TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung pada tahun 2025 terancam tidak tercapai.
Pasalnya bulan Oktober, realisasi pendapatan baru mencapai Rp5,76 triliun atau sekitar 61,91 persen dari target sebesar Rp9,30 triliun.
Dengan sisa waktu kurang dari tiga bulan, capaian tersebut dinilai sulit menembus angka target hingga akhir tahun. Meski jumlah kunjungan wisatawan mengalami peningkatan
Menyikapi hal itu, anggota Komisi III DPRD Badung, Nyoman Satria memandang perlunya langkah cepat dan tegas dari seluruh perangkat daerah (OPD).
Ia meminta agar setiap OPD segera melakukan efisiensi dan pengencangan ikat pinggang untuk menyesuaikan dengan kondisi riil penerimaan pajak yang melambat. Hal itu pun dikatakan Satria saat ditemui Kamis (23/10).
Pihaknya mengakui laporan yang dia terima PAD Badung baru tercapai Rp5 triliun lebih sampai tanggal 30 September 2025 dari target Rp9 triliun.
"Semua ini apakah bisakah tercapai? Kalau Rp1 triliun per bulan mungkin bisa. Tapi kalaupun tidak, kami sudah memberikan masukan kepada TAPD melalui Pak Sekda selaku Ketua TAPD, agar seluruh perangkat daerah segera melakukan pengencangan ikat pinggang," ujar Nyoman Satria
Menurutnya, langkah koreksi dan penyesuaian sangat penting untuk menghindari pemborosan belanja dan memastikan RAPBD tahun 2026 lebih realistis.
Ia menyebut DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) akan duduk bersama membahas RAPBD 2026 dengan mempertimbangkan capaian nyata tahun ini.
"Belanja-belanja yang bisa dibawa ke tahun 2026 sebaiknya dialihkan. Kami sudah berdiskusi dengan Ketua DPRD, Ketua Komisi III, dan anggota lainnya agar RAPBD 2026 ini tidak semu dan benar-benar bisa tercapai. Kalau kita berkaca dari 2025, perlu dilakukan koreksi lagi," jelasnya.
Politisi asal Mengwi itu menilai, optimisme yang terlalu tinggi dalam menetapkan target pendapatan daerah sering menjadi masalah.
Ia mencontohkan, dalam tiga tahun terakhir realisasi pendapatan Badung beberapa kali meleset dari target, meski tren penerimaan sempat melonjak signifikan di sektor pariwisata.
"Obsesi kita memang terlalu tinggi. Pendapatan naiknya signifikan, tapi lompat-lompat. Ini yang harus jadi pelajaran. Kalau realisasi sampai 30 September sekitar Rp5,8 triliun, mungkin realistisnya kita pasang Rp7,5 triliun saja di RAPBD 2026," bebernya.
Nyoman Satria juga mengingatkan pentingnya menyusun RAPBD berdasarkan perbandingan yang seimbang antara potensi pendapatan dan kebutuhan belanja, agar tidak terjadi kebingungan di lapangan.
Menurutnya, penyusunan anggaran seharusnya bersifat “apple to apple” dengan data realisasi tahun berjalan.
"Kalau tidak seimbang, pendapatan tinggi tapi belanja tidak bisa dilakukan, perangkat daerah juga bingung. Sudah dilelang dan dikontrak, tapi pendapatannya tidak ada. Karena itu kami di Dewan memberi masukan, mari kita duduk bersama dan susun RAPBD yang realistis," tegasnya.
Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu dan sektor pariwisata yang belum sepenuhnya stabil, DPRD Badung mendorong pemkab agar menyusun kebijakan fiskal yang lebih hati-hati.
Langkah ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara belanja publik dan ketersediaan pendapatan, tanpa mengganggu pembangunan dan pelayanan masyarakat.
"Lebih baik kita membuat RAPBD yang realistis dari fakta di lapangan. Kalau kondisi seperti ini, lebih aman target PAD kita pasang di angka 7 sampai 8 triliun saja. Dengan begitu perangkat daerah bisa bekerja dengan tenang dan efektif," imbuhnya. (gus)
Sebelumnya PAD Badung juga mendapat sorotan dari Komisi III DPRD Badung. Pasalnya dari tahun 2024 Pajak Asli Daerah (PAD) Badung terus meleset.
Di era Bupati I Nyoman Giri Prasta PAD Badung dirancang Rp 9.2 Triliun, namun hanya tercapai Rp 6,7 Triliun.
Namun kini ditahun 2025 tepatnya pada akhir Oktober realisasi pendapatan dari pajak daerah sebesar Rp5,7 triliun lebih, dari target Rp 9,3 triliun lebih.
Ketua Komisi III DPRD Badung, I Made Ponda Wirawan, mengungkapkan bahwa pada APBD Induk 2025, target pendapatan pajak daerah ditetapkan sebesar Rp8,8 triliun.
Namun, pada APBD Perubahan, target itu ditambah Rp500 miliar menjadi Rp 9,3 triliun.
"Kalau melihat realisasi dibandingkan target, serta melihat sisa waktu yang ada, kemungkinan target pendapatan pajak tahun ini tidak akan tercapai," katanya.
Menurutnya, kondisi ini harus menjadi bahan evaluasi serius bagi TAPD dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dalam menetapkan target pendapatan pajak di tahun-tahun berikutnya.
Ia menekankan pentingnya koordinasi yang lebih intensif antara TAPD, Bapenda, dan DPRD agar penetapan target lebih realistis dan berbasis pada potensi riil daerah.
“Evaluasi dan koordinasi antara TAPD, Bapenda termasuk dengan kami di DPRD harus dilakukan lebih intensif. Agar dalam penetapan target pendapatan dari pajak daerah, lebih realistis,” ujarnya sembari mengatakan politisi PDI Perjuangan ini juga menegaskan, penetapan target harus mempertimbangkan potensi riil dan hasil kajian lapangan, bukan sekadar asumsi. (gus)