaimana mestinya.
“GWK memberikan akses pemanfaatan sebagian asetnya yang berupa jalan, sepanjang digunakan sesuai fungsinya sebagai akses jalan. Kami sedang melakukan proses penggeseran tembok ini agar dapat digunakan oleh warga,” jelas perwakilan Manajemen GWK.
Langkah nyata ini merupakan bentuk penyelesaian yang mengedepankan kearifan lokal, komunikasi efektif, kolaboratif, dan bijak dari Manajemen GWK sekaligus menegaskan komitmennya untuk terus menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar kawasan. Juga memastikan keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata budaya yang menjadi ikon Bali dan Indonesia. (zae)