Risiko Jangka Panjang Konsumsi Gluten pada Orang yang Rentan Alergi
kumparanFOOD October 20, 2025 08:20 PM
Belakangan publik dibikin geram oleh ulah pemilik toko roti yang mengeklaim produknya gluten-free, dairy-free, no egg, hingga vegan. Namun, fakta terungkap bahwa klaim tersebut tidak sepenuhnya benar. Bahkan, beberapa produknya diketahui merupakan hasil repacking dari toko lain.
Akibat klaim palsu tersebut, seorang anak kecil menjadi korban. Anak tersebut dilaporkan mengalami reaksi alergi setelah mengonsumsi produk dari toko roti tersebut.
Ya, klaim seperti gluten-free memang tidak bisa dibuat asal-asalan, karena label ini sangat berarti bagi orang-orang yang tubuhnya sensitif terhadap gluten. Dikutip dari laman Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), makanan yang diberi label gluten-free serta istilah serupa lainnya tidak boleh sembarangan, harus memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan FDA.
Aturan ini sangat penting bagi penderita penyakit celiac, yaitu kondisi serius yang dapat mengancam jiwa bila seseorang mengonsumsi gluten, yaitu protein yang biasanya terdapat pada roti, kue, sereal, pasta, dan berbagai makanan lain. Selain penderita celiac, ada juga orang yang sensitif terhadap gluten meski tidak menderita penyakit tersebut.
Menurut FDA, karena belum ada obat untuk penyakit celiac, satu-satunya cara mengendalikannya adalah dengan benar-benar menghindari gluten.
Perbesar
Ilustrasi roti sourdough Foto: Dok.Shutterstock
Hal tersebut juga dijelaskan oleh ahli gizi Dr. dr. Lucy Widasari, M. Si. Menurutnya, konsumsi gluten pada orang yang rentan alergi atau memiliki penyakit autoimun berisiko mengalami kekurangan nutrisi tertentu akibat sistem pencernaan terganggu.
Selain itu, mengonsumsi gluten secara berulang juga bisa merusak vili atau tonjolan halus di usus halus yang berfungsi menyerap nutrisi. "Sehingga menghambat penyerapan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, kalsium, folat, dan lain-lain. Kerusakan ini bisa timbul perlahan dan menyebabkan malabsorpsi atau gangguan penyerapan kronis,” kata Lucy dikutip dari Antara, Senin (20/10).
Lucy juga menjelaskan, ada sejumlah risiko yang bisa terjadi jika orang yang sensitif terhadap gluten mengonsumsinya, salah satunya mengalami anemia atau gangguan pertumbuhan.
"Karena usus rusak, penyerapan zat gizi terganggu, seseorang bisa mengalami defisiensi zat besi atau anemia, kekurangan vitamin, massa tubuh menurun, pada anak dapat terjadi pertumbuhan terhambat," kata dia.
Komplikasi pada organ lain juga bisa muncul, misalnya saja osteoporosis karena gangguan penyerapan kalsium dan vitamin D, infertilitas, kerusakan saraf, kelelahan kronis, dan manifestasi ekstraintestinal lainnya.
Menurut Lucy, pada beberapa kasus, reaksi terhadap gluten bisa muncul dengan cepat. Gejalanya bisa berupa nyeri perut, diare, kembung, mual, muntah, bahkan reaksi alergi (pada kasus alergi gandum).
"Kualitas hidup menurun, gejala berulang seperti kembung, nyeri, kelelahan, hingga gangguan mood, ‘brain fog’ (kesulitan konsentrasi), nyeri sendi, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari," katanya.
Dokter yang pernah sebagai evaluation specialist pada Tim TP2S Kantor Sekretariat Wakil Presiden (2019-2021) itu juga menjelaskan bahwa gluten umumnya terdapat pada gandum, dan varietasnya yaitu tepung terigu, gandum utuh, spelt, kamut, farro.
Selain itu, gluten juga bisa ditemukan pada barley (jelai) serta berbagai produk olahan tepung seperti roti, kue, biskuit, dan donat yang menggunakan tepung gandum atau campurannya. Makanan lain seperti pasta berbahan dasar gandum dan sereal yang mengandung gandum, barley, atau malt juga termasuk sumber gluten yang perlu diwaspadai.
“Penggunaan bersama (cross-contamination) ketika makanan bebas gluten tercemar tepung atau debu gluten dari alat dapur yang sama,” ujar dia.
Ada beberapa gejala penting yang harus diwaspadai setelah mengonsumsi makanan yang seharusnya bebas gluten, seperti gejala pencernaan, yaitu nyeri atau kram perut kembung, diare atau sering buang air besar cair, konstipasi, mual atau muntah dan nafsu makan berkurang. Sementara, gejala umumnya seperti kelelahan berlebihan, sakit kepala atau migrain, nyeri sendi, otot, kesemutan atau mati rasa pada tangan atau kaki, hingga ruam, gatal pada kulit, dermatitis.
Menurut Lucy, dalam kasus alergi gandum reaksi biasanya cepat, dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah konsumsi (termasuk gejala seperti gatal, pembengkakan, reaksi alergi akut. Sedangkan, dalam kasus sensitivitas non-celiac, gejala sering muncul beberapa jam hingga satu atau dua hari kemudian setelah konsumsi gluten.
"Sebagai ilustrasi, gluten biasanya dikeluarkan dari tubuh dalam 1-2 hari, tetapi efek dan gejala yang timbul dari paparan gluten bisa bertahan jauh lebih lama. Tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan pun tergantung pada reaksi yang timbul dalam tubuh setiap orang," jelas.