Amartha belum lama di Jakarta menyampaikan dirinya memasuki babak baru dengan bertransformasi menjadi Amartha Financial. Amartha menyebutkan Amartha Financial memiliki tujuan untuk menghadirkan layanan keuangan digital kepada masyarakat di puluhan ribu desa di Indonesia. Perkembangan Amartha menjadi Amartha Financial sejalan dengan penambahan sejumlah layanan yang disediakannya dalam beberapa waktu terakhir, dus membuatnya tidak lagi sekadar memberikan layanan peminjaman, melainkan lebih dari itu.
Seperti yang disampaikan di sini, Amartha memang sejak beberapa lama telah bergerak untuk menjadi lebih dari sekadar fintech lending/fintech P2P lending. Amartha contohnya sudah menawarkan fasilitas Zakat & Donasi, Celengan, Agen AmarthaLink, dan PPOB (payment point online bank) via aplikasinya, AmarthaFin. Pada pengumuman Amartha Financial ini, Amartha turut menyampaikan telah memperoleh izin uang elektronik dari Bank Indonesia. Dengan kata lain, Amartha menambahkan pula fasilitas uang elektronik pada AmarthaFin.
“Amartha sekarang sudah namanya bukan Amartha lagi. Tapi Amartha Financial Group,” sebut Rudiantara (Komisaris Utama Amartha Financial). “Amartha itu kan tadinya cuman menawarkan layanan pinjaman, pinjamanlah kepada ibu-ibu pengusaha mikro, warung dan lain sebagainya, petani dan lain sebagainya … Amartha ini, demikian halnya, melakukan satu proses yang namanya metamorfosa,” lanjutnya sembari menambahkan Amartha kini menawarkan berbagai layanan selain peminjaman.
“Potensi ekonomi daerah dan masyarakat perdesaan sangat besar, namun belum terealisasi secara optimal. Melalui Amartha Financial, kami kini menghadirkan layanan keuangan digital yang lebih lengkap, yang khusus dirancang untuk kebutuhan masyarakat perdesaan guna mendorong inklusi keuangan serta memicu pertumbuhan ekonomi daerah. Semua layanan Amartha Financial dapat diakses melalui aplikasi AmarthaFin, yang memudahkan pengguna untuk melakukan pembayaran, investasi, hingga akses permodalan,” jelas Andi Taufan Garuda Putra (Founder & CEO Amartha).
Berdiri pada tahun 2010, Amartha mengeklaim sampai tahun 2024 lalu telah menyalurkan pembiayan produktif sebesar lebih dari Rp28 triliun secara kumulatif. Adapun jumlah UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan, Amartha mengatakan lebih dari 2,8 juta. Para UMKM ini pun lokasinya tersebar di lebih dari 50.000 desa di tanah air, pemimpinnya lebih dari 90% adalah wanita, dan jenis usahanya beragam. Sebagai fintech P2P lending, Amartha memang menyalurkan pembiayaan produktif untuk para pelaku UMKM wanita di perdesaan.
Secara spesifik, Amartha yang dikenal sebagai fintech P2P lending adalah PT Amartha Mikro Fintek. Dengan “rebranding” Amartha menjadi Amartha Financial, PT Amartha Mikro Fintek tetaplah ada. Amartha Financial dijelaskan sebagai PT Amartha Financial Group beserta anak perusahaannya. Amartha Financial mencakup PT Amartha Mikro Fintek, pemegang lisensi pendanaan produktif; PT Amartha Warbler Finance, pemegang lisensi pembiayaan tunai; serta PT Amartha Finansial Asia, pemegang lisensi uang elektronik.
Amartha memastikan layanan-layanan yang ditawarkan ketiga entitas bagian dari Amartha Financial yang telah disebutkan, bisa diakses melalui aplikasi AmarthaFin. Dengannya, Amartha Financial diklaim menghadirkan layanan keuangan digital yang lebih lengkap, mudah, dan cepat bagi masyarakat Indonesia di daerah-daerah. Amartha menambahkan layanan-layanan ini menyasar lebih dari 50.000 desa di Indonesia, desa-desa tempat para UMKM yang sebelumnya telah mendapatkan pembiayaan.
“Tentunya atas nama Bank Indonesia saya juga sangat mengapresiasi atas inovasi yang dilakukan oleh Amartha secara terus-menerus ya, sehingga, terutama di sektor keuangan digital, khususnya memberikan kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk terus berdaya dan berdiri kuat menopang perekonomian keluarganya,” kata Anastuty K (Kepala Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia).
“Kita melihat bahwa potensi ini akan bisa semakin besar, akan bisa kita unleash gitu potensinya menjadi lebih besar, dengan Amartha hadir memberikan layanan yang lebih komprehensif, bukan cuma sekedar akses permodalan, tapi bagaimana kita bisa lebih memahami profil risiko dari UMKM-UMKM tersebut. Itu juga yang membuat kita terus berinovasi, memahami, mendengar, seperti apa sih tantangan UMKM di, di daerah-daerah untuk, untuk bisa lebih berdaya saing,” pungkas Taufan.