Uji Ketahanan dan Kreativitas dari Sungai ke Sawah, Serunya Tantangan Bikepackers di Kulon Progo
Willem Jonata October 14, 2025 11:33 PM
Ringkasan Berita:
  • Bikepackers Escape 2025 hadirkan petualangan bersepeda dan berkemah yang unik
  • Bintang tamu inspiratif dan misi budaya memperkaya pengalaman peserta
  • Acara ditutup dengan aksi pelestarian lingkungan dan semangat komunitas

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Desa Wisata Tinalah, Kulon Progo, Yogyakarta, menjadi saksi riuhnya sorakan dan semangat petualang dalam gelaran gravel-adventure paling unik di Indonesia: Bikepackers Escape 2025. 

Bertepatan dengan Hari Pariwisata Sedunia, acara ini menyatukan semangat bersepeda dan backpacking dalam satu pengalaman luar ruang yang tak terlupakan.

Sebanyak 250 peserta dari berbagai daerah berkumpul untuk menjajal tantangan orienteering, berkemah, dan menjelajahi budaya lokal.

Dengan lanskap perbukitan dan sawah yang memukau, Tinalah menjadi panggung sempurna untuk merayakan kebebasan dan kebersamaan.

Bukan acara gravel-adventure paling unik namanya tanpa bintang tamu yang memukau.

Polygon menghadirkan empat bintang utama yang sudah lama dikenal namanya dalam bidang petualangan maupun gowes jarak jauh. Agam Rinjani, Arsal Bahtiar, Misbahuddin, dan Teuku Islahuddin.

Agam Rinjani atau akrab disapa Agam yang sempat viral setelah berhasil mengevakuasi turis asal Brazil lalu menceritakan lengkap pengalamannya mendaki.

Ia memulai petualangan mendakinya sejak usia sembilan tahun dan langsung jatuh cinta. Ia akhirnya memilih menjadi guide dan tim relawan di Rinjani karena ia merasa semua keindahan gunung di Indonesia dapat ia temukan di Rinjani.

“Karena Rinjani punya semua keindahan dan karakter gunung. Mau savana seperti Merbabu? Di Rinjani ada. Mau danau seperti di Semeru? Di Rinjani juga ada. Trek pendakian hutan kering seperti di Tambora? Di Rinjani juga ada.”

Kental dengan rutenya yang menantang dan orienteering-nya yang tanpa ampun, seluruh peserta ditantang untuk bisa keluar dari zona nyaman mereka dengan tantangan yang membawa ciri khas alam maupun budaya di dalamnya.

Seperti pemecahan sandi salah satunya yang bekerja sama dengan museum Sandi.

Peserta dibagi atas dua kategori, Individual Adventurer dan Family Explorer, yang berarti peserta diberikan kebebasan apakah ingin menjelajah secara individu bersama komunitas, atau menjelajah keseruan berpetualang dalam keluarga yang tentunya menyuguhkan petualangan berbeda namun tetap menantang.

Bekerja sama dengan 5500 by Rute Syahdu, kategori Individual Adventurer harus menentukan sendiri jalur menuju tujuh checkpoint yang telah ditentukan.

Menaklukkan tujuh checkpoint, 35 kilometer, dan elevasi 650 meter.  

“Tantangannya adalah bagaimana peserta tidak nyasar dengan rute yang dibuatnya sendiri,” jelas Yoan Narotama, pendiri acara 5500.

“Yang paling asyik adalah makan semangka di tengah sawah,” ucap Gaffar Aiman.

Tidak kalah menarik, acara Family Explorer fokus pada pembangunan ikatan orang tua dengan anaknya.

Mereka harus menyelesaikan satu misi ke misi lainnya, dari mewarnai sepeda, bersepeda melewati rintangan, gasing, dakon, hingga egrang. 

Misbahuddin, pecinta alam dan outdoor asal Makassar mengisi salah satu pelatihan sebelum peserta disuruh menyelesaikan tantangan orienteering.

“Ini pertama kali saya nyobain Bikepackers. Tenda, sepeda, dan rasa penasaran adalah kombinasi yang ternyata bikin ketagihan. Terima kasih Polygon sudah menyelenggarakan acara luar biasa ini. Semangat petualangannya sangat terasa dan berkesan," ujarnya.

Acara ditutup dengan penanaman pohon serta membersihkan sampah. Sebuah tradisi dari Bikepackers yang selalu dijaga. Karena apa yang diambil dari alam, harus kembali lagi ke alam.

Komunitas yang hangat, peserta yang antusias, alam yang menyambut baik, serta senyuman warga setempat.

Sebuah perpaduan yang apik dan berhasil mengukir senyum Warga Bikepackers – sebutan bagi komunitas Bikepackers yang sudah dibangun sejak tahun 2021 ini.

“Acara ini bukan hanya soal bersepeda, tapi tentang bagaimana kita sebagai manusia bisa menjalin hubungan baru—dengan sesama peserta, budaya, komunitas lokal, dan tentu saja alam. Pada akhirnya, kami ingin mengingatkan bahwa manusia tidak pernah hidup sendiri; kita adalah bagian dari kelompok besar yang saling peduli dan saling menjaga,” kata Alda.

( Wahyu Aji)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.