Malang (ANTARA) - Inovasi mahasiswa lintas program studi Universitas Brawijaya (UB) bertajuk "Memayu Ning Papat" mewakili Indonesia di ajang kompetisi pangan dunia bertema Food Systems Innovation Challenge on Nature-Based Solutions yang diselenggarakan di Wageningen, Belanda.

Mahasiswa lintas program studi (Prodi) UB yang diwakili Daffa Prastita Ahmad itu bersaing dengan 24 tim dari 12 negara untuk beradu ide dalam menghadirkan inovasi pangan berbasis alam (nature-based solutions).

“Konsep kami ini tentang complex rice system atau yang dikenal juga sebagai mina padi, tapi kami kembangkan dengan elemen tambahan, seperti serai dan azolla. Dengan begitu, kami bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat tanpa input kimia. Sistemnya organik,” kata Daffa dalam keterangan di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Daffa dan tim berhasil lolos hingga tahap grand final, membawa proyek bertajuk Memayu Ning Papat: Multiple-Yield Agroecosystem.

Konsep Memayu Ning Papat berakar dari filosofi Jawa tentang empat pilar kehidupan, yakni bumi (tanah), air, udara, dan manusia.

Melalui proyek ini, Daffa dan tim mengembangkan model pertanian berkelanjutan yang mengintegrasikan sistem rice–fish–azolla–lemongrass di Desa Jenggolo, Kabupaten Malang.

Sistem ini menggabungkan padi, ikan, azolla (pakis air pengikat nitrogen), dan serai menjadi satu ekosistem pertanian terpadu tanpa penggunaan bahan kimia. Pendekatan ini tidak hanya menghasilkan panen ganda, tetapi juga meningkatkan keseimbangan ekologi dan kesejahteraan petani.


Baca juga: Universitas Brawijaya tambah delapan guru besar bidang ilmu berbeda

Selain menghasilkan beras dan ikan, sistem ini memberi manfaat ekologis, seperti pengendalian hama alami, pemupukan regeneratif, serta pengurangan biaya produksi. Proyek ini bermitra dengan PT Ladang Mukti untuk mendorong replikasi model pertanian berkelanjutan di berbagai daerah di Indonesia.

“Awalnya seleksi dari prodi, kemudian fakultas, lalu universitas. Setelah bersaing di tingkat nasional, tim kami akhirnya lolos dan mewakili UB di ajang internasional,” katanya.

Tim yang terdiri atas mahasiswa lintas fakultas, yakni Fakultas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan ini mempersiapkan proyek ini sejak semester lima. Mereka melakukan uji coba (demo plot) di Kepanjen, Kabupaten Malang selama hampir satu tahun, mulai dari penanaman hingga panen.

Kompetisi di Wageningen berlangsung selama satu minggu, dari 25 September hingga awal Oktober 2025. Dalam ajang tersebut, para peserta mempresentasikan solusi mereka untuk membangun sistem pangan yang tangguh, inklusif, dan ramah lingkungan.

Daffa mengungkapkan bahwa timnya kini termasuk dalam Top 6 terbaik dunia dan akan melanjutkan proyek ke tahap inkubasi selama enam bulan. “Kami akan dapat bimbingan inkubator dari Februari sampai Oktober 2026, dan nanti berkesempatan mewakili Indonesia di World Food Forum di Roma,” ujarnya.

Melalui inovasi Memayu Ning Papat, Daffa berharap dukungan dari fakultas dan universitas semakin kuat agar proyek ini bisa dikembangkan lebih luas.

“Harapannya UB terus mendukung kegiatan seperti ini, karena proyek kami berkelanjutan. Kami ingin membangun sistem pertanian masa depan yang kuat, ramah lingkungan, dan berpihak pada petani kecil,” ujarnya.


Baca juga: Dosen UB: Pejabat publik gunakan narasi inklusif saat jawab kritik