BANJARMASINPOST.CO.ID - Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal triliunan rupiah dana pemerintah daerah mengendap dalam bentuk deposito di bank, pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, menuai polemik.
Berdasarkan data BI, yang dipaparkan Menkeu dalam rapat tersebut, total dana yang mengendap di rekening Pemda total mencapai Rp 233,97 triliun hingga 30 September 2025.
Dari keseluruhan dana, sebanyak Rp 178,14 triliun berbentuk giro, Rp 48,4 triliun dalam bentuk deposito, dan Rp 7,43 triliun dalam bentuk tabungan.
Ada 15 Pemda dengan simpanan tertinggi di bank, yakni DKI Jakarta Rp 14,68 triliun, Jawa Timur Rp 6,84 triliun, Kota Banjarbaru Rp 5,16 triliun, Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun, Jawa Barat Rp 4,17 triliun, Bojonegoro Rp 3,6 triliun, Kutai Barat Rp 3,2 triliun, Sumatera Utara Rp 3,1 triliun, Kepulauan Talaud Rp 2,62 triliun, Mimika Rp 2,49 triliun, Badung Rp 2,27 triliun, Tanahbumbu Rp 2,11 triliun, Bangka Belitung Rp 2,2 triliun, Jawa Tengah Rp 1,99 triliun, dan Balangan Rp 1,86 triliun.
Dari data itu, tiga daerah ada di Kalsel, yakni Kota Banjarbaru, Kabupaten Tanahbumbu dan Kabupaten Balangan. Bahkan Kota Banjarbaru menempati urutan ketiga terbanyak, setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sedangkan Kabupaten Tanahbumbu urutan ke-12 dan Balangan urutan ke-15 atau terakhir.
Hal itu pun jadi perbincangan hangat di Banua. Masyarakat heboh dan jadi mempertanyakan kinerja serta kesungguhan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan. Apalagi setelah dikonfirmasi wartawan, Pemkab Tanahbumbu dan Pemkab Balangan membenarkan data tersebut, namun Pemko Banjarbaru, dengan tegas membantahnya.
Wali Kota Banjarbaru, Erna Lisa Halaby bahkan menduga data itu keliru. Berdasarkan hasil penelusuran antara lain ke perbankan daerah, pihaknya tidak menemukan adanya dana Pemko Banjarbaru sebesar itu tersimpan di bank.
Dia pun mengatakan telah bersurat ke Kemenkeu untuk mengklarifikasi data tersebut. Dan tak hanya Lisa Halaby, tapi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pun membantah dana APBD daerahnya mengendap di bank dalam bentuk deposito.
Sebenarnya dalam forum rakor bersama Menkeu itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sempat menyoroti data tersebut. Dia mencontohkan Banjarbaru yang pendapatan kotanya saja tidak mencapai angka Rp 5 triliun.
Terlepas dari polemik itu, bukankah data yang dikeluarkan lembaga resmi negara seharusnya memang valid? Apalagi sekelas Bank Indonesia (BI) yang juga memiliki tanggung jawab menjaga akurasi informasi publik.
Tapi tentu akhir dari masalah ini adalah agar dana Pemda bisa benar-benar dimanfaatkan untuk menggerakkan perekonomian dan mempercepat pembangunan di daerah. Jangan malah mengendap di bank demi mendapatkan bunga. Uang rakyat, seharusnya untuk kemaslahatan rakyat. (*)