TRIBUNJATENG.COM, LAMPUNG - Kondisi memilukan seorang bocah perempuan di Mesuji Lampung membuat sebagian orang syok dan marah.
Tangisan yang selama ini didengar para tetangga merupakan tangis bocah lima tahun yang ternyata dalam kondisi kaki dirantai dan diikatkan pada tiang kayu di kamar rumah orangtuanya.
Warga selama ini sebenarnya curiga, sebab bocah tersebut menangis sesenggukan begitu orangtuanya pergi keluar rumah. Bahkan perginya mereka pun dalam waktu cukup lama.
Karena penasaran, beberapa orang lantas mendatangi rumah tersebut.
Karena pintu rumah tidak dibuka, warga lantas mendobraknya, khawatir terjadi sesuatu pada bocah itu.
Setelah didobrak, warga lantas syok melintas kondisi bocah itu yang dirantai dan berada di dalam rumah sendirian.
Dia ketakutan dan lemas ketika diselamatkan warga setempat.
SN ditemukan warga dalam kondisi kaki terikat rantai yang dipakukan ke tiang kayu agar tidak keluar rumah.
Warga yang melihat kondisi SN syok dan marah terhadap kelakuan orangtua SN, Emi (32) ibunya dan Teguh (35) ayah tiri.
Orangtua SN hanya membawa anak bungsu yang masih berusia dua tahun ke luar rumah, sedangkan SN ditinggalkan seorang diri.
Menurut informasi warga, orangtua hanya memberikan SN segelas kopi tanpa makanan.
Kondisi SN terungkap karena tangisannya terdengar warga. Mereka curiga, kemudian beberapa orang mendatangi rumah itu.
Setelah mengetuk berkali-kali tidak ada jawaban. Mereka lantas memutuskan untuk mendobrak pintu.
Terlihatlah pemandangan yang mengiris hati.
Begitu terbuka, mereka dibuat terkejut dan marah menemukan SN duduk di lantai dengan kaki kanan terjerat rantai yang menempel kuat pada tiang kayu.
Warga tidak menyangka bakal melihat kondisi seorang bocah usia lima tahun, seburuk itu.
Bocah itu tampak lemas, ketakutan, dan menangis sesenggukan.
Rantai yang melilit kakinya bahkan meninggalkan bekas luka dan memar di kulit.
“Dia cuma bisa bilang ‘tolong’ pelan-pelan, wajahnya ketakutan sekali,” kata warga setempat.
Warga kemudian menolong SN dengan segala cara.
Proses pelepasan rantai tidak mudah karena rantai tersebut dipaku kuat ke tiang kayu.
Seorang warga lalu mengambil palu dan menghantam paku itu berulang kali hingga akhirnya rantai terlepas.
SN langsung menangis dan dipeluk warga untuk menenangkannya.
Tubuhnya tampak lemah, jalannya pincang, dan wajahnya pucat karena lama tidak makan.
SN menangis karena lapar dan ketakutan.
“Kasihan sekali, hampir tiap hari kami dengar tangisannya dari dalam rumah. Ternyata dia dikurung dan dirantai,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Setelah dievakuasi, SN dibawa keluar rumah dalam kondisi lemas.
Warga kemudian memberinya makanan dan air sebelum akhirnya menghubungi pihak berwenang untuk melaporkan kejadian tersebut.
Menurut warga, SN memang sering terlihat sendirian di rumah dalam kondisi kotor dan kurus.
Beberapa warga sudah lama curiga karena tangisan SN sering terdengar setiap kali kedua orangtuanya pergi bekerja.
Tak lama setelah laporan diterima, pihak kepolisian mendatangi lokasi kejadian.
Petugas langsung mengamankan lokasi dan membawa SN ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan medis.
SN kini menjalani pemeriksaan kesehatan dan pendampingan psikologis. Sementara Emi dan Teguh ditangkap oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan.
Polisi menduga kasus ini mengandung unsur kekerasan fisik dan penelantaran anak.
Dari keterangan orangtuanya pada polisi, ini sudah terjadi dua kali sepanjang Oktober 2025, saat orangtuanya meninggalkan rumah.
Kasat Reskrim Polres Mesuji, AKP M Prenata Al Ghazali mengungkapkan, pemasangan rantai pada kaki SN pertama kali dilakukan oleh TS, ayah tirinya pada 16 Oktober 2025 sekira pukul 10.30.
"Orangtua korban sudah tangkap. Yang pertama memasang rantai itu TS, yang merupakan ayah tiri korban," ujar AKP M Prenata.
Menurut keterangan TS, pemasungan pertama dilakukan saat ES, ibu kandung SN saat pergi ke minimarket untuk membeli susu untuk anak bungsu mereka.
TS sendirian di rumah untuk menjaga bayi dan SN.
Dia memutuskan untuk merantai kaki SN karena merasa anak tersebut sangat aktif dan sulit diam.
"Alasan pelaku merantai pergelangan kaki korban itu agar korban diam, karena korban ini menurut pengakuannya anak yang pecicilan atau aktif," jelasnya.
Peristiwa kedua terjadi pada 18 Oktober 2025, ketika ES ibu kandung SN melakukan pemasungan dengan alasan hendak pergi berobat ke Kabupaten Lampung Tengah.
Kasus ini lantas menjadi sorotan publik karena mengandung unsur tragedi, kejanggalan, dan pelanggaran hak anak.
Penelantaran anak adalah tindakan mengabaikan atau tidak memenuhi kebutuhan dasar anak secara wajar, baik secara fisik, emosional, sosial, maupun spiritual, sehingga mengancam tumbuhkembang dan kesejahteraannya.
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa penelantaran anak adalah bentuk pelanggaran terhadap hak anak yang dilindungi oleh negara.
Dalam Pasal 59 UU tersebut, disebutkan bahwa anak yang terlantar berhak mendapatkan perlindungan khusus dari pemerintah dan lembaga negara.
UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak juga menegaskan anak berhak atas perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarga maupun lembaga asuhan.
Orangtua atau wali yang menelantarkan anak dapat dikenai hukuman pidana sesuai dengan ketentuan dalam UU Perlindungan Anak.
Penelantaran termasuk dalam kategori kekerasan terhadap anak, terutama jika menyebabkan luka fisik atau gangguan psikologis.
Kasus bocah perempuan berusia 5 tahun berinisial SN di Kabupaten Mesuji, Lampung ini menjadi sorotan dan viral di media sosial.
Bocah itu dirantai orangtuanya sendiri saat tertidur, kemudian ditinggal pergi oleh ayah dan ibunya.
Video yang menampilkan evakuasi bocah dirantai orangtua tersebut beredar luas di media sosial sejak Minggu (19/10/2025).
Dalam video berdurasi 6 menit 32 detik itu, terlihat SN mengenakan pakaian berwarna biru, duduk di lantai depan kamar dengan kaki kanannya dirantai dan digembok.
Rantai tersebut bahkan dipaku di kusen pintu kamar.
Beberapa warga dewasa tampak berusaha membebaskan rantai tersebut menggunakan tang.
Viralnya nasib bocah itu lantas perhatian serius dari Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela.
Jihan Nurlela menyebutkan, kasus bocah dirantai orangtua di Kabupaten Mesuji adalah potret kisah keluarga nan pilu yang dialami masyarakat kelas bawah.
Sudut pandang itu disampaikannya melalui unggahan akun Instagram pribadinya seusai bertemu SN.
Jihan mengatakan, kisah keluarga SN, baik itu ES (ibu kandung) ataupun TS (ayah tiri) sangat kompleks.
Masalah-masalah yang dialami keluarga itu sedikit banyak menjadi potret kondisi masyarakat kelas bawah yang terjadi sekarang ini.
"Ibu E ini menikah muda saat usianya baru 14 tahun. Suami pertamanya meninggal dan dia menikah lagi dengan TS," kata Jihan, Selasa (21/10/2025), dikutip dari Kompas.com.
Jihan menambahkan, pernikahan dalam usia muda itu tidak bisa disalahkan kepada ibunda korban karena tingkat pendidikan yang rendah.
"Orangtua ananda SN ini tidak lulus SD," kata Jihan.
Perekonomian keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan ini ditambah dengan kondisi anak kedua, TI (2) yang menderita penyakit jantung bawaan, labiopalatoschizis (bibir sumbing dan langit-langit terbuka), serta mengalami stunting dengan berat badan hanya sekira 5,3 kilogram.
“Mereka tinggal di kawasan Register, sehingga sulit mengakses bantuan pemerintah. Bahkan rumah yang mereka tempati pun statusnya hanya menumpang,” katanya.
Dari hasil kunjungan ke kediaman keluarga itu, Jihan menilai dirantainya SN itu bukan dilandasi niat kekerasan. Ini melainkan rasa khawatir orangtua atas keselamatan korban.
SN disebutkan pernah bermain di sungai dan hampir hanyut. Sehingga pada peristiwa terakhir, ES dan TS bingung harus menitipkan SN kepada siapa.
Meski demikian, dia menegaskan tindakan merantai anak tidak dibenarkan dalam kondisi apapun.
Oleh karenanya, pemerintah daerah kini berupaya melakukan pendampingan secara menyeluruh terhadap keluarga tersebut.
“Kami fokus pendampingan terhadap anak-anak. Insya Allah ananda S dan T akan dijemput untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk asesmen persiapan operasi dan intervensi gizi,” lanjut Jihan. (*)
Sumber TribunJatim.com