Oleh: KH Husin Naparin Lc MA Ketua MUI Provinsi Kalsel
BANJARMASINPOST.CO.ID- SYAFAAT artinya pertolongan atau bantuan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang mengharapkan pertolongannya; usaha dalam memberikan suatu manfaat bagi orang lain; atau mengelakkan suatu mudharat bagi orang lain.
Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 4 yang artinya, “Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya ia akan memperoleh bagian (pahala) dari padanya. Dan barang siapa memberi syafaat yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 4).
Abu Musa Al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Berilah syafa’at (pertolongan) supaya kamu mendapat pahala dan Allah akan memutuskan melalui lidah Nabi-Nya yang Dia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan ayat dan hadits tersebut di atas, umat beriman disyariatkan untuk menolong orang lain jika memungkinkan dan ada kemampuan, tentu dalam hal kebaikan. Tetapi dalam masalah kejahatan, umat beriman terlarang melakukannya. Bahkan Rasulullah SAW membenci orang yang memohon pertolongan keringan hukuman pelanggaran hukum Tuhan.
Demikianlah diriwayatkan Imam Bukhari bahwa suatu ketika terjadi seorang perempuan terhormat dari Bani Makhzum mencuri. Para pemimpin Quraisy ingin meminta keringanan kepada Rasulullah SAW melalui anak kecintaannya Usamah.
Mendengar hal itu Rasulullah SAW angkat bicara “Sesungguhnya Bani Israil, apabila orang terhormat mereka mencuri mereka biarkan, tetapi apabila orang rendahan mencuri mereka laksanakan hukuman. (Adapun aku) seandainya Fatimah (putriku) mencuri, niscaya aku potong tanganya”.
Ada syafaat yang khusus Allah SWT berikan kepada Nabi Muhammad SAW, disebut syafaat ‘uzhma, yaitu: syafa’at untuk kelapangan di hari kiamat dan kesegeraan perhitungan (hisab) bagi umatnya; syafa’at berupa masuknya suatu kaum ke dalam surga tanpa hisab; syafa’at kepada mereka yang seharusnya masuk neraka, tetapi diurungkan; syafaat bagi mereka yang masuk neraka karena dosa-dosa, kemudian mereka dikeluarkan dari neraka.
Selanjutnya ada syafaat berupa peningkatan derajat kepada penghuni surga, hal ini bisa didapatkan selain dari Nabi SAW, disebut syafaat shughra. Syafaat Nabi Muhammad SAW terhadap mereka yang diurungkan masuk neraka dan terhadap mereka yang dikeluarkan dari neraka, tidak diakui oleh kaum Mu’tazilah dan Khawarij. Sedangkan golongan Asy’ariah, Maturidiyah dan Ahlusunnah mengakuinya.
Kemudian terdapat adanya syafaat khusus dari Nabi Muhammad SAW untuk pamannya Abu Thalib berupa keringanan azab neraka, berdasarkan riwayat Abbas bin Abdul-Muththalib yang berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Apa pertolongan terhadap pamanmu Abu Thalib yang pernah melindungimu dan marah bila anda disakiti?” Beliau menjawab: “Ya, dia berada di neraka pada bagian yang dangkal. Seandainya tidak karena aku, pasti dia berada di dasar neraka yang paling bawah.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Demikianlah, ketika manusia datang kepada para Nabi itu agar diberikan syafaat, mereka menolak. Nabi Adam AS menolak karena pernah melanggar perintah Allah SWT yaitu memakan buah terlarang. Nabi Nuh AS menolak karena pernah bersalah mendoakan umat sesuatu yang tidak baik.
Nabi Ibrahim AS. menolak karena pernah berbuat salah berbohong ketika menghancurkan berhala-berhala.Nabi Musa AS. menolak karena pernah bersalah membunuh seseorang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Nabi Isa AS. menolak kendati ia tidak menyebutkan apa dosanya.
Adapun Nabi Muhammad SAW ketika diminta langsung menghadap Allah SWT dan sujud di bawah Arsy. Allah SWT memberi pertolongan dan pemberitahuan yang tidak pernah Dia berikan kepada siapapun sebelumnya.
Dia berfirman: “Hai Muhammad angkatlah kepalamu. Mintalah, maka kamu akan diberi, mintalah syafa’at maka akan diizinkan”. Lalu Nabi Muhammad SAW mengangkat kepala dan berkata: “Ya Tuhanku, tolonglah umatku, tolonglah umatku”.
Tuhan menjawab: “Hai Muhammad, masukkanlah ke dalam surga umatmu yang bebas dari hisab dari pintu kanan surga, dan selain mereka lewat pintu yang lain lagi”.
Nabi Muhammad SAW menerangkan antara dua pintu itu sebanding antara Mekkah dan Himyar atau Mekkah dan Bashrah.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Sementara itu didapatkan keterangan lain bahwa seseorang akan mendapatkan syafa’at Nabi SAW dengan ziarah ke pusara/kuburannya.
Beliau bersabda yang artinya: “Barangsiapa menziarahi kuburanku atau menziarahi aku, aku pasti memberikan syafa’at kepadanya atau menjadi saksi baginya.” (HR. Baihaqi) Diterangkan pula dalam hadits lain bahwa seseorang yang meninggal di Madinah juga bisa mendapatkan syafa’at Nabi SAW, beliau bersabda yang artinya “Barangsiapa yang bisa meninggal di Madinah, hendaklah meninggal di sana, maka aku memberikan syafa’at kepada orang yang meninggal di Madinah.” (HR. Ahmad).
Ada beberapa amalan untuk menggapai syafaat Nabi Muhamad SAW, yaitu: Pertama, memperbanyak selawat akan mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW ketika kiamat. Ini sesuai dengan sabda beliau yang artinya, “Orang yang paling berhak mendapat syafaatku pada hari kiamat adalah yang paling banyak shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).
Kedua, ikhlas mengucap Laa Illaha Illallaah dari lubuk hati. Terkait hal ini turut disebutkan dalam hadits Abu Hurairah ra. bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bergembira memperoleh syafaatmu di hari kiamat?” Beliau menjawab: “Yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa illaha illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya.” (HR Bukhari).
Ketiga, berdoa setelah adzan niscaya akan memperoleh syafaat di hari akhir. Nabi SAW bersabda dalam haditsnya dari Jabir bin Abdillah “Barang siapa yang membaca ketika mendengar adzan ‘Ya Allah, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan salat (wajib) yang didirikan. Berilah al wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad, dan bangkitkan beliau, sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR Bukhari). (*)