Ahli Gizi Ungkap Perbedaan Kualitas Daging Lokal dan Impor
kumparanFOOD October 24, 2025 02:00 PM
Apakah kamu pernah mencoba membuat steak sendiri di rumah? Meski sudah mengikuti resep dengan cermat, hasilnya tetap terasa berbeda dari steak yang disajikan di restoran, bukan? Entah daging buatanmu terasa lebih keras atau malah kurang juicy, yang mana hasilnya berbeda dengan steak di restoran.
Lantas, apa ya yang membuatnya berbeda?
Menurut Ahli Gizi Olahraga lulusan Universitas Oklahoma, Emilia Achmadi, perbedaan utama antara daging sapi lokal dan impor dipengaruhi oleh banyak faktor.
"Kalau dari sisi protein itu tidak terlalu banyak berbeda, tapi dari jumlah lemaknya bisa saja sangat berbeda," kata Emilia dikutip dari Antara, Kamis (23/10).
Menurut Emilia selain jumlah lemak, yang membedakan kualitas daging sapi impor dan lokal juga dipengaruhi perawatannya. Sapi yang dirawat dengan baik akan tumbuh menjadi besar hingga beratnya bisa mencapai 500 kilogram. Perawatan yang baik juga akan membuat kandungan protein dalam daging sapi menjadi lebih berkualitas.
Perbesar
Ilustrasi daging dry aged untuk hidangan steak. Foto: hlphoto/Shutterstock
Perbedaan berikutnya terletak dari jenis pakan yang diberikan. Sapi yang diberi makan menggunakan grass fed atau rumput segar, kandungan omega-3 di dalamnya akan jauh lebih tinggi. Hal sebaliknya, terjadi apabila pakan yang diberikan merupakan grain fed atau berupa biji-bijian.
"Jadi, lemak esensialnya, demografinya akan sedikit berbeda, makanya (sapi yang memakan) rumput segar itu selalu dikatakan sebagai daging merah yang lebih sehat, hanya karena kecenderungan omega 3-nya relatif lebih tinggi. Kemudian ada lemak jenuh juga, yang namanya conjugated linoleic acid (CLA)," katanya.
Di sisi lain, proses memasak daging juga akan mempengaruhi seluruh kualitasnya. Menurut Emilia, daging yang tidak lembut dan tidak memiliki kualitas yang tinggi, akan lebih sulit untuk dikonsumsi menjadi hidangan steak.
Senada dengan Emilia, Chef Owner Silk Bistro, Freddie Salim, juga menjelaskan bahwa daging impor, seperti dari Australia, biasanya lebih empuk karena berasal dari sapi yang dipelihara dengan sangat baik. Sejak kecil, sapi-sapi tersebut hidup bebas di padang rumput organik dekat laut dan dijaga agar tidak stres.
Saat sapi telah menempuh perjalanan jauh untuk dipotong pun, biasanya pihak yang akan melakukan pemotongan akan memberikan sapi waktu istirahat sebelum akhirnya mendapatkan tindakan. Termasuk menggunakan teknologi stun untuk langsung mematikan sapi.
"Mereka secepat mungkin dibuat mati bisa dengan stun, lalu langsung tergeletak, tapi tidak langsung disayat. Sapi digantung dulu, lalu dikuliti baru diturunkan," ucapnya.
Sementara di Indonesia, pemotongan daging masih mengacu pada ajaran agama dan memerlukan tata laksana khusus di tempat pemotongan hewan. "Saya tidak membahas ajarannya, tapi begitu daging sapi langsung dibabat, dia jadi stres dan itu yang membuat daging menjadi keras," ucap dia.
Sapi-sapi di Indonesia juga cenderung lebih suka diikat dalam satu tempat, dibanding dilepas begitu saja. Freddie menambahkan selain cara potong, hal yang membuat perbedaan terletak pada jenis pakan, lingkungan sekitar dan cara perawatan sapi.