Nama Chiko Radityatama Agung Putra ramai diperbincangkan setelah menyebarkan konten video tak senonoh berbasis AI dengan menggunakan wajah siswi SMAN 11 Semarang.
Ia menyampaikan permintaan maaf terbuka melalui akun resmi Instagram SMAN 11 Semarang, sekolah tempat ia menempuh pendidikan sebelumnya.
Dalam video tersebut, Chiko mengaku telah membuat dan menyebarkan konten tidak pantas dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan.
Diketahui, ia melakukan rekayasa foto dan video menggunakan wajah beberapa siswi, guru perempuan, dan alumni SMAN 11 Semarang hingga menjadi konten tak senonoh.
Aksi tersebut kemudian tersebar di platform media sosial X (Twitter).
Chiko sendiri disebut anak dari aparat kepolisian.
Ayah dan ibunya adalah seorang polisi.
Statusnya sebagai anak polisi diungkap oleh Kepala UPTD PPA Provinsi Jawa Tengah, Eka Suparti.
Ditemui Tribun Jateng di kantornya, Kamis (16/10/2020), Eka sudah mengkonfirmasi hal itu ke pihak sekolah.
"Sudah saya tanyakan ke Ibu Kepala Sekolahnya memang kedua dari kepolisian, baik bapak maupun ibunya," ujar Eka.
Menurut informasi yang diterimanya, kedua orang tua Chiko telah berpisah sejak dirinya masih kelas 5 SD.
Sekarang Chiko ikut bersama ibunya.
"Sekarang ikut ibunya, apakah masih ada komunikasi dengan bapaknya, belum terinfo hingga saat ini," jelasnya.
Ia memang sudah meminta maaf secara terbuka, namun belum ada tindakan aparat yang menjeratnya secara hukum.
Menurutnya, saat ini UPTD PPA masih menunggu korban untuk melaporkan tindakan tak senonoh pelaku.
Dirinya tidak bisa memaksa korban untuk melanjutkan perkara tersebut.
"Kami berusaha di pencegahan agar jangan sampai anak-anak menjadi korban perkembangan teknologi," tuturnya.
Eka menyebut, korban rata-rata merupakan alumni SMA 11 dan menjadi mahasiswi.
Pihaknya akan berkoordinasi untuk memberikan pendampingan.
"Infonya mahasiswi itu sedang menjalankan mid semester," ujarnya.
Pihaknya akan secepatnya untuk melakukan pendampingan terhadap korban.
Namun, dirinya belum mendapatkan informasi berapa jumlah korbannya.
"Waktu kejadiannya kapan kami belum mendapat informasi. Jadi kami belum bisa memberikan informasi apa-apa."
"Dan saya mendapat gambaran utuh ibu dari kepala sekolah itu dan tahunya dari alumni," kata dia.
Bahkan, kata dia, ada korban yang ibunya masih menjadi guru dari sekolah tersebut.
Pihaknya saat ini membuka hotline pengaduan di nomor 085799664444.
Terpisah, Kepala Bidang Pembinaan SMA Disdikbud Jateng, Kustrisaptono, mengakui telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).
"Kami sudah bersurat dan berkomunikasi dengan DP3AP2KB. Kalau ada alumni atau siswa yang menjadi korban dan membutuhkan pendampingan psikologis, kami siap membantu," akunya.
Menurutnya, jumlah korban video tak senonoh editan Chiko kini masih didata, termasuk siswi-siswi yang terdampak tindakan yang dilakukan pelaku.
Pihaknya juga meminta SMAN 11 Semarang mendata seluruh korban yang wajahnya digunakan dalam video tersebut.
Pendataan dilakukan agar bantuan dan pendampingan bisa diberikan secara tepat.
Dikatakannya, perbuatan Chiko mencoreng nama sekolah sekaligus merugikan institusi pendidikan.
"Kami merasa menyesal atas tindakan yang dilakukan oleh alumni itu. Ternyata jumlah korban yang diedit itu banyak sekali," tegasnya.
Ia mengatakan, langkah hukum dilakukan berdasarkan keputusan ada di tangan para korban.
Disdikbud Jateng akan menyiapkan dukungan hukum.
"Harapan saya, korban yang dirugikan segera melapor ke polisi. Bila sampai ke ranah hukum, kami punya biro hukum yang siap mendampingi," tuturnya.
Melansir Kompas.com, sejumlah korban dari penyebaran video editan AI tak senonoh yang dilakukan oleh Chiko telah melaporkan kasus tersebut ke DP3AP2KB Jawa Tengah.
Kepala DP3AP2KB Jawa Tengah, Emma Rachmawati, mengungkapkan bahwa timnya telah menemui seorang siswi, tiga guru perempuan, dan dua alumni putri dari SMAN 11 Semarang yang menjadi korban.
"Hari ini tim baru bertemu dengan korban," kata Emma melalui pesan singkat pada Kamis (16/10/2025).
Dia menambahkan bahwa UPTD PPA sedang mendalami kejahatan digital yang dilakukan oleh mahasiswa baru semester satu Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) tersebut.
Emma juga menjamin pendampingan terhadap para korban yang melapor, dan memperkirakan bahwa jumlah korban Chiko mencapai ratusan di lingkungan SMAN 11 Semarang.
"Karena korbannya banyak, saya yakin mereka (tim UPTD PPA) sedang bekerja keras melakukan investigasi," lanjutnya.
DP3AP2KB akan memprioritaskan pemulihan psikologis dan mental para korban yang wajahnya diedit dan disebarkan di platform media sosial X (Twitter).
Saat ini, Emma masih menunggu kepastian jumlah korban dari SMAN 11 Semarang.
"Pihak SMA 11 masih mencoba menghubungi satu per satu alumni yang terindikasi jadi korban," imbuhnya.
Dia juga menyebutkan bahwa sebagian besar korban yang merupakan teman seangkatan Chiko sudah lulus dari SMAN 11 Semarang, yang mempersulit proses pendataan dan pendampingan.
"Tidak bisa cepat karena korban-korban yang kuliah masih midsemester. Jadi belum bisa ketemu, mereka minta waktu," ungkapnya.
Emma menambahkan bahwa DP3AP2KB bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng akan menggandeng Polda Jateng untuk mendalami kasus tersebut.
Korban lainnya yang ingin melapor dan mendapatkan pendampingan dapat menghubungi UPTD PPA melalui layanan hotline Sapa 129 atau 085799664444.
"Jadi, nanti lihat kondisi psikologis setiap korban karena pasti masing-masing berbeda situasinya. Masih kami sisir satu per satu," ujarnya.