Ringkasan Berita:
- Joget viral di DPR, klarifikasi ditolak, rumah dijarah massa
- Tunjangan Rp50 juta picu demo, 10 orang tewas, ratusan ditahan
- Status Eko & Uya digantung, PAN belum beri keputusan final
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Status nonaktif dua anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya, belum berubah.
Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, menyatakan partai masih menunggu arahan Ketua Umum Zulkifli Hasan sebelum mengambil keputusan lanjutan.
“Sejauh ini DPP PAN masih tetap statusnya menonaktifkan para anggota kita,” kata Eddy di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
“Kami masih menunggu. Toh, sekarang lagi reses kan?”
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Eko maupun Uya.
Keduanya belum terlihat dalam agenda parlemen. DPP PAN menyatakan akan berkoordinasi dengan pimpinan fraksi, namun belum ada tenggat waktu.
“Kami masih menunggu arahan dari Ketum. Status nonaktif tetap berlaku,” tegas Eddy.
Eko dan Uya menjadi sorotan publik usai berjoget di Sidang Tahunan MPR RI, Jumat, 15 Agustus 2025. Aksi itu dinilai tidak pantas dan dianggap tak berempati terhadap kondisi sosial-ekonomi rakyat.
Dalam video yang viral, keduanya tampak berjoget bersama anggota Fraksi PAN di sela acara kenegaraan.
Uya sempat menyebut latar belakangnya sebagai selebritas memengaruhi cara ia mengekspresikan diri, dan joget dilakukan spontan karena ada musik di akhir sidang. Namun, narasi publik menilai aksi itu mencederai etika parlemen.
Kritik datang dari akademisi, aktivis, dan netizen. Pengamat menyebut insiden ini sebagai simbol “defisit empati politik” di tengah krisis kepercayaan publik.
Eko dan Uya telah menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf. Mereka menyebut joget itu spontan dan bukan bentuk ketidakpedulian. Namun, klarifikasi tak cukup meredam kemarahan publik.
Sebagai respons, Fraksi PAN menonaktifkan keduanya per 31 Agustus 2025. Keputusan diajukan ke Sekjen DPR dan Kemenkeu untuk menghentikan hak administratif.
Isu tunjangan rumah DPR sebesar Rp50 juta per bulan memicu unjuk rasa nasional akhir Agustus.
Polemik bermula dari pernyataan Ketua DPR Puan Maharani soal tunjangan sebagai pengganti rumah dinas. Video joget beberapa anggota DPR memperkeruh suasana.
Aksi joget itu dianggap mencerminkan ketimpangan empati di tengah tekanan ekonomi: harga naik, subsidi dipangkas, upah stagnan.
Buruh, mahasiswa, dan kelompok sipil turun ke jalan pada 25 hingga 31 Agustus 2025, dengan sasaran utama Gedung DPR RI di Jakarta. Tuntutan mereka: hapus tunjangan DPR, transparansi anggaran, batalkan revisi UU Ketenagakerjaan, reformasi etika parlemen.
Konfederasi buruh menyebut alokasi tunjangan tak sejalan dengan keadilan fiskal. Banyak pekerja masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar. Mereka juga tuntut anggaran dialihkan ke sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Situasi memanas pada Kamis malam, 28 Agustus. Pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas rantis Brimob saat demo di Pejompongan, Jakarta. Ia sedang antar pesanan dan terjebak kericuhan. Insiden ini picu solidaritas lintas sektor dan perluas protes ke daerah.
Dalam rentang 25–31 Agustus, rumah anggota DPR dan pejabat negara jadi sasaran amuk massa.
Rumah Eko dan Uya dirusak dan dijarah, meski keduanya sudah minta maaf. Kediaman Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach juga dirusak, dituding nikmati fasilitas negara berlebihan.
Rumah pribadi Menkeu Sri Mulyani ikut diserang, menyusul persepsi publik bahwa kementeriannya menetapkan alokasi tunjangan. Polisi sebut sebagian penjarahan dipicu hoaks soal anggota DPR kabur ke luar negeri.
Menurut data resmi, total 5.444 orang diamankan dalam demonstrasi nasional. Dari jumlah itu, 583 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Komnas HAM mencatat 10 korban meninggal dunia di empat wilayah: Jakarta, Makassar, Solo, dan Yogyakarta. Korban termasuk pengemudi ojol, mahasiswa, buruh, dan warga sipil.
Aksi ini disebut sebagai rangkaian protes sosial terbesar sejak pandemi. Tuntutan utama: transparansi anggaran, penghapusan tunjangan DPR, dan reformasi etika parlemen.