Rp17 Triliun Menguap di Judi Online, 603 Ribu Penerima Bansos Terlibat
Dodi Esvandi October 21, 2025 08:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Nilai deposit judi online di Indonesia mencapai Rp17 triliun hanya dalam enam bulan pertama 2025. 

Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari masifnya praktik ilegal yang kini merambah berbagai lapisan masyarakat—termasuk penerima bantuan sosial.

Erika, Kabid Perlindungan Data pada Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, mengatakan, 70 persen pemain judi daring berpenghasilan di bawah Rp5 juta, dan sebagian adalah penerima bansos. 

“Juli 2025, sebanyak 603 ribu penerima bansos diketahui terlibat dalam aktivitas judi daring, dan bantuan mereka dihentikan,” ungkap Erika, dalam forum diskusi bertema Membangun Kolaborasi Digital Bebas Perjudian Daring, Selasa (21/10/2025).

Ia menilai persoalan judi daring kini juga terkait keamanan nasional. 

“Rantai operasinya kompleks, dari pendaftaran domain massal hingga transaksi lintas negara menggunakan e-wallet, QRIS, bahkan kripto,” jelasnya.

Kemenko Polkam kini mendorong grand strategy pemberantasan judi daring dari tiga lapis. 

Yakni pemutusan domain dan hosting di hulu, patroli siber kolaboratif di tengah, hingga interdiksi finansial di hilir. 

“Pendekatannya harus pentahelix, melibatkan pemerintah, industri, akademisi, komunitas, dan masyarakat,” tegas Erika. 

Erika juga mengapresiasi salah satu perusahan dompet digital, DANA, yang secara konsisten berperan aktif dalam memerangi praktik perjudian daring serta aktif berkolaborasi dengan pemerintah untuk memperkuat upaya pemberantasan praktik perjudian daring.

Sementara itu Komdigi mencatat, nilai deposit judi online pada semester pertama 2025 sudah mencapai Rp17 triliun.

Direktur Pengendalian Ruang Digital Komdigi, Safriansyah Yanwar Rosyadi, menyebut bahwa pihaknya telah menangani lebih dari 7,2 juta konten perjudian daring. 

Namun, fenomena ini terus berevolusi.

“Kami sudah memblokir jutaan konten, tapi yang tumbuh juga tak kalah cepat. Ini tantangan global yang menuntut kerja bersama,” ujarnya.

Kerugian akibat judi daring tak hanya bersifat finansial, tetapi juga sosial. 

“Praktik ini menghancurkan ekonomi keluarga dan merusak masa depan generasi muda,” tambah Safriansyah.

Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, perputaran transaksi judi online di Indonesia sejak 2017 hingga kuartal I 2025 telah mencapai Rp927 triliun. 

Angka ini menunjukkan bahwa praktik ilegal tersebut tidak lagi berskala kecil, melainkan sudah menjadi fenomena sistemik yang menembus berbagai lapisan masyarakat.

Deputi PPATK Danang Tri Hartono menyebut praktik ini sebagai “silent killer” ekonomi nasional.

“Uangnya lari ke luar negeri, ekonomi kita kehilangan sirkulasi. Karena itu, diplomasi multilateral antarnegara sangat penting,” tegas Danang.

Di sisi lain, Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) kerap disalahkan atas maraknya transaksi judi daring. 

Padahal, menurut Direktur Strategi Komdigi Muchtarul Huda, layanan keuangan berada di hilir dan justru bisa menjadi mitra penting dalam pencegahan.

“Kita butuh AI-based detection system, integrasi database lintas instansi, serta kerja sama internasional,” ujarnya.

Fransiska Oei dari Perbanas menambahkan, industri keuangan telah memperkuat deteksi terhadap rekening mencurigakan dan mendukung integrasi data lintas otoritas. 

“Transaksi digital adalah tulang punggung ekonomi masa depan. Kami berkomitmen menjaga sistem tetap aman dan beretika,” katanya.

Sementara itu, Polri mencatat penyitaan aset senilai Rp925 miliar dari jaringan judi daring sepanjang 2024–2025. 

AKBP Alvie Granito Pandhita mengungkap, ada pekerja Indonesia yang direkrut untuk mengoperasikan situs judi di luar negeri, namun berujung pada eksploitasi.

Syarif Lumintarjo dari APJII menyoroti paradoks teknologi. 

“Dulu judi dilakukan offline, sekarang online. Teknologi mempercepat perilaku negatif,” ujarnya.

Forum diskusi ini digelar oleh Katadata dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), dihadiri oleh regulator, aparat penegak hukum, pelaku industri keuangan, dan asosiasi internet.

Forum ini menegaskan bahwa pemberantasan judi daring bukan sekadar soal pemblokiran situs, tetapi membangun ekosistem kepercayaan digital. 

CEO & Co-Founder Katadata Metta Dharmasaputra menilai, forum ini merupakan upaya Katadata untuk menjadi jembatan komunikasi antara regulator, industri, dan masyarakat. 

Ia berharap, diskusi ini melahirkan langkah kolaboratif dan berbasis data, lantaran tidak ada satu lembaga pun yang bisa menyelesaikan masalah ini sendirian.

Ia menambahkan, peran media berbasis data menjadi penting untuk memperkuat kesadaran publik. 
“Sangat disayangkan melihat angka deposit perjudian daring mencapai Rp17 triliun. Padahal, jika digunakan untuk pembangunan bisa jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat,” kata Metta.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.