Kebijakan ini diharapkan sudah menyentuh aspek inklusif dan sudah tepat, sehingga dengan ini kita dapat memajukan pendidikan Indonesia bersama
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menghadirkan kebijakan sertifikasi dosen yang lebih ramah disabilitas dalam rangka mewujudkan pendidikan tinggi yang inklusif dan berdampak.
Keputusan Dirjen Dikti Nomor 53/B/KPT/2025 menyatakan syarat Tes Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) dan Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) resmi dihapuskan, digantikan dengan penilaian berbasis portofolio dan unjuk kerja tri darma.
Langkah ini dimaksudkan untuk memperluas akses, memperkuat keadilan, dan memastikan sertifikasi dosen lebih mengakomodir keberagaman, termasuk dosen penyandang disabilitas.
Sejumlah dosen seperti Risma Wira Bharata dari Universitas Tidar dan Nindawi dari Politeknik Negeri Madura, menyampaikan apresiasi atas kebijakan ini.
"Disabilitas itu sangat banyak ragamnya. Mudah-mudahan kebijakan ini dapat mendorong semangat dan memberikan motivasi teman-teman disabilitas untuk mengajak teman-teman disabilitas yang lain untuk mengenyam pendidikan, sehingga perguruan tinggi bisa lebih inklusif," kata Risma melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Sementara itu Nindawi dari Politeknik Negeri Madura mengakui dengan kebijakan baru ini mereka merasa disentuh, merasa ada.
"Ini adalah amanah untuk ke depannya kami bisa berjuang demi profesionalisme tenaga kependidikan (tendik) dan dosen. Semoga amanah dan bantuan yang diberikan ini bisa meningkatkan bakti kami kepada negara", ucap Nindawi.
Mewakili Kemdiktisaintek, Direktur Sumber Daya Sri Suning Kusumawardani menyampaikan pelaksanaan sertifikasi dosen (serdos) tahun ini bukan hanya capaian administratif, tetapi refleksi komitmen Kemdiktisaintek terhadap kesejahteraan dan profesionalisme dosen.
"Kami selalu memantau peserta serdos, termasuk teman-teman disabilitas, hingga proses selesai. Kebijakan ini diharapkan sudah menyentuh aspek inklusif dan sudah tepat, sehingga dengan ini kita dapat memajukan pendidikan Indonesia bersama," ujarnya.
Sri Suning menegaskan arah kebijakan baru ini sejalan dengan upaya pemerintah menghadirkan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih setara dan humanis.
Ia menyebut pihaknya memastikan akan terus memperkuat kebijakan sertifikasi dosen yang lebih adaptif dan berkeadilan, termasuk dengan melibatkan organisasi disabilitas dalam proses evaluasi ke depan, memperluas fitur aksesibilitas Sistem Informasi Sumber Daya Terintegrasi (Sister), serta memberikan pelatihan kesadaran yang inklusif bagi perguruan tinggi.
"Kita akan melanjutkan kebijakan yang sudah mengarah ke inklusif, meskipun mungkin belum seratus persen. Mudah-mudahan menjadi satu jalan untuk kita bersama membangun pendidikan tinggi Indonesia menjadi lebih baik. Dengan keberadaan teman-teman disabilitas bersama kami, kita bisa saling menguatkan satu sama lain," tutur Sri Suning Kusumawardani.