BANJARMASINPOST.CO.ID - Rumah di Jalan Batu Butok, RT 60, Kelurahan Muara Rapak, Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan, Kalimantan Timur Minggu dini hari (19/10/2025)
Seperti diketahui, kawasan Jalan Batu Butok memang dikenal memiliki kontur tanah yang curam dan mudah bergeser.
Bangunan warga berdiri di antara dua bukit, sementara akses jalan raya melintas di tengah-tengah tebing.
Kondisi ini membuat warga selalu waswas, terutama saat musim hujan tiba.
Tragedi ambruknya rumah di Jalan Batu Butok, RT 60, Kelurahan Muara Rapak, Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu dini hari (19/10/2025), masih menyisakan duka mendalam sekaligus ketakutan bagi warga sekitar.
Peristiwa naas yang menelan dua korban jiwa dan melukai dua anak ini menjadi pengingat akan bahaya di kawasan rawan longsor tersebut.
Rumah milik pasangan Bujang Said dan Nur Laela (45) itu ambruk sekitar pukul 01.30 Wita, saat seluruh penghuni tengah terlelap tidur.
Dalam sekejap, bangunan rumah panggung di lereng bukit itu luluh lantak.
Nur Laela dan putrinya Amanda (16) meninggal dunia di tempat.
Sementara dua anak lainnya, Indri (19) dan Maulina (9), mengalami luka berat dan kini masih dirawat intensif di Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan.
Bagi warga sekitar, peristiwa itu bukanlah yang pertama. Mereka mengaku sudah tiga kali menyaksikan rumah ambruk di kawasan tersebut akibat kondisi tanah yang labil.
“Ini sudah kejadian ketiga, tapi yang sekarang paling parah. Sampai ibu dan anak meninggal tertimpa bangunan,” ujar Bude, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari lokasi kejadian.
Kawasan Jalan Batu Butok memang dikenal memiliki kontur tanah yang curam dan mudah bergeser.
Bangunan warga berdiri di antara dua bukit, sementara akses jalan raya melintas di tengah-tengah tebing.
Kondisi ini membuat warga selalu waswas, terutama saat musim hujan tiba.
“Kami setiap malam merasa waswas, takut rumah ikut longsor. Kami berharap pemerintah bisa membantu membangun siring di jalan ini supaya bisa menahan tanah dan mencegah longsor,” ungkap Imam, warga setempat, penuh harap.
Setelah kejadian, suasana di lokasi masih diselimuti kesedihan.
Puing-puing rumah yang roboh belum dibersihkan, sementara garis polisi masih membentang mengelilingi reruntuhan.
Beberapa warga tampak berkumpul, memandangi lokasi dengan wajah sedih dan khawatir.
Bagi mereka, tragedi ini menjadi peringatan keras bahwa ancaman longsor di kawasan Batu Butok bukan sekadar kemungkinan, melainkan kenyataan yang bisa terulang kapan saja jika tidak segera ditangani.
Kini warga hanya bisa menggantungkan harapan pada Pemerintah Kota Balikpapan agar segera mengambil langkah konkret.
Pembangunan siring dan penguatan tebing dianggap sebagai solusi mendesak agar tragedi serupa tidak kembali memakan korban.
“Kami tidak mau menunggu ada korban lagi baru ada tindakan,” tutur Imam Siagian.
Gotong Royong untuk Membersihkan
Sementara itu, warga setempat berencana menggelar gotong royong pada Minggu (26/10/2025) mendatang untuk membersihkan puing-puing rumah yang roboh akibat tanah bergerak di kawasan tersebut.
Ketua RT 60, Lutfi Adi, mengatakan kegiatan gotong royong tersebut merupakan bentuk kepedulian warga terhadap keluarga korban sekaligus bagian dari upaya pemulihan psikologis masyarakat sekitar.
“Kita rencanakan gotong royong hari Minggu nanti untuk membersihkan sisa-sisa bangunan itu. Tujuannya agar warga tidak terus-menerus merasa takut melihat kondisi rumah yang ambruk,” ujarnya kepada Tribun Kaltim, Senin (20/10/2025).
Sementara itu, warga sekitar terus memberikan dukungan moral kepada keluarga korban, terutama kepada Bujang Said, pemilik rumah yang kini tengah berjuang merawat dua putrinya, Indri dan Maulina.
“Kami warga di sini tentu menyampaikan belasungkawa yang mendalam. Kami berharap keluarga Pak Said diberi kekuatan dan kesabaran melewati cobaan ini,” ujar Dadang, salah satu warga sekitar. (*)