TRIBUN-BALI.COM - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan bahwa beras menjadi salah satu komoditas yang menyumbang deflasi pada periode September 2025.
Amalia menjelaskan, deflasi beras ini merupakan capaian yang positif pasalnya pada bulan-bulan sebelumnya terus menyumbang inflasi.
“Komoditas beras menjadi salah satu peredam inflasi September 2025, di mana di bulan September beras mengalami deflasi. Dan ini merupakan pencapaian baik karena bulan-bulan sebelumnya beras selalu mengalami inflasi,” ujarnya saat rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025, Senin (6/10).
Amalia mengungkapkan, deflasi beras pada September 2025 merupakan kedua kalinya yang terjadi sepanjang tahun 2025, di mana dalam catatannya hal serupa pernah terjadi pada bulan April.
Dia menyebutkan, deflasi beras paling banyak terjadi di wilayah Aceh sebesar 5,06 persen sementara inflasi beras tertinggi terjadi di Papua Selatan mencapai 0,94 % secara month to month (mtm).
Meski beras tak masuk dalam jajaran komoditas penyumbang inflasi, Amalia menuturkan, pihaknya mencatat harga beras masuk kepada level tinggi dengan indeks perkembangan harga di level rendah.
“Yang perlu kita catat sama-sama adalah level harga untuk beras dan minyak goreng masih dalam level harga yang tinggi, karena sekali lagi yang dibayar oleh konsumen adalah level harga bukan inflasi,” tandasnya.
Sebelumnya, BPS mencatat, harga beras mengalami penurunan pada September 2025 jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan harga ini membuat beras menjadi salah satu komoditas penahan laju inflasi di bulan ini.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah mengungkapkan, penurunan harga beras pada September 2025 ini merupakan yang pertama setelah pada periode yang sama sejak 2021-2024 selalu naik.
Ia menyebut, secara historis, harga beras cenderung naik di bulan September. Data BPS menunjukkan, sepanjang periode 2021–2024, beras selalu mencatat inflasi pada bulan tersebut.
“Namun berbeda dengan tahun ini, beras justru mengalami deflasi 0,13 % pada September 2025, dengan andil deflasi sebesar 0,01 % ,’ ungkap Habibullah, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/10).
Penurunan harga pada September ini membuat beras menjadi salah satu komoditas peredam inflasi. “Beras menjadi salah satu peredam inflasi pada September 2025,” ungkap Habibullah.
Habibullah menambahkan, deflasi beras pada September ini merupakan yang kedua di sepanjang tahun berjalan. Sebelumnya, deflasi juga terjadi pada April 2025.
“Rata-rata harga beras di tingkat penggilingan turun 0,62 % menjadi Rp 13.512 per kilogram. Sementara itu, harga beras di tingkat grosir juga turun tipis 0,02 % ,” jelasnya.
Penurunan harga beras di bulan ini memberikan angin segar bagi konsumen, mengingat komoditas ini memiliki bobot besar dalam pembentukan inflasi nasional. (kontan)